Only You

208 4 0
                                    

***

Mencintai diam tanpa ungkapan bukanlah hal yang sulit. Ketika hati telah berikrar bahwa ketulusan adalah pedoman rasa bahagia. Jadi ketika melihat matamu berbinar. Percayalah, tak ada rasa bahagia yang melingkupi perasaanku selain mencintaimu.

***

Pintu ruangan Via terbuka. Perlahan seorang pemuda masuk. Senyum Via mengembang melihat langkah pemuda itu mendekat dengan sebuket bunga putih di tangannya.

"Hey" Sapa pemuda itu. Via tertawa kecil menatap pemuda itu yang kini telah berdiri di sampingnya.

"Hey. Lily lagi?" Alvin, pemuda itu menganggukkan kepalanya. Pemuda itu kini terlihat sedang menyingkirkan bunga yang sama di vas kaca, lalu mengganti air dan kembali memasukkan bunga serupa di vas tersebut. Via menghirup harum bunga tersebut dengan tenang.

"Memangnya lo bisa move on dari lily?" Tanya Alvin sambil menahan tawanya. Via menggeleng kepalanya membuat Alvin akhirnya tertawa walaupun pelan.

Via meraih setangkai bunga lily yang tertinggal di dekat vas tersebut. Kemudian mengusap kelopak putihnya dan mendekatkan ke hidungnya untuk menghirup baunya. Senyumnya tak hilang mengembang sejak tadi membuat Alvin tak ada hentinya menatap penuh bahagia Via.

"Lo tau gue bukanlah pengagum bunga. Tapi gue juga bukan pembenci bunga. Bagi gue mawar indah namun durinya menusuk. Dan gue gak suka kalo terluka. Melati. Dia harum namun dia lambang kedukaan. Siapapun hanya ingin kebahagiaan. Gue pun sama. Adelwis. Dia cantik lambang keabadian. Tapi dia tumbuh sendiri pada tempat tak terjangkau. Gue gak mau kesepian."

Alvin yang merasa tertarik dengan ucapan Via, ia langsung menarik sebuah kursi dan duduk di samping gadis itu. Pemuda itu lantas menopang dagunya membuat Via tak bisa menahan senyumnya.

"Lo tau ketika banyak orang berlomba-lomba untuk menjadi bunga yang terindah. Gue memutuskan dalam hati gue akan menjadi dandelion. Bunga liar yang mampu bertahan tumbuh dalam keadaan apapun dan gue mau seperti dia walaupun tanpa keharuman maupun keindahan"

"Lalu, Lily gimana?"

"Lily? Ketika lo memperkenalkan gue dengan lily, hati gue tergugah. Dia indah tanpa harus melukai seseorang. Dia harum menandakan kesucian dan dia juga abadi namun dia mampu hidup dalam penerangan tanpa harus sendiri. Dia juga walaupun bukan bunga liar, tapi dia mampu bertahan kuat dalam keadaan apapun. Jadi gue merasa hidup gue ya seperti lily dan gue bergantung sama dia. makasi ya Vin"

Alvin tersenyum sambil mengusap rambut Via. Baginya melihat senyum Via adalah kebahagiaan yang tak terungkapkan. Kini Alvin yakin bahwa perasaanya tidaklah salah. Ia mencintai gadis itu. Bahkan ia tak peduli bagaimana ia menyadarinya. Gadis itu. Dia yang mampu membuat Alvin jatuh hati. Alisivia Adriana.

"Vi besok lo udah bisa pulang"

Via menghentikan suapan buahnya lantas menoleh kearah Alvin. Dengan bibir penuh ia kemudian menganggukkan kepalanya. Alvin tak dapat menahan tawanya melihar ekspresi Via yang terlihat menggemaskan. Tanpa izin Alvin dengan isengnya menarik kedua pipi Via membuat si pemilik pipi mengaduh dan dengan kesal ia menatap sebal kearahnya.

"Lo nyebelin ya kayak Ify deh suka cubit pipi gue. Ah dasar lo"

Alvin menggelengkan kepalanya sambil tertawa melihat raut wajah Via yang terlihat menggemaskan di matanya.

"Lo tau gue ikut seneng liat lo yang seperti ini. Dulu gue sering melihat lo yang pendiam, penyendiri dengan buku tebal di taman atau kantin yang sudah sepi. Dulu gue merasa akan sulit mengenal lo. Tapi ternyata gue bisa kenal lo lebih dari yang gue harapkan. Thanks udah mau nerima gue jadi temen lo"

Love And ParisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang