ERVAN
"Molor hampir satu setengah jam seperti biasa."
Ersa terdengar menggerutu di balik secangkir cokelat hangat yang tengah dia hirup. Tanpa bersusah payah membalas gerutuannya, tatapanku jatuh pada sebuah minuman lain di sisi meja milikku. Strawberry frappuccino, kesukaanku dan aku yakin pasti sudah tidak terlalu manis seperti seharusnya.
"Sorry and thanks, Sa," balasku pada akhirnya seraya mengambil duduk di hadapannya.
"Tenang saja, minumanmu baru datang sekitar sepuluh menit yang lalu. Aku, kan, tahu kebiasaan seorang Ervan Azka Reynand yang terhormat."
Jawaban sarkatis Ersa berhasil membuatku terkekeh geli. Mungkin ada yang aneh, dua orang yang lahir dan besar di Jakarta, tidak berpacaran, tapi malah menggunakan aku-kamu bukannya lo-gue. Penjelasannya, kami terbiasa. Walaupun orang-orang mengira kami something, padahal nothing.
Segera saja aku mengambil strawberry frappuccino-ku dan meminumnya dalam diam, menikmati setiap rasa dingin, manis dan asam yang mengalir di dalam kerongkonganku.
"Kamu, mau bicara apa, Van?" Ersa memulai pembicaraan setelah keheningan panjang yang sengaja kubuat.
Sekali lagi aku menenggak minumku, sebelum pada akhirnya menarik napas dalam-dalam untuk memulai kisahku. Cerita tentang Ergi, adikku yang tiba-tiba saja menyuruhku untuk segera menikah, serta alasan mengenai kedua orang tua kami yang tidak menyetujui pernikahannya karena aku harus menikah terlebih dahulu karena takut aku jadi perjaka tua.
"Kamu, kan, tahu, menjalin sebuah hubungan dengan lawan jenis terlalu menyita waktuku. Ergi benar-benar membuatku frustasi."
Ersa manggut-manggut tidak peduli. Tiba-tiba saja wajah bulatnya menengadah, matanya menerawang jauh, sedangkan mulutnya masih asyik menenggak cokelat panasnya. Dia tampak berpikir sejenak. Selama belasan tahun aku mengenal Ersa, gaya berfikir dia yang seperti ini akan menghasilkan ide gila dan brilian.
Lama aku menunggu, namun sepertinya Ersa masih tetap bungkam dengan pemikirannya. Ingatan tentang Ersa yang menelponku tadi, membuatku penasaran apa yang hendak dia bicarakan denganku. "Sa, tadi kenapa ngajak aku ketemu di sini?"
"Ah itu ...." Ersa tergagap karena pertanyaanku yang tiba-tiba. Tubuhnya segera menegak dan mulailah dia tersenyum kecut kepadaku. "Aku akan bercerita dan kamu jangan mencelanya sedikit pun!"
Aku mengangguk setuju. Dasar Ersa, sejak kapan aku pernah menyelanya saat dia sedang bercerita?
Cerita Ersa mengalir begitu saja dari bibirnya seperti air bah. Terdengar sekali, bahwa dia tidak menyukai fakta bahwa diumurnya yang terbilang masih muda, dua-puluh-empat-tahun tapi sudah dikejar-kejar oleh kedua orang tuanya untuk menikah seperti orang yang sudah berkepala empat. Ditambah, Ersa kesal karena Mamanya membanding-bandingkan dirinya dengan Ergi yang akan segera menikah.
Kedua orang tua kami saling mengenal. Bahkan, rumornya, Ibuku dan Mamanya Ersa sekarang tergabung dalam sebuah kelompok arisan. Di mana dalam perkumpulan itu yang dibahas adalah anak-anak mereka.
Lama sekali keheningan menyelimuti kami pasca cerita Ersa berakhir, tiba-tiba saja tawaku meledak menyadari sesuatu.
"Apa?" tanyaku saat mendapati pelototan Ersa.
"Tidak ada yang lucu, Ervan!"
"Ceritamu nggak lucu emang," jawab Ervan sambil menganggukan kepala. "Cuma kesamaan masalah kita yang membuatnya lucu. Ergi, dia malapetakanya."
Bukannya menjawab, Ersa malah terdiam kembali sambil menatap lurus kepadaku. Semenit atau dua menit ditatap seperti ini oke oke saja, tapi jika itu sampai bermenit-menit panjang, jengah juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Proposal For Wedding
Genç Kız EdebiyatıDidesak untuk segera menikah, Ersa mendapati jalan keluar dengan memberikan proposal pernikahan kepada sahabatnya Ervan. Ervan yang juga diminta untuk segera menikah karena menghambat adik laki-lakinya menuju ke pelaminan, akhirnya menyetujui propos...
Wattpad Original
Ada 4 bab gratis lagi