Wattpad Original
Ada 5 bab gratis lagi

Prolog

139K 5.4K 109
                                    

ERSA

Entah sudah berapa kali aku memutar ulang drama korea favoritku, Mischievous Kiss. Drama yang selalu sukses mengundang tawa dan juga iri dalam waktu bersamaan.

Setiap kali menontonnya, setiap kali pula aku membenci cara sang tokoh utama pria memperlakukan wanitanya pada awal drama dimulai. Tapi semakin lama, semakin aku memahami apa yang drama ini hendak sampaikan. Terkadang seseorang tidak mengetahui bahwa dia telah jatuh cinta. Satu-satunya yang dia lakukan hanyalah menolak perasaan yang datang dengan menghindarinya dengan bersikap antipati. Hingga pada satu titik, dia menerima bahwa dia telah jatuh cinta.

"Emang sih, cinta itu dirasain pakai hati, bukan pake logika. Baek Seung-Jo bodoh sekali masalah cinta," ejek Ersa.

"Ersa!" teriakan Mama berhasil mengejutkanku. Refleks, popcorn yang tengah kupangku tumpah ke karpet berbulu.

Tanpa sadar aku memaki lirih saat menyadari membersihkan karpet kotor ini butuh perjuangan ekstra. Harus cepat dan bersih, kalau tidak ingin nyonya besar rumah ini alias mamaku mengamuk.

"Ya ampun!" lagi-lagi terdengar teriakan Mama. Sontak aku menengadah, Mama telah berdiri di dekat meja kopi. Satu tangannya memegang remot televisi untuk mematikan dramaku, sementara tangan lainnya berkacak pinggang. "Kenapa jadi kotor begini?"

Aku memberikan cengiran konyol. "Maaf, Ma, maaf. Ersa kaget Mama teriakin gitu."

Terdengar dengkusan kesal, tapi pada akhirnya Mama mengangguk pelan mencoba mengerti. Disuruhnya aku untuk cepat-cepat membereskan kekacauan yang kubuat, lalu segera bergabung dengannya.

Mendengar kata-kata Mama, tiba-tiba bulu kudukku bergidik dengan ngeri. Aku jelas tidak bisa menolak apalagi membantah, satu-satunya yang bisa kulakukan hanya memperlama beres-beresku. Hanya saja, sekali lagi Mama berteriak, mau tidak mau aku terpaksa mundur ke dapur.

Sekitar lima belas menit kemudian, akhirnya aku dan Mama sudah duduk bersama di sofa ruang tamu. Aku menjaga jarak dengan kepala agak merunduk, takut dimakan oleh nyonya rumah ini.

"Gimana, Sa, sudah punya pacar?"

Seketika mulutku mengangah mendengar pertanyaan Mama. Tidak biasanya Mama bertanya mengenai pacar, biasanya langsung menyuruhku menikah.

"Belum," akuku.

"Sudah hampir empat tahun, kamu nggak kenalin Mama sama cowok-cowok lagi. Mama gemes, penasaran ingin ketemu calon kamu. Nggak sabar ingin melihat anak perempuan Mama satu-satunya ini menikah dan bahagia."

Tangan Mama terangkat, mengusap wajahku. Meskipun kesal, tapi aku tidak bisa menunjukkannya. Sejak dulu Mama memang bercita-cita agar aku menikah muda seperti dirinya. Namun, menemukan seorang 'teman tidur' di ranjang untuk menghasilkan individu baru bukanlah perkara mudah.

"Ma, Ersa belum punya pacar apalagi calon suami. Doain aja, ya, biar Ersa cepat ketemu jodohnya," jawabku seraya meraih tangan Mama untuk kugenggam.

"Sa, Ergi adiknya Ervan saja sudah merengek minta nikah. Dia lebih mudah setahun dari kamu loh. Sementara kamu, pacar aja belum punya. Makanya, nduk, cari cowok itu nggak perlu sempurna yang penting cocok, punya visi dan misi yang sama."

Aku hanya mengangguk saja mendengarnya. Malam ini, aku memilih mendengarkan dengan seksama siraman rohani Mama. Menemukan pria yang cocok dan memiliki visi-misi sama itu tidak mudah. Apalagi membuatku yakin untuk bersamanya selamanya dalam bahtera pernikahan.

Begitu Mama selesai, segera saja aku mengajukkan diri untuk kembali ke kamar. Berkali-kali aku menghela napas dalam, berusaha menahan emosi yang menggebu. Lelah rasanya, di usia dua-puluh-empat tapi diperlakukan seperti wanita empat-puluhan yang belum menikah. Apalagi jika sudah disangkut-pautkan dengan keinginan Mama dan Papa untuk menimang cucu.

Proposal For WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang