Aku merentangkan tanganku dan merasakan sesuatu yang hangat sedang berbaring di sampingku. Gak banyak pikir, aku tau itu adalah badan Dimaz.
Suami tak terdugaku.
Malas berlama-lama dikamar karena masih kesal dengan Dimaz dini hari tadi. Aku buru-buru keluar kamar tanpa menimbulkan banyak suara.
Mungkin dia masih ngantuk. Sudah jam sembilan pagi, tapi dia belum juga bangun. Untung sekarang hari libur. Kemarin sih aku lihat kalau sekarang tanggal merah.
Rumah ini masih terasa asing dalam ingatanku. Untuk mencari dapur saja rasanya masih sulit.
"Lapeer." ucapku ketika menemukan makanan sudah tersaji di meja makan.
"Eh non, biar saya hangatkan dulu." Bi Mirna, pembantu rumah ini, mencegahku untuk makan. "Ini sudah dingin, dari tadi pagi sekali bibi masaknya."
"Yaudah gapapa lah bi, dulu waktu dirumah mamaku juga suka masak kayak gini kok. Aku sering makan masakan dingin."
"Tapi, nyonya. Nanti den Dimaznya marah to."
"Masa sih kayak begini aja marah." aku sedikit tertawa. "Pokoknya aku laper banget bi, ambilin kecap ya bi." tanpa babibu aku langsung mencomot tempe goreng sama sayur sop didepanku.
Nasi dua centong. Sayur bercentong-centong, tempe 5 biji ditambah kecap pasti enak banget.
"Ay, kamu udah bangun tapi kenapa gak bangunin aku?"
Aku memutar bola mataku malas. Dimaz lagi, Dimaz lagi.. Kapan sih dia pergi.
"Emangnya situ siapa, minta dibangunin?"
"Suami kamu yang paling ganteng." ucapnya bangga.
"Iya paling ganteng, tapi ada lagi yang paling baik, paling kaya, paling care di luar kok." kataku yang sengaja membuatnya kesal.
Tatapannya langsung berubah kesal. Persis banget kayak anak kecil. Saat aku melihat matanya, dia malah melihat ke arah lain.
"Aku ngga mau berdebat sama kamu, Ay."
"Siapa yang ngajak berantem. Situ aja yang mikirnya childish banget." aku kembali ingin menikmati sarapanku saat tiba-tiba aku sadar kecapnya belum ada. Jadi, gabisa makan.
"Bi, kecapnya mana?" tanyaku langsung.
Saat aku berbalik, makananku sudah tidak ada di tempat. Makananku ada di tangan Dimaz.
"Jangan dimakan Ay. Ini udah hampir basi. Sekarang jam setengah sepuluh. Biasanya bibi masak jam 4 pagi." katanya sambil mengangkat tinggi-tinggi makanan yang sudah aku ambil.
"Cuma hampir kan? Belum jadi? Lagian cuma begitu mana ada yang basi. Kalo makanan kemaren tuh baru sekarang basi." aku mencoba mengambil piringku yang ada di tangannya.
Deg.
Salahkan Dimaz yang terlalu mengangkat tinggi piring di tangannya itu dan aku yang hanyalah seorang wanita tidak akan mungkin bisa setinggi itu. Dada kami beradu satu sama lain. Menimbulkan rasa sesak yang begitu dalam di hatiku.
Tanpa sadar aku mengeluarkan air mata. "Kenapa?" ucapku heran.
Dimaz tidak menjawab, dia masih melihatku dengan sejuta gairah yang terpancar dari matanya. Dia tidak peduli bahwa air mataku sudah jatuh tak berpola.
"Kenapa rasanya sakit jika seperti ini."
Dimaz akhirnya sadar dari ledakan gairahnya barusan. Dia menatapku lemah. Apalagi ketika aku mengucapkan kata-kata yang begitu menusuk baginya.
![](https://img.wattpad.com/cover/60181555-288-k526388.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorry I Forget You
RomanceBangun-bangun langsung di peluk brondong. Masih anak kuliahan lagi. "Sayang, udah bangun?" "Lo siapa?" "Kamu lupa? Aku Dimaz suami kamu." Baru beberapa jam yang lalu masih single eh pas bangun langsung jadi istri anak ABG. Gila. Setelah itu, hidup K...