1. Siapa dia?

13.8K 454 6
                                        

Aku tersenyum melihat Mama yang mondar mandir mirip seperti setrikaan panas. Sesekali Ia melirik kearahku dan kembali menghembuskan napas.

"Kenapa si Ma?" tanyaku kesal. Ini sudah pertanyaan ke sekian kali tapi boro-boro dijawab yang ada Mama malah menatapku serius, tanpa bicara.

"Mama cantik, ada apasih? Kok ngeliatin Kaia kayak gitu." tanyaku sekali lagi dan kali ini nadaku dibuat sesabar mungkin dan cenderung ke sok imut.

"Gini loh Kay.."

"Sini-sini duduk dulu." aku menepukkan tempat kosong di sebelahku duduk. Mama menurutiku dan langsung mulai membuka suaranya.

"Temen Mama, tante Rita, mau dateng ke rumah."

Aku tertawa ditahan. Cuma gara-gara ini Mama bisa sampai seperti setrikaan panas. Tapi, gimana ya? Masa ngetawain orang tua. Untung masih inget dosa.

"Yailah, Ma. Tinggal main doang. Rumah kita juga nggak jelek kok. Jadi gausah malu."

"Ih Kaia, bukan itu.."

"Kenapa? Aku mau di jodohin Ma?" tanyaku to the point ke Mama.

Mama hanya menatapku heran terlihat dari matanya. Mungkin karena aku bisa tau apa yang ingin dia rencanakan. Lagipula kalau dijodohin juga gapapa kok daripada jomblo terus sampai umur segini. Bayangin aja 27 tahun hidup di dunia masih aja jomblo.

Jangan salah sangka dulu. Bukannya gak laku, tapi aku yang terlalu pemilih. Banyak lelaki yang sudah datang melamarku, tapi ya mau bagaimana? Semuanya belum ada yang masuk kriteria lelaki idaman.

"Kok kamu tau sih Kay?" tanya Mama tiba-tiba saat aku sedang melamun.

"Aku suka liat sinetron aja Ma. Biasanya kalo ada temen Mamanya yang kerumah dan Mamanya bingung berarti itu mau jodohin anaknya." Jawabku asal, memang maunya aku dijodohin dan ternyata benar. Mana pernah aku nonton sinetron. Boro-boro sinetron, pulang jam 9 malam aja udah bersyukur.

"Kaia gapapa kok Ma kalo di jodohin." tambahku dengan senyum selebar daun kelor.

"Eh?" Mama heran mendengar omongan anaknya yang cantik ini. Beda dari orang pada umumnya yang menolak, aku malah dengan senang hati ingin dijodohkan.

"Daripada jomblo, Ma. Capek Kaia tuh kerja di kantor."

'PLETAK'

Mama memukulku tepat di kening yang bekas kejedot pintu kemarin. Jangan tanya lagi sakitnya.. BANGET T.T.

"Aduh Mama, sakit banget sumpah." ujarku sambil meringis menahan sakit.

"Lebay, mana sini mama liat." Tuh kan, kebiasaan orang tua tuh begini. Siapa yang mukul, siapa juga yang bingung.

Mama menarik lembut kepalaku dan mengusap bekas jitakannya tadi. "Iya kay, merah sedikit." Mama malah terkekeh pelan setelah melihat hasil karyanya di kepalaku.

"Tuh kan Mama nyebelin banget sih."

"Maafin Mama deh kay."

Jidatku yang berharga.

Aku marah pada Mama yang sembarangan memukul kepala anaknya. Jadi, aku mendiamkan Mama yang terus-terusan minta maaf. Tapi itukan durhaka ya? Dosa nanti jadinya.

"Ya." daripada dosa maafin ajalah.

"Assalamualaikum." suara Julian menggema seantero rumah ini.

"Walaikumsalam." ujarku dan Mama berbarengan.

Dia mendekatiku dan Mama yang sedang duduk di sofa ruang keluarga. Kemudian matanya menatapku dan menyipit menyadari sesuatu.

"Itu jidat mba kenapa?"

Sorry I Forget YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang