8. Kecewa

4K 209 7
                                    

Maaf ya kalo banyak typo..

"Tumben jam segini udah siap kuliah?" aku melirik Dimaz yang duduk sambil mencomot pisang goreng yang baru matang.

"Kamu yang buat, ay?"

"Hmm."

"Hari ini ada kuliah pagi banget. Kamu yang sabar aja ya.. Sebentar lagi bebeb Maz bakalan lulus kok."

Idih udah gila. Tadi dia bilang apa? Bebeb maz? Bebek maz kali kan sukanya nyosor. Eh ya ampunn. Pergilah pikiran kotor.

Tanpa sadar aku memukuli kepala mesumku ini.

"Oh iya, hari ini kamu kerja kan?" Dimaz memelukku dari belakang. Tangannya mencegah tanganku untuk memukul kepalanya. "Jangan dipukul dong sayang. Kalo sakit nanti aku bobonya ama siapa?"

Dimaz meletakan dagunya dipundakku.

Malu gila.

"Maz, kamu berangkat jam berapa?" aku berusah menghindar darinya.

"Jam 7 kayaknya."

"Bentar." aku melepaskan pelukannya. "Ini hampir jam 7. Aku juga mau kerja."

Dia menggaruk kepalanya. "Kamu kerja ya hari ini? Nyesel kenapa harus kuliah sih."

Aku tersenyum melihat Dimaz yang makin terlihat sifat manjanya. "Lagian bego banget ga lulus-lulus."

"Waktu itu aku cuti satu semester abis nikah sama kamu. Biar kita bisa fokus tiap malemnya." Dimaz menaik turunkan alisnya.

Ya Tuhan.. Kenapa Dimaz sengklek?

Otakku tak terlalu bodoh buat terpancing kata-katanya yang menjerumuskan pada hal berbau negatif.

"Kopinya di meja ya. Aku mau mandi."

"Ikut dong." Dimaz menarik tanganku dan menatapku dengan wajah paling menggelikan yang pernah aku lihat.

Tanganku yang lain mencubit lengannya. "Dimaz jangan mesum disini."

"Di kamar boleh dong? Jadi gak sabar pengen ke kamar. Kenapa sih harus kuliah."

Apa dia gak malu kalau aja bibi lewat sini terus mergokin Dimaz si anak kuliahan yang omongannya kaya bocah alay.

"Aduh sakit Kaia." dia mengelus bekas cubitanku. "Kok ada istri bringas kaya kamu ya?"

Jahat banget sih ngataian aku bringas.

"Bodo ah. Mau mandi nanti berangkatnya sama pak Azka aja." aku menatapnya pura-pura berani padahal mah hati udah ciut.

"Jangan coba-coba." Dimaz balik menatapku dengan rahang yang mengeras. "Aku mau telpon si Adelia temen kamu."

"Lah, emang punya?"

"Punyalah. Dulu kalo pulsa kamu abis minjemnya hape si Adelia buat ayang-ayangan."

Aku melongo mendengar omongannya. "Kapan? Aku gak mau inget bodo." pipiku merona menahan malu.

"Idih pipinya merah." Dimaz makin menggodaku. "Aku berangkat dulu. Inget berangkatnya sama Adelia."

"Iya.. Ini mau mandi dulu."

Aku berlari menuju kamar mandi yang ada di dalam kamar.

Sekitar lima belas menit kemudian. Aku keluar dari kamar mandi.

Sepertinya si Dimaz udah berangkat.

"Lama banget mandinya si eneng."

Aku mengelus dadaku. Kalau aku nenek Tiara yang tinggal di samping rumah dulu mungkin jantungku udah loncat.

Sorry I Forget YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang