Hari masih gelap gulita di temani dengan suara gemericik hujan yang mengenai kaca mobil Anora dan papanya. Huft enak pasti deh kalo tidur pake selimut di kamar.
"Anora di belakang ada payung ngga?"
"Ada pa. Kenapa?"
"Sini salim." Aku langsung salim kepada papaku dengan perasaan bingung. Aku diam saja memperhatikan apa yang akan dilakukan papaku selanjutnya.
"Sana turun Anora ngapain kamu diem."
"Papa nyuruh aku jalan kaki pakai payung ke sekolah? papa nurunin aku di jalan?" Ujarku kaget bukan main. Jahatnya papaku.
Papa langsung berdecak sebal dan membuang nafas kasar, "See Anora kita udah sampai dari tadi makanya jangan mikirin tidur aja, nanti kamu cuci muka sebelum belajar. Udah sana turun deh jangan kaya siput." Papa mendorong-dorong tubuhku ke pintu.
"Eh?" Aku hanya pasrah dan mengambil payungku. Sejak kapan papa jadi cenayang begini?
"Dadah papa. See you soon." Aku turun dari mobil papaku dan berjalan masuk ke sekolah.
Hujan semakin lebat disertai dengan angin kencang yang menerpa badanku, payungku pun sempat ingin terbang.
"ANORA!" waa suara cempreng siapa itu? aku langsung berbalik badan dan mendapati Aditia dengan pakaian yang hampir basah semua berdiri di hadapanku, di bawah payungku yang kecil ini.
"What the hell Aditia ini payungnya kecil baju lo juga basah, jangan nempel gue."
"Yaelah basah dikit doang. Ayok ke kelas beauty."
"Ih najong." aku memukul bahunya keras sambil menghentakkan kakiku. Aku langsung berlari dengan payungku meninggalkan Aditia.
"Ah kamfret basah celana gue hadooh." ucap Aditia frustasi karena celananya terkena cipratan dariku.
Sesampainya di kelas aku langsung menutup payungku dan menaruhnya di tempat yang sudah disediakan di depan kelas. Saat aku memasuki kelas aku melihat Lana dan Jannet sedang berbicara serius dengan posisi Lana membelakangiku.
"Hello guys. Are you remember me?" sindirku karena sedari tadi tidak ada yang menyadari keberadaanku. Lana menoleh ke arahku dengan muka datarnya. Ada apa?
"Ngga usah nanya ke gue." ujar Lana sambil berjalan ke luar kelas, sempat aku melihat Lana bertabrakan dengan Aditia.
"Ada apa Jann? kenapa Lana?" tanyaku bingung pada Jannet.
"Maafin gue Ra maafin gue." Jannet menundukkan kepalanya sambil bergumam tidak jelas.
"Ada apa." tanyaku lagi. Tapi yang ku dapat malah suara isakan Jannet. Aku membujuknya beberapa kali untuk berbicara tapi hasilnya nihil, dia masih saja menangis. Akhirnya aku memutuskan untuk membawanya ke UKS daripada dia belajar dengan keadaan seperti ini.
Sepanjang jalan aku hanya diam sambil memapah Jannet, Jannet juga hanya diam. Saat kami hampir sampai UKS tiba-tiba tubuh Jannet ambruk ke lantai, aku shock tanpa sempat menahan beban tubuhnya. Jadilah Jannet seperti pel-pelan. eh?
Tanpa pikir panjang aku mencoba membangunkannya dengan mengguncang-guncangkan badannya."Jannet bangun. Kita belum nyampe UKS ini bukan ranjang jadi jangan tiduran disini." aku masih mengguncangkan badannya sambil menepuk-nepuk pipinya sampai ku rasa ada orang yang mendorongku cukup keras.
"Aw." pekikku saat aku terjatuh dengan posisi tangan menopang tubuhku. Tanganku tergores semen sampai menimbulkan sedikit darah.
"Lo apain Jannet hah? Anora how dare you."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love & Friend
Teen FictionPersahabatan yang dijalin dari pertama mereka bertemu dan saling bertukar nama. Cinta datang tanpa adanya si pemanggil pun sempat menggoyahkan rasa. Akankah persahabatan dan cinta mampu bersatu tanpa menghilangkan salah satu dari kata?