13

95 10 3
                                    

Pagi yang cerah untuk memulai hari dengan semangat baru dan sebuah senyum. Kira-kira seperti itu yang Jimin rasakan sekarang. Setelah ia kembali bangun dari masa kritisnya. Dengan cepat ia dapat pulih seperti sedia kala -kecuali lebam yang masih terpantri dengan apik di wajah tirusnya-.

Setelah menghabiskan sarapan hambar yang -entah bagaimana bisa menjadi terasa seperti makanan mewah dari restoran bintang lima yang terkadang menjadi tempat ia dan Yong Yoo untuk makan berdua- telah di sediakan oleh Rumah Sakit. Jimin langsung bergegas meninggalkan ruang rawatnya. Kemana lagi tujuannya selain ruang rawat Yong Yoo?

Lagi-lagi senyum lebar -yang terasa sakit akibat memar di sudut bibirnya- terukir dengan indahnya di bibir berisinya yang menyebabkan mata sipitnya tenggelam ketika ia tersenyum.

"Annyeong chagi-yaaaaa~"

Sepertinya hari ini adalah hari yang benar-benar membahagiakan untuk Jimin. Dengan langkah yang terasa ringan ia melangkahkan tungkai kakinya yang berotot itu mendekati tempat tidur Yong Yoo.

"Halo sayang" Sapanya dengan riang seraya mencium pipi Yong Yoo dengan sayang.

"Aigoo... kau tampak lebih kurus sayang. Apakah asupan yang mereka beri tak dapat memenuhi kebutuhan mu eoh?" Ucapnya sambil mengelus rambut Yong Yoo dengan sayang.

"Aku ada kabar baik untuk kita" Bisik Jimin dengan mesra kemudian terkekeh geli. Tangannya mengelus tangan Yong Yoo dengan lembut kemudian menggenggamnya dengan sayang.

"Kau tahu?" Ucapnya sambil mengecupi punggung tangan Yong Yoo dengan sayang.

"Kemarin disaat aku masih dalam masa kritis aku mendengar suara Seokjin" Ucap Jimin memulai ceritanya sambil menatap wajah Yong Yoo yang masih terlelap dengan tenangnya.

"Aku mendengar ia bercerita tentang sebagian kisah masa kecil kalian. Aigooo ternyata kekasih ku cengeng sekali yaa" Ucapnya sambil mencubit pipi Yong Min pelan. Sebuah senyum tipis terlihat di bibirnya.

"Seokjin juga menceritakan bagaimana pentingnya dirimu baginya"

Jimin mengangguk "Aku sangat setuju dengan apa yang ia ucapkan tentang bagaimana pentingnya dirimu. Karna..."

Jimin terdiam sesaat. Perasaan sesak itu perlahan muncul ke permukaan hatinya diikuti rasa menyesal yang mendalam. Kini ia benar-benar merasa menyesal akan tingkahnya yang menyebabkan ini semua.

"Karna apa yang ia rasakan itu sama seperti yang aku rasakan" Ucap Jimin sambil memainkan jemari dingin Yong Yoo. Ia mengeratkan genggamannya berharap dapat menyalurkan kehangatannya kepada Yong Yoo.

Keheningan tercipta diantara mereka. Hanya suara detak jantung Jimin yang berirama cepat dan alat pengukur detak jantung yang berirama teratur meramaikan mereka dalam keheningan. Memainkan melodi tentang kisah mereka berdua.

Debaran di dalam dada Jimin masih sama. Debaran itu sama seperti debaran pertama kali Jimin melihatnya. Dan pada saat debaran itu terjadi hatinya mengetahui jika ia adalah tulang rusuknya yang hilang.

Jimin menundukkan kepalanya. Sebuah senyum dan rona merah yang sangat tipis menghiasi pipi tirusnya. Ia terus tersenyum dan menikmati setiap debarannya.

Jimin mengangkat kepalanya dan menatap kearah Yong Yoo sambil memainkan jemarinya yang ia genggam

"Apa kau ingat pertemuan pertama kita Yongie?"

Bersamaan dengan pertanyaan yang ia lontarkan sebuah layar lebar yang tak kasat mata berada di dalam fikirannya. Dan perlahan layar itu menampilkan memori-memori tentang mereka dari waktu ke waktu.

All of Sudden | K.S.J BTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang