Chapter 8 : Memories

82 15 3
                                    

Daniel POV
"Jaga dirimu baik-baik sayang, aku akan segera kembali."

"Kau juga sayang, ingatlah bahwa aku akan selalu ada untukmu."

"Baiklah aku berangkat, selamat tinggal Clara."

"Cepatlah kembali Daniel, aku akan setia menunggu dirimu kembali."

***

Aku mendapati diriku terbaring di lantai. Apakah aku sudah mati?

Aku melihat sekeliling masih dalam posisi terbaring. Sebuah ranjang, meja makan dan lemari. Semuanya berada di dalam suatu ruangan kecil.

Belum. Aku belum mati.

Lalu bagaimana aku bisa di sini? Aku bahkan hampir mati tadi.

"Hey, kau sudah sadar?" Tanya seseorang.

Aku duduk dan melihat sesosok yang sangat kukenal sedang berbaring santai di atas ranjang tak jauh dariku. Kazu.

Dia melirik ke arahku dan tersenyum.

Aku bingung. Untuk apa dia tersenyum? Aneh.

"Selamat Daniel, kau sudah menggunakannya," kata Kazu.

"Hah? Selamat? Selamat apa? Menggunakan apa?" Tanyaku kebingungan.

"Kafu sufah fefakai fiNA afilifymu," kata Sugu sambil makan.

"Sugu, telan dulu makananmu itu baru berbicara."

Aku merasa aneh.

"Apa tadi kau bilang? Fi-N-A? Apa itu?" Tanyaku. Entah kenapa sekarang aku jadi banyak tanya.

Sugu mengacungkan jarinya ingin menjelaskan tapi Kazu mencegahnya dan menggeleng.

Aku semakin bingung. Apa yang mereka sembunyikan dariku? Kenapa mereka menyembunyikannya dariku?

Rasa-rasanya aku menginginkan satu jawaban menyeluruh tentang semua pertanyaanku selama ini.

Kemudian setelah itu Kazu dan Sugu melanjutkan aktivitasnya. Sugu makan dan Kazu tidur.

Aku pun memutuskan untuk mengambil makanan secukupnya dan beranjak tidur lagi. Rupanya aku masih kelelahan setelah semua yang terjadi.

***

"Clara," aku berlutut di hadapannya, "maukah kau menikahiku?"

Clara tersipu malu. Ia tidak menyangka aku akan berbuat senekat itu.

"Tentu saja sayangku, aku..aku bersedia."

Akupun memasangkan cincin yang kubawa ke jari manisnya. Itu tampak cocok sekali untuknya.

Wajah gadis itu memerah. Ia menunduk. Rambut abu-abu tuanya jatuh ke depan. Ia tampak sempurna bagiku.

"Daniel," katanya sembari memberdirikanku dari posisi berlutut, "apakah kamu sudah memikirkan hal ini baik-baik? Kamu tahu kan kalau di umur 22 kamu masih belum cukup mapan untuk membina sebuah keluarga."

"Aku sangat yakin Clara, denganmu apapun akan kulakukan. Apapun. Hanya untukmu."

Ia kembali tersipu malu.

"Akankah kau, Daniel Pearce bersedia menerima Clara Heart dengan sepenuh hatimu dan penuh tanggung jawab?" Kata sang Pendeta.

"Aku bersedia," ujarku lantang dan yakin.

Semua hadirin bertepuk tangan. Aku sangat bahagia.

Aku memandang Clara penuh dengan rasa kasih sayang. Aku sangat mencintainya.

Aku menggendongnya ke rumah baru kami. Ia sangat senang. Mata birunya berkaca-kaca. Kami menghabiskan malam itu bersama.

Aku bekerja sebagai OB untuk memenuhi kebutuhan kami berdua.

6 bulan kemudian saat Clara sedang mengecek kesehatannya, dokter mengatakan bahwa dia tidak bisa memiliki anak.

Aku sadar akan kesedihannya. Apa ada seorang istri yang tidak gelisah jika tahu dia tidak akan memiliki anak? Kalaupun ada, itu tidak ada hubungannya denganku.

Akhir-akhir ini dia sering merenung tapi saat kutanya 'ada apa?' Dia bilang bahwa tak ada yang harus kukhawatirkan.

Aku berusaha untuk mencari penghasilan yang lebih banyak. Aku keluar dari pekerjaan menjadi OB dan mulai mencari pekerjaan lagi.

Aku berjalan di trotoar kota lalu aku menginjak sebuah selebaran pekerjaan dengan bayaran yang besar. 'Tanpa pengalaman' terpampang di selebaran itu.

Aku segera bergegas menunjukkan itu kepada Clara. Dengan berat hati dia setuju. Dia sangat khawatir padaku.

Di saat hari pertama aku bekerja, aku meyakinkan Clara sekali lagi. Dia tersenyum.

Aku pun pergi.

YuukiNaura—

ESCAPE - It Just BeginTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang