Chapter 6

52 7 0
                                    

[Minggu, 8.00]

Sinar matahari di pagi yang cerah menyinari seluruh ruangan kamar membuat Jeanna terbangun dari tidurnya yang nyenyak. Ia terbangun dengan menghadap sisi jendela, sehingga cukup silau untuk  melihat cahaya pertama kali setelah bangun tidur. Kali ini ia terlalu lelah untuk bangun pagi seperti biasanya.

Ia menguap beberapa saat dan memicingkan matanya lalu mengucek mata hazelnya beberapa kali. Ia kenakan sandal rumahnya dan memakai sweater yang semalam ia lepas. Walaupun matahari sudah secerah ini, tetap saja suhu udara di daerah perumahan itu dingin.

Ia buka pintu kamarnya dan mendapati sebuah goresan cakar yang amat panjang di balik pintunya. Jeanna terkejut dan menjauhi pintu tersebut. Goresan itu sangat tinggi dan cakarannya sangat besar. Hampir seluruh pintu terkena goresan tersebut.

Dengan cepat ia pergi kebawah dan membuka pintu teras depan. Tidak ada apa-apa kecuali koran baru di karpet teras. dipungutnya koran tersebut dan berbalik memasuki rumah.

Astaga!! teriakan Jeanna begitu keras hingga terdengar orang-orang di depan rumahnya.

"CHOKI!". Ia melihat anjingnya tergeletak di lantai bersimbah penuh dengan darah segar, menjadikan sudut tembok menjadi berwarna merah gelap.

Bola matanya yang keluar terlihat dalam matanya yang bolong dan gelap, kulitnya yang terobek dari tubuhnya memperlihatkan sedikit bagian tulangnya, rahangnya yang patah membuat mulutnya terbuka lebar, dan ekornya yang putus entah kemana bagiannya yang hilang.

Lalat-lalat berkeliling menghinggapi anjing tersebut. Jeanna tak khasa melihat anjing malangnya dan menutup mulut dengan kedua tangannya. Air mata pun keluar membasahi pipi-pipinya yang mulai memerah. Suara tangisan terdengar dan ia memeluk anjingnya dengan erat.

"Chiko.. dari mana kau semalam?" Ucapnya terbata-bata karena tidak bisa menahan nangis lagi. Ia angkat kepala Chiko dengan pelan. Terasa retakan tulang secara bersamaan, berat kepala anjing tersebut sudah berbeda dengan yang dulu. sangat ringan.

Darah merah yang berlendir menempel di tangan Jeanna. Orang-orang di luar rumah Jeanna mulai mengintip ke arahnya, penasaran apa yang terjadi di dalam sana.

[Senin]

Dalam beberapa minggu lagi akan terjadi ulangan harian yang banyak. Dari pelajaran sejarah sampai hitungan maupun olahraga. Jeanna sudah memutuskan mengerjakan pr nya kemarin. Untungnya sudah semua selesai dan tinggal ia berikan kepada guru yang bersangkutan.

"Mengapa kau terlihat sangat capek?" tanya Daniel yang berjalan mengikuti Jeanna.

"Tidak apa-apa" Jawab Jeanna seperti biasanya.

"Kauu tidak perlu bohong, anjingmu mati kan?" Jeanna langsung menatap Daniel.

"Bagaimana kau tahu?" Tanyanya dengan tatapan terkejut.

"Kau sendiri bahkan tidak merasa ya? berita tentang kematian anjingmu sudah menyebar". Jeanna tercengang. Terhenti langkahnya dan menatap Daniel kembali dengan tatapan seperti tidak percaya.

"Tidak mung.."

"Kauu membiarkan pintu rumahmu terbuka. Salah satu dari teman kita melihat kejadiannya". Jeanna semakin tercengang mendengar apa yang dikatakan Daniel.

"Siapa si brengsek itu?!!" Teriak Jeanna yang tidak terkendali.

"Shh shh Jeanna pelankan suaramu, orang-orang akan melihatmu". Ucap Daniel menenangkan Jeanna. "Aku tidak peduli siapa itu, kau tahu dari mana cerita itu?!" Tanya Jeanna yang membuat emosinya semakin memuncak.

"Aku tidak tahu dari mana awalnya, tetapi orang-orang disekitar sedang membicarakan tentang itu dan aku mendengarkan..". sebelum Daniel sempat mengakhiri pembicaraannya, Jeanna langsung pergi meninggalkan Daniel dan pergi ke arah hutan kecil yang menghubungkan sekolah dengan lapangan tertutup.

Daniel sempat mengejar Jeanna, tetapi kemudian berhenti. ia bisa merasakan sahabatnya sedang butuh sendirian. lagi.

Jeanna duduk di samping batu yang dibuat khusus untuk tempat duduk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Jeanna duduk di samping batu yang dibuat khusus untuk tempat duduk. Melihat di depannya terdapat sebuah ladang cukup luas yang berukuran sekitar setengah hektar menuju ke kota.

Jeanna mengingat kembali tentang hidupnya yang sendiri. Tetapi kali ini ia tidak menangis. Ia hanya merasa sendiri dan tidak mempunyai kehidupan seperti orang yang normal. Beberapa kali ia hanya dimanfaatkan oleh orang-orang sekitar. terutama pada saat ia masih kecil. Ia tidak bisa melakukan apa-apa, diam dan memerhatikan kebahagiaan orang lain. Itupun ia sudah cukup senang.

I'm not crying, because i already see the world crying.

Suara-suara orang berteriakan di sekitar Jeanna. Mengejutkannua ketika ia melihat Daniel melambai-lambaikan tangannya tanda mengisyaratkan Jeanna untuk pergi menjauh dari sana. Seseorang tak dikenal memakai baju hitam telah memegang pisau yang terlihat sangat tajam dan pistol.

Ia tembak pistol itu keaatas dan terdengar suara ledakan yang menimbulkan orang-orang panik. Orang itu menghadap ke arah Jeanna dan mengulurkan pistolnya ke badan Jeanna. Ia mencoba lari tetapi..

DUARRRR

Dua tembakan tepat mengenai pinggang kanan Jeanna. ia terjatuh secara fatal membuat kepalanya terbentur mengenai lantai. Darah mengalir ke seluruh baju Jeanna.

Bisingan suara orang-orang teriak meneriak adalah yang didengar Jeanna. Semua menjadi buram, nafas sudah mulai berat dan ia sudah bisa mendengar suara detak jantungnya. Seseorang telah datang ke arah Jeanna.

"JEAAANN!!" Itu lah salah satu suara yang hanya bisa didengarnya. Suara Daniel. Kini terlihat ada tiga orang, dua menahan Daniel dan satu berdiri dihadapannya. Tonjokan keras mengenai wajah Daniel membuat ia tidak sadarkan diri.

Jeanna berusaha membuat dirinya tetap sadar tetapi orang tersebut telah memegang kepalanya dengan kedua tangannya.

"Halo sayang, kau selanjutnya". digoyangnya leher Jeanna ke kanan dengan keras hingga kepalanya terputar terbalik. retakan tulang dan saraf yang putus di leher telah dirasakan Jeanna. Kini semua berubah dengan pemandangan yang gelap

IMMORTAL SUICIDE : the next victimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang