Chapter 1 (Revisi)

18.8K 233 1
                                    

Ini versi revisinya, semoga lebih enak si baca yaa ;)

Jangan lupa untuk Vomment :D

*********

Lily POV

Lily Anissa Pradipta, nama yang diberikan oleh kedua orang tuaku. Yaa, lily adalah nama bunga yang begitu indah. Mommy memang pecinta bunga itu. Dan asal kalian tau, dari nama itulah harapan besar kedua orang tuaku tercipta untukku.

Oke ini adalah hari pertamaku masuk sekolah menengah atas, bersamaan dengan Alexander Parker sahabatku sejak kecil dan telah menjelma menjadi kakak untukku. Kesabaran yang dia punya dalam menghadapi setiap tingkah menyebalkan yang ku punya membuatku tau, dia begitu menyayangiku seolah aku adalah adiknya yang begitu rapuh. Perlindungannya selama ini membuatku perlahan bergantung padanya, hingga kini aku tidak mau berjauhan darinya.

Pagi ini kami berdua masih dirumahku padahal bel sekolah 15 menit lagi dan perjalanan ke sekolah memerlukan waktu 30 menit.

"Ohh sh*tt Alex kita terlambat dihari pertama kita masuk sekolah!!" suara hebohku menggema di ruangan ini. Yang benar saja, aku kan ingin jadi anak teladan.

Suara hebohku disambut oleh suafa santainya. "Haha sudahlah Lil tenang saja, kau ini aneh. Kau kan sudah biasa telat.." sial, ini pernyataan yang tepat bukan hanya ledekan biasa. Yepp Alex memang suka meledekku seolah itu hobinya.

Aku merengut kesal, memang sudah biasa tapi aku sedang malas mendengar omelan yang tidak penting itu. Alex yang tidak pernah ingin aku marah padanya langsung gelapan, dalam hati aku terkikik geli. Rasakan.

"Ohh come on jangan seperti anak kecil Lil aku hanya bercanda," bujuknya. Sadar itu tidak berhasil ia merentangkan tangan. "Aku minta maaf..." suara memelas itu membuatku tidak tega dan langsung berhambur kepelukannya. Hangat, rasa sayangnya membuatku merasa jadi adik terberuntung di dunia.

Umur kami memang berbeda setahun, ia lebih tua dariku tapi kami satu angkatan. Bukan karena ia tidak naik kelas, tapi karena aku yang terlalu cepat sekolah. Alex terkekeh melihat sifat manjaku yang tidak pernah berubah.

Ohh yaa mungkin kalian heran dengan cara bicaraku yang formal. Hemm aku akan sedikit menjelaskan, aku memag sudah terbiasa bicara formal karena pada dasarnya aku bukan lahir di Indonesia.

Aku lahir dan dibesarkan di kota Melbourne yang tidak lain adalah kampung halaman opa dan daddy. Kami baru pindah ke Indonesia 4 tahun yang lalu, dan aku masih belum terbiasa dengan bahasa gue-lo yang sangat khas bagi kaum remaja Indonesia.

Sebenarnya aku sangat malas pindah ke Indonesia, bukan karena tidak suka negara ini tapi karena, hemm ada sedikit kenangan buruk yang tidak enak di ingat dan sangat ingin kulupakan.

Andai aku bisa memilih, aku ingin di Jerman dengan grandpa ku disana tapi, yaa keadaan memaksaku untuk tinggal disini. Untung aunty alex ada yang tinggal di Indonesia, jadi ia ikut pindah denganku.

"Alex kau kemobil duluan saja aku ingin pamitan pada daddy," ucapku. Aku bergegas ke kamar daddy dan membuka pintu kamarnya. Seperti biasa, ruangan ini tampak gelap seperti tak berpenghuni. Kunyalakan lampu kamar itu.

Dan disanalah, di balkon sebagai pusat ruangan ini. Daddyku duduk seperti tak bernyawa, tatapan matanya kosong, entah apa yang ia pikirkan. Daddy adala pria yang sangat tampan, bukan melebih-lebihkan tapi itulah faktanya. Diumur 40 tahun ini beliau bahkan masih terlihat tampan.

Keadaan daddy memang sudah lama seperti ini, bahkan sejak aku masih sangat kecil. Tolong jangan bertanya siapa penyebab keadaannya seperti ini.

Aku berlutut di depannya. "Hay dad, Lil ingin berangkat ke sekolah. Daddy baik-baik dirumah. Oh yaa nanti oma akan datang kesini untuk menemani daddy," ucapan yang selalu tanpa jawaban.

Aku tersenyum dan menghela nafas, ku cium punggung tangannya. "Daddy.. i miss you, please come back dad. Aku dan kak Bian butuh daddy, tak apa jika daddy tak ingin kembali untukku, tapi tolong.. setidaknya kembalilah untuk kak Bian dan yang lain, kami semua ingin dad kembali. Love you dad love you so much," ucapan sekaligus untaian doa yang kuharap suatu saat akan terjawab.

Ku kecup kening, kedua pipi dan hidung daddy, kegiatan rutin yang menguras tenaga baik fisik maupun perasaan. Aku bergegas keluar rumah lalu menghampiri bi Novi asisten rumah tangga dirumahku ini.

"Bi nanti jam 8 seperti biasa suapi daddy jika tidak mau jangan dipaksa, oma akan datang dan mungkin papa dan mama juga akan menginap, jadi tolong siapkan kamar yaa," pesanku pada bi Novi.

Setelah memberikan pesan, aku langsung berlari masuk mobil Alex. Mobil itupun melaju menembus kemacetan Jakarta.

Drrttt..dddrrrtttt ponselku berdering, aku tau itu pasti papa karena memang papa lah yang sering menelfonku pagi hari.

"Hallo pa.." jawabku semanis mungkin untuk papa Varo, ia adalah adik daddy yang pertama. Daddy memiliki dua adik, yang pertama adalah papa Varo dan yang kedua adalah ayah Kevin. Dan mereka berdua sangat menyayangiku.

"Assalamualaikum cantikk, sudah berapa kali papa peringatkan." ucapan papa membuatku meringis.

"Hihi i'am sorry, waalaikumsalam papaku yg sangat tampan," ucapku berusaha merayunya agar tidak kesal padaku.

"Haha honey, kau ini bisa saja, papa memang tampan seperti opa, daddy dan ayah mu. Oh iya sayang.. bagaimana kabar daddy mu? apakah dia masih susah untuk makan?" pertanyaan yang membuatku sesak. Seminggu ini papa memang bertugas di luar negri, makanya sekarang ia bertanya kabar daddy.

"Masih sama pa, tapi dokter sudah datang kemarin, Hey nanti papa dan mama jadi menginap kan? kak Rio juga, huhh sombong sekali dia, ia bahkan belum menginap selama sebulan ini," celotehku. Sngaja kualihkan topik yang bisa merubah mood ku itu.

"Tentu sugar. Oh sudah waktunya rapat. See you honey, Assalamualaikum," ucap papa sebelum menutup telfonnya.

"Waalaikumsalam," jawabku dengan suara lirih. Huhhh oerbincangan ini saja bisa membuatku lelah.

Papa dan mama sudah kuanggap seperti orang tua ku begitu pula ayah dan bunda. Yaa seperti yang kuceritakan tadi, papa dan ayah adalah adik-adik daddy yang sangat baik dan untungnya anak mereka tidak pernah iri kepada ku. Meskipun papa dan ayah membagi rasa kasih sayangnya untukku, karna yah pada dasarnya keluarga besar kami memang saling berbagi kasih sayang.

Bagi papa, anak daddy dan anak ayah adalah anak-anaknya juga, ayah pun begitu dan pastinya jika daddy tidak dalam kondisi ini pasti daddy juga begitu.

Alex menepuk pundakku dan tersenyum "Kau kuat Lil, aku yakin itu.." kata-katanya seperti mantra untukku. Yaa aku harus kuat, karena jika aku menyerah seharusnya itu kulakukan sejak dulu. Lagi pula aku beruntung karena selama ini aku dikelilingi orang yang menyayangiku dengan tulus. Jadi untuk apa mengasihani diri sendiri.

I Love You, Daddy (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang