4

44 4 2
                                    

Hari ini benar-benar melelahkan. Dan lagi memalukan. Apa yang aku katakan tadi? Apa bener yang aku liat Gifthan-- ah udahlah. Peduli amat. Emangnya buat apa dipikirin?

Aku memasuki rumah, "Assalamu'alaikum..." aku melihat ayah sedang sibuk dengan korannya, "Kamu bawa mobil tadi Chel??"

"Iya."

"Kamu nggak apa-apa kan??" ayah memperhatikanku dari atas hingga ke bawah. "Udah ayah bilang kamu itu nggak boleh bawa mobil seenaknya. Mentang-mentang udah bisa bawa mobil, main pake aja. Tadi tuh kamu harusnya dianter ayah aja."

Aku melentingkan tubuhku. "Nggak apa-apa yah. Kan biar nanti kalau udah punya SIM jadi terbiasa." jawabku enteng. So? Alah biasa karna terbiasa, kan?

Ayah menggeleng sambil berdecak malas. "Kamu ini, jagonya ngeles aja. Dasar. Alexy Nichela." ayah beralih kembali fokus pada koran yang sedang dipegangnya.

Ibu datang dari arah dapur. Duduk di samping Ayah sambil membawa dua cangkir teh. "Chel, gimana les gitarnya??"

"Hmm? Apa bu? Oh.. Gitu-gitu aja sih" aku sedikit bingung mau berkata apa. Les saja tidak.

Ibu menunjukku, "Tuh kan. Lebih bagus kamu itu ikut les piano aja dibanding gitar. Biar lebih feminim gitu." Ya elah bu, yang penting kan bisa main musik. Lagipula yang bermain piano bukan hanya wanita saja.

Aku menuju dapur. Mengambil air putih dan meminumnya. Aku benar-benar haus.

"Les piano bu? Ogah ah. Nanti ketemu Gifthan terus, bosen kan. Lagian kan aku udah jago main piano." sudah habis minum satu gelas, tetapi masih haus.

"Lagian kamu les gitar juga tetep ketemu Gifthan kan??" ibu menimpali. Aku mengiyakan, benar juga apa katanya. "Emangnya kenapa? Dia itu kan udah kayak pacar kamu."

Aku langsung tersedak mendengar perkataan ibu, "A--A
Apa bu? Pa--pacar? Cih, ogah amat sama dia." aku bergidik ngeri.

Ibu menggelitikku, "Nanti suka lho..." ibu menatapku jahil.

Astaga, ibu ini.

Aku langsung teringat sesuatu. "Ibu, jangan bilang kayak gitu dulu. Takutnya nanti jadi do'a." Apalagi bukannya do'a ibu itu akan terkabul ya??

Ibu tersenyum, "Emangnya kenapa kalau bakal kejadian??"

Aku yang malas menanggapi ibu dengan membicarakan hal seperti itu berusaha mengalihkan pembicaraan. "Ibu, Gisi dimana??"

Ibu memutar bola mata, tahu aku akan melakukan ini. "Mungkin ada di kamar."

Aku langsung menuju kamarku yang sedikit terbuka pintunya. Menyimpan tas dan gitar pada tempatnya kemudian merebahkan diri di kasur. Aku melihat ke arah balkon, Gisi disana.

Aku mendekati Gisi, tersenyum senang ke arahnya. Memeluknya erat.

"Gisi, kamu mau denger aku curhat nggak??" Gisi hanya diam, aku menganggap itu jawaban iya.
"Jadi, tadi itu aku kan pergi les gitar, terus pas disana guru yang namanya Anna belum ada,  padahal aku kan udah ngaret banget.
Aku kan bosen nungguin, aku pergi aja ke ruang les piano, yaa siapa tau ada Gifthan. Tapi pas aku liat kesana, kamu tau nggak? Ternyata Gifthan lagi pelukan sama Anna. Gifthan nyamperin aku, aku nyangkanya dia mau jelasin gitu, tapi... Aku yang kegeeran. Aku maluuuuuu banget. Menurut kamu gimana??" curhatku panjang lebar. Sedangkan Gisi masih menatap lurus ke depan dengan posisi yang sama. Menghiraukan curhatanku.

"Ihh... Gisi ko diem aja? Biasanya kan kamu jawab pertanyaan aku." aku mengerucutkan bibirku. Kemudian menatap apa yang Gisi tatap. Aku membulatkan mataku, melihat sesuatu yang ada disana. "Oalah, aku tau kenapa kamu liat terus kesana."

Not Bad LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang