Beberapa minggu kemudian.
Tidak terasa waktu berputar begitu cepat. Aku sekarang berada di sebuah tempat yang biasa aku kunjungi. Kelas. Tetapi kali ini aku bukan akan mengikuti kegiatan belajar mengajar. Melainkan mengikuti lomba Olimpiade Fisika tingkat Nasional.
Ya. Sekolahku, lebih tepatnya kelasku sendiri terpilih sebagai tempat olimpiade tahun ini. Entah aku harus bahagia atau bosan mengikuti lomba di tempat yang sama untuk belajar. Yang pasti, aku akan mengikuti lomba ini sebaik mungkin. Dan mendapatkan hasil yang sebagus mungkin.
Aku menengok ke arah samping. Banyak peserta lomba yang berasal dari sekolah lain. Mereka semua sainganku. Bahkan peserta yang ada di depanku, dia berasal dari sekolah berlabel internasional.
Sebersit perasaan ragu tiba-tiba menyelimutiku. Aku merasa dibawah mereka, tidak bisa menandingi mereka, dan akan kalah telak.
"Chel!!" aku menoleh saat mendengar namaku dipanggil. Kyza. Dia berada di depan pintu sambil mengepalkan tangannya ke atas memandangku dengan ceria. Menyemangatiku. Oh.. Apa aku harus bahagia disemangatin sama cowok yang aku sukain? Harus. Eh-- apa aku beneran suka sama orang itu?? Iya. Jujur aja, aku mulai punya perasaan ke Kyza. Nggak bisa dijabarin kayak gimana itu semua. Pastinya, aku tertarik sama Kyza. Mungkin karena aku sama dia duduk sebangku dan sering barengan. Berarti quotes yang pernah aku baca waktu itu bener. 'Perasaan itu datang karena adanya kebersamaan.' Buktinya, sekarang aku suka sama Kyza.
Aku tersenyum pada Kyza. Tanpa bersuara mengatakan 'Makasih!' Kemudian Kyza melangkah pergi. Jangan salah. Dia sengaja datang untuk menungguku dan menyemangatiku. Dia memang tidak mengikuti lomba Fisika bahkan tidak akan sudi. Karena aku tahu, dia malas belajar Fisika. Dan terlanjur tidak menyukai Fisika. Tetapi akhir-akhir ini, karena aku yang mengajarinya dia mau belajar Fisika dan berusaha untuk menyukai pelajaran yang satu ini. Tetapi untungnya dia seperti Gifthan. Ahli dalam bidang Matematika. Sungguh, aku baru menyadari Kyza begitu cerdas. Meski tidak secerdas Gifthan, aku menyukainya.
Peserta yang ada di depanku--berasal dari sekolah internasional tadi-- menoleh. "Kyza itu pacar kamu?" Wait, apa yang dia bilang? Hey, kenapa dia bisa kenal Kyza?
Aku menggeleng. Orang itu dengan santai mengatakan, "Nichel kan? Kamu tau? Aku ini sepupunya Kyza. Dia sering cerita soal kamu. Kayaknya dia suka deh sama kamu. Aku kira kalian udah pacaran." orang yang menyebutkan dirinya adalah sepupu Kyza itu tersenyum ramah. Dan aku hanya menggeleng lagi.
Btw, kata-kata Kyza yang waktu itu dia omongin--dikira jantungan-- emang serius. Tapi aku belum jawab apapun. Dan dia nggak pernah bahas itu lagi. Kita sering bareng aja kayak biasa. Dan entah kenapa suatu perasaan muncul gitu aja tiba-tiba. Kayaknya 'laser cinta 100 volt Kyza' tepat sasaran. Sok hiperbola? Emang. Cinta emang hiperbola. Mana mungkin litotes!?
Suara pengumuman dari speaker terdengar. 'Lomba akan dimulai.' Kali ini aku fokus memandang sang pengawas yang sedang membagikan soal. Aku berharap bisa mengerjakannya dengan sempurna.
***
"Gimana?? Gampang nggak??"
Aku menggeleng, "Ada dua soal yang aku ngasal jawabannya." kemudian mengerucutkan bibir.
Kyza menyodorkan air mineral botol kehadapanku. "Ya udah. Nggak apa-apa. Ini minum dulu!" aku langsung menegak air itu sampai habis setengahya. Kyza mengacak rambutku pelan. "Haus banget??" aku mengangguk mantap. Dia menarik lenganku. "Ayo ikut aku!"
"Ke mana?"
Kyza tersenyum penuh arti. "Ke hati aku mau nggak?" perkataannya itu langsung aku balas dengan memukul punggungnya pelan. "Ke suatu tempat pokoknya kamu ikut aja dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Bad Life
Teen FictionApakah ada orang yang tidak tahu apa itu takdir? Ada, ia adalah Nichel. Dia sama sekali tidak tahu apa itu takdir. Ia hanya menjalankan kehidupan saja.