12

22 2 0
                                    

"Za? Ngapain di situ?"

Kyza berdiri sambil nyengir. "Mmm.. Tadinya aku mau kasih kejutan. Eh ketauan deh!" dia menggaruk punggungnya yang mungkin sebenarnya tidak gatal.

Aku tertawa renyah. "Kamu ini ya, masa ngumpet di belakang tong sampah! Nggak elit banget deh. Nggak bau apa?"

"Hehe.. Yaa habis mau dimana lagi coba? Aku bingung."

Aku tertawa lagi. "Udah deh. Ayo masuk!! Eits~" aku menariknya  yang mulai berjalan memasuki gerbang. "Mau ngasih kejutan apaan??"

"Ada deh.. Masuk dulu dong..."

Kami duduk berdua di ruang tamu. Ibu dan Ayah belum pulang. Aku di rumah hanya ditemani satu orang pelayan dan sopir pribadi ayah. Jangan lupa kucingku, Gisi. Aku membawakan jus mangga kesukaan Kyza beserta beberapa makanan ringan.

"Apa kejutannya?" tanyaku penasaran.

Kyza meneguk jus. Kemudian menatapku dengan tatapan yang aneh. "Tapi janji kamu harus nerima ini ya??"

"Emang apaan sih??!"

Kyza menyimpan sebuah kertas di atas meja. Aku mengambilnya cepat, penasaran. Sebuah foto. Foto Kyza dengan ayahnya, terlihat di belakang mereka ada tulisan 'Puncak Gunung Rinjani'.

Aku mengernyitkan dahi. Kyza mengacak rambutku pelan. Aku menatapnya, "Kita muncak yuk nanti pas liburan sekolah!!" aku terkejut. Apa yang dia bilang? Muncak?

"Biasa aja kali liatnya say." dia tersenyum kecil.

"Aku kaget aja. Aku belum pernah muncak ke gunung. Eh--kayaknya pernah deh. Tapi naik Jeep."

Dia tertawa pelan. "Ckckck.. Ini muncak beneran. Kita jalan."

Aku mengerucutkan bibir. "Kan cape. Nanti kalau aku pingsan di jalan gimana?"

"Nanti aku gendong kamu ko." dia tersenyum penuh arti. Dasar Kyza.

"Kalau kamu juga nggak kuat gimana?"

"Ya.. Mungkin kita mati bareng disana." aku langsung mencubit tangannya keras.

Aku mengangguk. "Ya udah. Gunung mana?"

Kyza sempat berpikir sebentar. "Gunung Rinjani aja juga."

Aku yang sedang meminum air sedikit tersedak. "Hah? Nggak bosen? Kan udah sama papa kamu."

"Kenapa harus bosen? Liat kamu terus aja aku nggak bosen-bosen." Dasar gombal.

Rinjani? Okelah.

"Oke. Aku nurut aja."

Kyza mengacak rambutku lagi. "Emang harus nurut kan say." aku memutar bola mata malas. "Nanti kita kesananya naik mobil dulu. Aku yang bawa mobil." aku mengangguk.

"Kita pergi cuma berdua?"

"Kak Dimas ikut. Tapi beda jalan katanya."

"Maksudnya??"

"Kak Dimas sama kita beda jalurjalan ke puncaknya. Supaya kita bisa berduaan." Kyza menaikkan alisnya sebelah. Sedangkan aku tertawa pelan.

Kyza emang punya seribu cara supaya kita punya waktu bersama. Dia tipe cowok yang pengertian dan romantis. Oh iya, btw orangtua aku--ibu sama ayah--udah tau hubungan kita. Mereka awalnya rada kaget gitu. Malah nyangka kalau aku jadian sama Gifthan.Tapi sama Kyza mereka bilang sih boleh-boleh aja. Jalanin dulu. So, yang penting nggak ganggu pelajaran. Malahan Kyza buat aku tambah semangat belajar ko, kadang kita suka belajar barengan. Dan Kyza juga sama. Dia keliatan lebih rajin belajar dibanding sebelumnya. Baguslah, artinya aku bisa 'ngebakar' semangat dia.

Not Bad LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang