Niel POV
Aku memandang kosong ke arah minuman di depanku. Ya, di usiaku yang sudah memasuki kepala 3, salah satu kebiasaan burukku yang tidak bisa di hilangkan adalah merokok dan minum alkohol saat sedang bingung. Di kamarku, ada seorang gadis, emm, wanita yang sedang berbaring sejak beberapa jam lalu. Siapa lagi kalau bukan orang ketiga itu. Karenina.
Aku mengingat kejadian tadi. Tatapan pria itu, suami Sasa, pun tak kalah terkejutnya dengan aku dan Nina. Betapa lucu takdir mempermainkan kami bukan? Aku mencintai Sasa, dan Nina mencintai pria yang menjadi suami Sasa. Aku terkejut melihat mereka, namun aku pria, aku bisa mengendalikan perasaanku. Maka itu aku segera menoleh ke arah Nina hanya untuk mendapati wanita itu langsung pingsan. Aku segera menangkap tubuh luar biasa seksinya itu, dan meminta maaf kepada mereka berdua dengan alasan Nina sedang sakit. Ada sorot kekhawatiran di mata suami Sasa, aku bisa melihatnya. Namun dengan pintar segera ditutupinya.
Hah. Pria macam apa itu. Mencintai 2 wanita dalam waktu bersamaan. Dan Nina, aku tau ini menyakitkan untuknya. Mengapa tetap dilanjutkan?
Lamunanku buyar saat aku mendengar suara pintu terbuka. Kepalaku segera mencari sumber suara, dan mendapati Nina berdiri disana. Astaga. Dia sangat menggoda dengan rambutnya yang sedikit berantakan dan muka bangun tidurnya.
"Maaf Pak. Kenapa saya bisa disini? Ini dimana?", tanyanya bingung.
"Tadi kamu pingsan. Aku bawa aja ke apartment aku karna aku gatau tempat kamu tinggal", jawabku santai.
"Terimakasih. Saya rasa saya bisa pulang sekarang", katanya datar. Aku membelalakkan mataku. Apa dia gila?! Dia pikir jam berapa sekarang? Apa ada kendaraan umum ataupun taksi pada jam 2 dini hari?
"Bermalamlah disini. Sudah jam 2 dini hari. Tidak akan ada kendaraan umum dan aku rasa aku tidak dalam keadaan cukup baik untuk mengemudi.", kataku. Dia menoleh ke arah botol botol kosong di hadapanku. Ya, aku memang tidak mabuk karena sudah biasa minum. Namun bukan berarti aku bisa mengemudi bukan? Daripada terjadi hal yang tidak tidak, lebih baik menghindarinya.
Dia terlihat ragu, namun tidak punya pilihan lain. Sedikit kasihan melihatnya, dia terlihat canggung. Mungkin tidak tau harus berbuat apa. Kembali ke kamar, atau menghampiriku.
"Apa kamu merasa pusing atau apa?", tanyaku. Dia menggeleng. Aku mengangkat tanganku, mengisyaratkan wanita itu untuk menghampiriku. Dia terlihat berpikir sejenak sebelum akhirnya berjalan ke arah bar kecilku dan menempati beberapa kursi dari kursiku. Astaga, wanita ini.
"Apa kamu lapar? Mau makan?", tanyaku. Astaga, kenapa aku jadi terdengar seperti ibu ibu sih. Sedetik, aku bersumpah, selama sedetik aku dapat melihat sinar geli di mata wanita ini. Namun segera ditutupi nya lagi dengan wajah super datarnya.
"Tidak", katanya. Aku menghela nafas.
"Mau bercerita?", tanyaku pelan. Hatiku masih sakit, tentu. Tapi aku tau Nina merasa lebih rapuh dariku. Dia tersentak, sifat defensif nya kembali terlihat. Aku menghela nafas. Aku bukan tipe pria yang suka mengumbar perasaan, pun cerita hidupku. Tapi mengapa tidak jika bisa membuat dia merasa lebih baik?
"Mau mendengar sebuah cerita?", tanyaku. Sampai dia menolak mendengar ceritaku, hilang total sudah harga diriku. Dia mengangkat sebelah alisnya.
"Saya baru tau bapak tipe pria seperti itu.", katanya datar. Deg. Aku dapat merasakan wajahku memanas. Sialan.
"Hey aku hanya bermaksud baik.", kataku defensif.
Dia diam. Aku pun memilih diam.
"Istri pacarmu itu.. aku mencintainya. 22 tahun mengenalnya, 15 tahun mencintainya. Miris bukan?", tanyaku pelan. Menceritakannya tidak mudah. Aku harus menahan denyutan menyakitkan di dadaku. Dan lagi, kenyataan aku mencintai Sasa hanya diketahui oleh Fendy.
KAMU SEDANG MEMBACA
Third Person ( completed☑)
RomanceTidak ada satupun wanita di dunia ini yang menginginkan menjadi orang ketiga. Begitu pula aku. Aku memimpikan menikahi pria yang mencintaiku dan menatapku lembut penuh cinta. Namun takdir berkata lain. Nyatanya aku hanyalah orang ketiga Hingga akhir...