Si Bodoh yang Mencintaimu

13.4K 870 14
                                    




       

Her eyes and words are so icy oh but she burns like rum on the fire

Hot and fast and angry as she can be I walk my days on a wire

It looks ugly, but it's clean, oh mama don't fuss over me

Way she tells me I'm hers and she's mine

Open hand or closed fist would be fine

The blood is rare and sweet as cherry wine

Calls of guilty thrown at me all while she stains the sheets of some other

Thrown at me so powerfully just like she throws with the arm of her brother

But I want it, it's a crime that she's not around most of the time

-          Cherry Wine by Hozier

Seperti biasa, Nina duduk di sebuah gazebo dan menatap sendu ke hamparan laut luas. Entah terpisah berapa jauh jarak antara dia dan pria yang begitu dirindukannya. Duduk di gazebo saat pagi hari menjadi kebiasaan Nina beberapa minggu ini. Merenung seraya menikmati angina pagi, seraya menunggu seseorang yang biasanya tiba pada kapal pertama di pulau tersebut. Lamunan Nina pecah saat kapal pagi ini sudah sampai di dermaga. Dengan perlahan Nina pun berdiri dan menunggu di dekat kapal tersebut untuk menyambut seseorang.

"Selamat pagi, Pak." sapa Nina seraya sedikit membungkuk pada orang di hadapannya. Orang tersebut mendengus dan mengusap bahu Nina pelan.

"Udah dibilang jangan formal. Kamu ini."

Nina meringis. Dia sulit mencoba untuk tidak menggunakan bahasa formal pada pria yang sudah menjadi atasannya selama kurang lebih 4 tahun.

"Iya, Pa maaf. Kebiasaan."

Martin Radowijaya tertawa dan menuntun Nina untuk kembali ke kamar Nina. Ya, Martin rutin mengunjunginya sejak beberapa waktu lalu. Membawa banyak sekali perlengkapan untuk Nina seperti susu untuk ibu hamil, vitamin untuk Nina, makanan-makanan bergizi, dan masih banyak lagi. Bahkan administrasi homestay diurus oleh Martin untuk 1 bulan. Pikiran Nina menerawang pada kejadian 3 minggu lalu.

Flashback

Setelah Niel menamparnya, Nina sempat terdiam untuk beberapa lama. Kemudian, dengan hati yang hancur, dia mencoba melihat keberadaan Niel dan untungnya pria itu tidak ada di kamar. Nina dengan bergegas membereskan seluruh barangnya dan pergi cukup jauh di homestay lain yang sedikit terpencil. Dia tau meskipun semuanya mencari, mereka tidak akan terpikir mencarinya di homestay ini. Nina hanya diam beberapa hari di homestay tanpa keluar hingga feelingnya mengatakan ketiga orang itu benar-benar sudah pulang ke Jakarta. Nina segera mengeluarkan kartu SIM nya dan mengganti nya dengan kartu SIM yang baru. Dia benar-benar ingin sendiri untuk menenangkan diri. Lagipula, kehadirannya akan memperburuk segalanya. Dia tidak diinginkan.

Namun di hari-hari itu, Nina baru menyadari gejala gejala aneh pada tubuhnya. Pusing-pusing yang sering melanda, saat dia muntah kemarin, payudara yang terasa sedikit sensitive dan mudah sakit, hingga kesadaran tamu bulanannya yang sudah lewat dari tanggal biasanya. Nina bukan drama queen yang ingin melaksanakan kabur kaburan ataupun apa, apalagi dengan kesadaran bahwa mungkin ada nyawa yang tumbuh dalam perutnya. Satu sisi hati Nina merasa senang, karena dia membawa bagian dari Niel dalam dirinya. Hanya saja terkadang dia menangis mengingat tamparan pria itu di pipinya, sebagai indikasi dia tidak cukup berharga untuk disayangi oleh Niel. Nina bertekad merawat sendiri bayinya, dan ia sadar ia memerlukan bantuan. Dia tidak mungkin menjalankan semuanya sendiri.

Pat, sepertinya aku hamil.

Sent

Tidak lama setelah pesan itu dikirimkan, Pat segera menghubunginya. Nina menceritakan kejadian itu secara detail, termasuk hubungannya dengan Randy, dan Pat menangis. Pat mengatakan maaf berkali-kali untuk Nina dan Ninapun menangis bersama Pat. Tanpa membuang waktu, Pat segera memberi tahu Martin untuk mengurus Nina di pulau tersebut sampai Nina berniat pulang ke Jakarta. Hubungan Pat dan Martin akhirnya membaik, karena tampaknya Martin mulai mau memaafkan dirinya sendiri untuk kehilangan Lana.

Third Person ( completed☑)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang