All I need to know is where to stopTake my hand and show me forever so never will I ever let you go
Let's write our story, and let's sing a song
Let's hang our pictures on the wall
All these precious moments that we carved in stone are only memories after all
You gave me hope, but I've got to let go
- Memories by Shawn Mendes
Author POV
From : martinradowijaya
To : kareninanat80
Subject : Janji Temu
Selamat siang Karenina, saya ingin bertemu di ruangan saya setelah makan siang. Bisa?
Email dari bosnya membuatnya terpaku. Sejak ditugaskan menjadi sekretaris sementara Niel, dia sangat jarang bertemu Pak Martin. Tampaknya Pak Martin pergi mengurusi cabang lain selama beberapa minggu.
Nina menghela nafas lelah. Dua minggu berlalu sejak perjalanan dirinya dan Niel ke New York, dan dua minggu itulah hubungan keduanya menjadi canggung.
Dapat Nina ingat perasaannya saat bangun di pagi itu dalam keadaan telanjang dan berada di pelukan Niel. Terkejut bukan main dan tanpa dicegah dia berteriak, membuat Niel yang tadinya masih terlelap menjadi sadar. Pria itu tampak mengernyitkan dahi sejenak dan mengamati sekelilingnya, kemudian mengamati Nina, kemudian menggeram frustasi.
Wajah Nina kembali memerah. Sejak saat itu, mereka hanya berbicara seperlunya saja. Bukan karena marah, sungguh. Nina tidak marah sama sekali apalagi menyalahkan Niel, karena dia sadar hal itu tidak mungkin terjadi jika dia menolak. Mereka diam lebih karena malu. Nina rasa Niel merasa bersalah hingga tidak berani mengajaknya berbicara. Sedangkan Nina begitu malu untuk memulai percakapan dengan pria itu. Meski begitu, pekerjaan keduanya tidak terbengkalai. Mereka tetap bertemu seperti biasa di kantor, mendiskusikan hal seputar bisnis, dan beberapa kali makan siang atau malam bersama. Nina berjanji pada dirinya sendiri, hal ini tidak akan dibiarkan. Dia tidak ingin kehilangan satu-satunya sahabatnya, dan dia bertekad mengajak pria itu berbicara mengenai masalah itu sebelum jarak keduanya semakin melebar.
Ponsel Nina bordering, menariknya secara paksa dari pikirannya.
"Na, aku sudah di lobby kantor kamu."
Randy. Pria nya semakin aneh. Kunjungan yang tadinya hanya 1 minggu sekali, sekarang meningkat menjadi hampir setiap hari. Randy yang sebelumnya sibuk dan tidak punya waktu kini selalu meluangkan waktunya untuk Nina. Entah di sela istirahat makan siang, atau sekedar mampir ke apartment nya sebentar untuk berbincang.
"Oke. Aku turun. Wait for me ya sayang", balas Nina lembut. Nina dengan cepat mengetik balasan persetujuannya untuk datang ke ruangan Pak Martin sebelum bergegas turun menemui Randy.
"Yuk Ndy"
Randy mengangguk dan menggandeng tangan Nina, hal yang sebelumnya tidak pernah Randy lakukan di depan umum.
"Ndy, kalo ada yang kenal Raisa gimana?", bisik Nina sedikit panik.
"Tidak akan. Ayo, waktumu hanya 1 jam bukan"
Randy membawa Nina menuju restoran mewah dan memesan ruang VIP untuk mereka berdua, meminimalisir kemungkinan ada orang yang mengenali mereka berdua.
"How's today?", tanya Randy setelah mereka memesan makanannya.
"Yah, just so so. Seperti biasa, urus meeting urus dokumen. Tidak ada yang menarik", gerutu Nina. Randy tertawa dan mengecup bibir Nina singkat.
Nina tertegun. Akhir-akhir ini, jantungnya tidak berdebar dengan hebat lagi saat bersama Randy. Tidak, cintanya tidak berkurang sama sekali, Nina yakin itu. Hanya saja debarannya berkurang. Berbeda jika Niel mengusap bibirnya, atau mencium lehernya, atau....
KAMU SEDANG MEMBACA
Third Person ( completed☑)
RomanceTidak ada satupun wanita di dunia ini yang menginginkan menjadi orang ketiga. Begitu pula aku. Aku memimpikan menikahi pria yang mencintaiku dan menatapku lembut penuh cinta. Namun takdir berkata lain. Nyatanya aku hanyalah orang ketiga Hingga akhir...