"Benar ini tempatnya?", tanya Nina entah untuk kesekian kalinya. Niel berdecak.
"Iya! Ini kan temanku. Tidak mungkin aku salah alamat"
Nina menatap Niel ragu.
"Ini lebih terlihat seperti istana dibandingkan rumah sakit ataupun klinik"
Niel tertawa.
"Loh, kapan aku bilang kita akan ke rumah sakit? Aku hanya bilang kita akan ke dokter dan temanku adalah dokter."
Niel berjalan seraya menggandeng tangan Nina, memaksa wanita itu mengikutinya. Setelah berbicara dengan satpam mengenai janji temu dengan temannya, mereka diantar sang satpam untuk pergi ke dalam.
"Dia teman baik aku selama aku kuliah di London. Setelah lulus kedokteran dia kembali ke kota asalnya, di New York sini. Orangnya agak bawel dan aneh, jangan hiraukan dia dan ucapannya. Oke?"
Nina hanya mendengus.
"Tega ya kamu berkata seperti itu mengenai temanmu. Jangan-jangan kamu juga memberikan label yang buruk padaku dan mengatakannya pada orang lain." Lagi-lagi Niel tertawa dan mengacak pelan rambut Nina.
"Kamu beda."
"Apa bedanya?", sengit Nina.
"Jangan pacaran di depanku bisa?!" sebuah suara menginterupsi perdebatan kecil mereka.
Nina menoleh ke arah suara dan terkejut saat melihat kecantikan yang menguar dari sosok yang berdiri di sana. Wanita itu, yang Nina belum ketahui namanya, berdiri dengan tangan yang berada di pinggang dan raut wajah kesal yang lucu. Kecantikannya sangat alami, terlihat tidak didapat dari operasi apapun. Rambutnya bergelombang mencapai pinggang, dengan kedua bola mata besar yang indah, hidung yang mungil dan bibir yang merah. Nina sebagai wanita saja, merasa iri melihat wanita itu. Bagaimana dengan pria?
"Siapa yang pacaran!", balas Niel ketus, mengembalikan Nina dari lamunannya.
"I thought you already move on from Sasa. But you got me wrong. Kasian deh.", balas gadis itu cuek.
"We will fight all day long right?" Niel tertawa dan akhirnya melangkah maju, membawa sosok gadis itu ke dalam pelukannya. Seketika Nina merasa terasingkan. Ada sedikit perasaan tidak suka melihat Niel memeluk orang lain.
Astaga! Hilangkan pikiran itu!, batin Nina.
"Jadi siapa cewe cantik ini? I feel surprised enough ada yang mau sama kamu."
Niel kembali menghadap Nina dan merangkulnya santai.
"Kenalkan, ini Karenina. Nina, ini Eliza"
Eliza menjulurkan tangannya ke arah Nina dengan senyum yang sangat lebar. Siapapun yang melihat Eliza, akan segera menyimpulkan dia gadis yang periang.
"Hello, I'm Eliza. A pleasure to meet you, Karenina. Kok kamu tahan sih dekat-dekat sama pria ini?"
Nina tertawa kaku. Dia sulit berbaur dengan orang baru. Jika biasanya dia bersosialisasi untuk urusan bisnis saja dan bisa bersikap professional, dia tidak tau bagaimana bersikap untuk bersosialisasi di luar urusan bisnis.
"Sudah, jangan ganggu dia.", kata Niel saat melihat kecanggungan Nina. Eliza mendelik ke arahnya.
"Iya, Tuan Cerewet. Jadi, ada perlu apa kamu ke sini?"
Hening. Niel bingung dari mana harus menjelaskan.
"Saya mau lepas spiral", Nina memilih untuk berkata jujur. Sudah cukup ia merepotkan Niel. Melihat wajah merah Niel saja sudah membuat Nina mengerti bahwa Niel malu untuk mengatakan tujuan awalnya bertemu Eliza.
KAMU SEDANG MEMBACA
Third Person ( completed☑)
RomanceTidak ada satupun wanita di dunia ini yang menginginkan menjadi orang ketiga. Begitu pula aku. Aku memimpikan menikahi pria yang mencintaiku dan menatapku lembut penuh cinta. Namun takdir berkata lain. Nyatanya aku hanyalah orang ketiga Hingga akhir...