2 | Citadel (part 2)

12K 914 180
                                    

Keluar dari kafe, kaki Olivia melangkah menuju trotoar dan disuguhkan dengan pemandangan bangunan dalam Citadel yang luar biasa cemerlang dan diarsiteki dengan dedikasi sangat tinggi. Wanita itu masih ingat betul bagaimana ia dulu terkesima saat pertama kali memasuki kota kecil yang rancang bangunnya padat rapi ini. Sementara di bagian atas, seluruh lahan disatukan oleh atap transparan yang memiliki jaring-jaring pembentuk kubah. Membatasi mereka dengan sinar matahari langsung dan udara kotor dari luar. Tak pernah dibuka sejak apokalips terjadi. Sebagai bangunan dome yang ketiga, begitulah tempat ini diberi nama Kubah Gamma.

 Sebagai bangunan dome yang ketiga, begitulah tempat ini diberi nama Kubah Gamma

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Belakangan Olivia tahu bahwa bahan baku mayor dari tempat ini adalah Titanium. Logam kuat namun relatif fleksibel dan ringan, dengan titik lebur tinggi, resisten terhadap korosi, serta konduktor panas yang kurang baik. Karakteristik itulah yang minimal membantu mereka bertahan dari perang asteroid bulan lalu. Olivia tak perlu mengalkulasi berapa total biaya untuk membangun kota mini sehebat ini. Yang jelas, investasi besar-besaran dari kaum intelijen telah terbukti menyelamatkan hartanya yang tak ternilai, Emily.

Walaupun demikian, Olivia menganggap semua pernak-pernik ini hanyalah wajah tersenyum yang terlihat di luar. Make up tebal yang mendandani seorang putri tanpa kebahagiaan dari dalam diri. Cedric sendiri bilang kalau pemerintahan King Adras sedang mengalami masalah yang cukup serius. Dalam metafora kali ini, Olivia merasa sangat sama dengan Citadel. Wanita itu kini berusaha tersenyum tegar menyapa beberapa orang yang lewat di trotoar. Tanpa memedulikan perasaannya sendiri yang sedang kacau, hanya agar tampak seperti makhluk sosial yang normal.

Olivia sempat berhenti di selasar rumah pondok kecil di samping kafe. Ia memerhatikan gadis berambut cokelat kastanya lewat jendela kaca besar yang berhiaskan manekin baju dan topi di dalamnya. Barulah Olivia tersenyum tulus begitu tahu kuda poni kecilnya tengah bermain riang dengan beberapa boneka dan buku bergambar di dalam sana, bersama seorang wanita bernama Moza.

Jam Olivia bergetar. Ia segera sadar bahwa waktu sedang memburunya. Wanita itu langsung melenggang pergi dan berhenti di samping rambu-rambu jalan tak jauh dari sana, seraya mengecek arloji di pergelangan tangan. Memastikan bahwa dirinya tidak terlalu mepet dengan pukul delapan.

Sistem dua puluh lima jam ini membuatnya harus serta-merta menyesuaikan diri. Entah bagaimana, satu jam tambahan yang sedari dulu ia gandrungi sebagai orang yang beraktivitas padat, ternyata tidak menghasilkan beda yang cukup besar. Bahkan, terkadang ia sendiri masih kalah cepat dengan sang waktu.

Sistem aneh itu tentu hanya salah satu fenomena radikal yang ada di dalam masyarakat Citadel. Menurut berita di televisi, beberapa aturan baru akan segera dilegalkan. Tentu setelah melalui kontroversi panjang. Olivia rasa ia bisa mengerti masalah itu. Membangun kembali peradaban yang runtuh adalah hal yang sangat mudah--hanya jika para pemerintah menggunakan kemampuan sihir. Sayangnya mereka tidak sedang hidup di dalam negeri dongeng, seperti yang biasa ia ceritakan kepada Emily tiap malam menjelang tidur.

HEXAGON [2] | Singularitas Hitam Putih ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang