Borrasca PART 2

1.6K 39 0
                                    


Src: cpi fb

“Di bawah Triple Tree
Seseorang telah menanti
Akankah aku pergi atau tetap di sini
Nasibku takkan berbeda, tak berarti.”

“Selamat pagi.”

Kata-kata sebelumnya menguap ke awang-awang dan aku bangun dengan tergagap. Jimmy Prescott sedang berdiri menghadap tembok dekat pintu, wajahnya terlihat memesona seperti biasa, namun terlihat sedikit terganggu karena mendapatiku sedang tidur saat bekerja.

“Sial. Maaf, Tuan Prescott. Saya tidak mendengar Anda masuk.”

“Asal kau tahu, aku juga bekerja di sini waktu masih kecil. Aku memasang bel pada pintu untuk alasan seperti ini. Sayangnya, hal itupun tidak membuatmu bangun,” dia tertawa. Aku menggumamkan permintaan maaf lain dan meluruskan tumpukan kartu nama di depanku untuk menghilangkan kikuk.

“Begadang?”

“Ah … agak.” Padahal sangat.

“Kuharap, kau tidak di luar sana, mengelilingi api unggun dan menenggak alkohol bersama teman-teman peminum bawah umur lainnya.”

“Tidak, Pak.” Padahal tepat seperti yang ia katakan.

“Bagus. Aku di sini hanya untuk makan siang, sebenarnya. Aku mau ayam parmesan dengan alpukat di atas roti gandum.”

“Siap, Tuan.” Senang karena percakapan berakhir, aku berjalan menuju konter roti lapis dan membuka pembungkus roti gandum.

Jimmy Prescott berjalan mundur dari konter dan dengan malas mengamati foto-foto di dinding yang sudah ia lihat sebanyak ribuan kali. Kebanyakan foto-foto tersebut berasal dari keluarga Prescott, diambil pada abad sebelumnya. Aku selalu menganggap foto-foto itu sebagai hiasan dinding yang ganjil, namun, toko ini memang dinamai berdasarkan nama keluarga tersebut.

“Meera ada?” tanya Prescott saat aku membungkus roti lapisnya.

“Di belakang.”

“Ah … kupikir dia masih di St. Louis. Hmm … nanti setelah selesai, keberatankah kau memanggilkannya untukku?”

Sial.

“Tidak. Saya akan panggilkan nanti.”

Kuulurkan pesanannya dan pergi menuju tempat Meera. Dia berada di kantor, memencet tombol-tombol di kalkulator tanpa kenal lelah.

“Uh, Meera? Jimmy Prescott di depan. Dia ingin bicara denganmu.”

Dia menoleh dan memasang mimik ragu. “Dia bilang ini mengenai apa?” aku menggeleng.

“Baiklah,” desahnya. “Kau boleh pulang, Sam.”

“Tapi … kau yakin?” Jam kerjaku masih tiga jam lagi.

“Dia satu-satunya pelanggan yang datang sejak kita buka. Tak usah khawatir, kau tetap kubayar penuh, Nak.”

“Thanks, Meera. Eh, semoga lancar, kukira.”

Aku mengangguk simpatik dan dia menepuk lenganku. Aku benar-benar tidak mengerti bagaimana dia melakukannya. Mungkin, Meera merupakan manusia paling tertekan dan mempunyai beban hidup terberat di Drisking, namun, dia tidak pernah gagal untuk menjadi sosok yang luar biasa baik.

Aku pergi dari toko lewat pintu belakang sehingga tak perlu berpapasan dengan Jimmy Prescott. Mata kekuningannya yang aneh selalu membuatku tak nyaman. Ditambah lagi dia benar-benar tipe orang yang gemar mengawasi anak buahnya.

Aku melompat masuk ke dalam mobil dan mengirim pesan pada Kyle bahwa aku sudah keluar dari tempat kerja. Dia langsung membalas dan mengatakan agar aku cepat-cepat menyusul. Dengan senang kulepas apron dan memundurkan mobil. Danau Crystal merupakan tempat favoritku di Drisking.

Original Horror Stories (Indonesia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang