Chemical

2K 94 7
                                    

"Chemical"
Author: Kilkenny
Source: Creepypasta.com, creepypasta Indonesia

Translator: Beruthiel

**************************************************

Kalau kau tanya sudah berapa lama kami ada di bawah sini, aku tak tahu. Kami tak bisa melihat matahari, dan tak ada yang menggunakan arloji. Tapi itu toh tidak penting, karena sepertinya tak ada lagi yang tersisa di atas sana.
Saat ini kami tinggal berenam, tapi tadinya ada tujuh. Teriakan teman kami sudah berhenti, dan aku merasa lagi. Sulit rasanya untuk tidur kalau setiap malam harus mendengar suara-suara teriakan dan benturan di pintu besi. Aku meringkuk di balik selimutku dan menatap mereka yang tersisa; ada empat pria dan seorang wanita, semuanya kusut dan berantakan. Kami semua bekerja di tempat ini, tapi sekarang, tempat ini menjadi penjara kami. Kami menumpuk persediaan makanan kami di tengah-tengah ruangan supaya tak ada yang curang mengambil lebih dari jatah yang ditetapkan. Tumpukannya sekarang rendah sekali; mungkin hanya ada cukup untuk tiga hingga empat kali makan saja.
Tak ada tempat tidur, hanya ada selimut dan tumpukan kertas untuk kami jadikan tempat tidur darurat. Ada satu toilet di ujung koridor, yang airnya untungnya masih mengalir. Total ada tiga ruangan di bawah sini, termasuk satu ruang kerja berisi komputer-komputer dan rak-rak. Listrik dan kamera CCTV masih berfungsi, tapi semua komputer dan jaringan internet mati sebagai bagian dari protokol darurat. Kami tak bisa mengontak dunia luar.
Kami bekerja di fasilitas militer dan melakukan eksperimen dengan beragam bahan kimia. Akan tetapi, suatu hari, ada kebocoran bahan kimia, dan hasilnya fatal. Mereka yang terkena dampaknya langsung mengalami muntah-muntah hebat yang tak bisa terhenti, hingga akhirnya mereka mulai memuntahkan darah mereka sendiri. Tak ada seorangpun yang bertahan hidup selama lebih dari beberapa jam. Bahan kimia itu nampaknya juga menyebar lewat air liur, cairan empedu dan darah, sehingga kena setitik saja bisa fatal.
Kami harus melempar keluar salah satu teman wanita kami yang sedang hamil karena kami memergokinya muntah-muntah di toilet. Dia bilang itu hanya mual pagi biasa, tapi kami tak mau ambil resiko. Suaminya, Barry, mencoba menghentikan kami, mengumpat dan menyebut kami binatang. Kami memukul kepalanya dan mengikatnya ke pipa besi di ujung ruangan. Dia berontak dan menggeram di balik sumbatan mulutnya, matanya nampak buas dan liar. Kami tahu kami harus memberinya makan, tapi tak ada yang mau melakukannya. Jadi, kami hanya membagi-bagi makanan di antara kami sendiri.
Semua orang yang masih hidup kini mulai saling curiga, gelisah dan gampang terkejut. Kami saling memerhatikan perilaku masing-masing dengan rasa curiga. Tak ada lagi yang bicara. Kami tahu tinggal masalah waktu saja sebelum gas kimia itu mencapai kami. Hal itu terus menggedor-gedor benak kami, perlahan menggerogoti kewarasan yang masih tersisa.
Barry sekarang sudah mati kelaparan, dan tumpukan makanan kami juga sudah habis. Aku menarik selimut menutupi kepalaku dan berusaha tidur, namun perutku terlalu lapar. Samar-samar, aku mendengar suara-suara bisikan. Aku melihat ketiga orang yang tersisa duduk meringkuk berdekatan; aku mengenali mereka sebagai Marcus, Daniel dan Eileen. Mereka menoleh menatapku dengan pandangan liar, kemudian mulai mendekatiku dengan ekspresi lapar. Aku mendadak memahami apa yang mereka inginkan, dan aku buru-buru berdiri serta berlari.
Marcus mencengkeram kerahku, tapi aku berhasil melepaskan diri. Daniel mencoba menangkapku, tapi aku mendorongnya sampai ia menabarak Eileen. Aku buru-buru melewati mereka dan masuk ke ruang komputer, mencoba membentuk barikade dengan meja-meja dan rak. Aku bisa melihat mereka dari balik kaca pintu dan jendela ruangan, menggedor-gedor dan berusaha masuk. Akan tetapi, sesuatu nampaknya menarik perhatian mereka di ujung koridor, karena mereka langsung berhenti dan menoleh ke arah itu dengan tatapan tajam.
Orang kelima di antara kami, Jackson, nampaknya baru selesai menggunakan kamar mandi, tak menyadari apa yang sedang dilakukan ketiga temannya. Aku mencoba berteriak memberi peringatan, namun suaraku serak dan tenggorokanku kering. Tapi sudah terlambat; aku melihat wajahnya dibenturkan ke kaca. Aku menatap ngeri ketika mereka membenturkan wajahnya berkali-kali sampai hancur berlumuran darah, sebelum tubuhnya diseret.
Mereka sudah pergi, tapi nanti mereka pasti akan kembali. Aku kelaparan, jadi aku mencari-cari di berbagai rak dan lemari, dan akhirnya menemukan sebatang cokelat. Aku memakannya dengan lahap, namun rasa puas itu hanya berlangsung beberapa menit sebelum aku kembali merasa lapar. Mereka akan kembali, dan aku harus mempertahankan diri.
Aku melihat kapak di dalam kotak kaca darurat di ujung ruangan. Aku memecahkan kacanya dan mengambil kapaknya, lantas duduk di pojokan dan menunggu. Kalau aku harus mati, lebih baik aku mati setelah bertarung. Tak makan waktu lama sebelum terdengar bunyi kaca pecah, dan ketiga mantan temanku masuk, perlahan mendekatiku dengan pipa-pipa di tangan mereka.
Marcus mendekatiku dan mengangkat pipa untuk menghantamku, namun aku menghujamkan kapak ke dadanya. Aku melompat saat Eileen menerjangku, sehingga ia jatuh menabrak kursi. Aku menghantam Daniel tepat di kening, dan cipratan darahnya mengenai wajah serta mataku. Eileen menyerang lagi dan mencengkeram pergelangan kakiku, membuatku terjatuh. Saat ia melompat ke atasku dan berusaha mencekikku, aku menyambar kapak dan mengiris lehernya. Cengkeramannya di leherku perlahan-lahan melemah, sebelum akhirnya lepas.
Aku mendorong tubuh Eileen sambil terbatuk-batuk, lantas mendekatiku Marcus. Ia rupanya masih hidup, dan sedang merangkak menjauh dariku di lantai. Aku menginjak punggungnya, dan menghujamkan kapak ke kepalanya. Ketika aku mundur, mendadak ada tangan-tangan yang mencengkeramku dari belakang serta merenggut kapakku. Aku merasakan tusukan kecil di leherku, dan otot-otot tubuhku perlahan melemah sebelum aku terjatuh ke lantai.
Samar-samar, aku melihat sekelompok orang mengenakan baju hazmat putih-putih di sekelilingku. Ketika aku berusaha memahami percakapan mereka, apa yang kudengar membuatku ngeri, sebelum kesadaranku perlahan hilang.
"Eksperimen dihentikan."
END

Original Horror Stories (Indonesia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang