Karena satu dan lain hal. Ceritanya ku perpanjang sedikit, ya hanya SEDIKIT. Semoga tetap mengesankan. Happy reading
----------------Rasanya aku ingin kembali menikmati setiap aroma melati pagi hari rumahku. Sejuk, tenang, harum yang membuai angan. Angan tentangmu. Angan untuk setiap waktu kita yang tak akan pernah kembali.
Entah sudah berapa hari aku berbaring di rumah sakit, aku malas menghitungnya. Tidur seharian membuat tulang punggung terasa lurus.
Tak apa, setiap hari Adji datang untuk menjenguk. Tak seharipun kita lewati semua kebersamaan ini. Sejak aku masih menangis karena terjatuh saat belajar sepeda. Sudah lama sekali ternyata. Dia teman seperjuanganku sejak lama.
Siang ini Adji kembali menjengukku, wajah datar yang sudah disetting dari sananya terlihat sedikit pucat. Aku tersenyum melihatnya yang selalu 'kembali'.
Dia selalu bertanya bagaimana keadaanku, dan aku selalu menjawab bahwa aku akan pulih dengan cepat. Lalu menyuapi semangkuk bubur hambar rumah sakit. Wajah datar itu berubah menjadi cerah dan penuh senyum saat kami bersama. Sifat dinginnya mencair bagai es di musim semi.
Pertama kali mengenalnya, ia begitu pendiam. Aku berusaha keras agar dia mau bermain denganku. Aku berasal dari keluarga yang tertutup, jadi tak banyak anak seumuran yang mau bermain denganku.
Adji juga sama, sifat pendiamnya membuat banyak anak lelaki tidak mau bermain dengannya.
Aku jadi lebih sering mengajaknya ke rumahku. Mama tidak keberatan aku membawanya, Mama pikir akan lebih baik jika memiliki seorang teman dan bermain didalam rumah. Kutemukan Adji lebih sering duduk sendirian di ayunan ketimbang bermain bola bersama yang lain. Sejak saat itu aku memiliki seorang teman. Teman yang berharga.
Walau tak pernah satu sekolah, tapi kami menjalani setiap tanggal berdua tanpa terlewat seharipun. Kami bergantian saling mengunjungi rumah. Kedua orang tua kami sudah hafal, sebagai teman dari kecil jelas kami tidak bisa dipisahkan.
Melakukan segala hal bersama. Belajar, bermain, belajar sambil bermain, wisata, berpetualang, panas, hujan, badai, semua kita lalui bersama.
"Awas nanti jatuh cinta loh," ledek Mama suatu hari. Pipiku bersemu merah. Wajahku tertunduk.
"Apasii Mamaaa.. kan masih kecil ngga boleh cinta-cintaan" aku membalas gurauan Mama dengan nada gugup. Dilanjut dengan tawa dari Mama dan Papa.
Itu juga sudah lama sekali. Masa-masa bahagia kami. Masa yang hanya akan menjadi sebuah rekaman dalam memori.
Padahal diluar sana sedang mendung. Tapi Adji memaksa untuk pulang. Bagaimana kalau hujan turun? Adji tidak membawa payung atau mantel. Seharusnya dia tetap disini.
Tapi aku yakin Adji lelaki kuat. Seiring waktu ia berubah dari seorang penyendiri menjadi pria gagah. Aku takut jika aku benar-benar jatuh cinta padanya. Gelombang rasa terlarang antara sahabat yang membuat semuanya berantakan.
Tuhan, kenapa aku jadi sering merindukan sosoknya? Bagaimana kalau perkataan Mama terjadi? Sekarang aku bukan anak kecil lagi bukan?
Aku melihat keluar jendela, hujan. Seperti semua butir air membawa kenangan. Terlempar nostalgia waktu itu. Apa selama ini kita hanya teman?
Aku merindukan kenangan KITA.
----------------
Vote? Comment?
Don't be a silent reaader
Semua kritik pasti diterima
KAMU SEDANG MEMBACA
Langkah Pergi Hati
RandomDalam langkah kucoba melupakanmu. Karena ku tahu, kita tidak akan pernah bersatu.