Aku merindukan harum melati dirumahku.
Aku duduk di teras rumah Adji, melepas penat setelah berbenah kamar dan membereskan rumah. Walaupun anak tunggal aku tidak manja seperti kebanyakan dari mereka. Ayah kadang bersikap keras padaku, tidak sering memang. Ibu juga sering tidak mengurus apa yang menjadi tanggung jawab pribadiku.
Adji sudah berangkat kerja sejak subuh tadi. Entah kenapa dia tidak mau meneruskan usaha ayahnya -pedagang pakaian. Padahal yang kulihat mereka hidup berkecukupan dari usaha ayahnya.
Ayah adji keluar membawa secangkir kopi dan secangkir teh, kemudian duduk bersama di teras rumah.
"Saya ikut berduka atas apa yang menimpa keluarga kamu. Semoga kamu tetep dikasih kekuatan sama kesabaran ya nak." Ayah Adji membuka percakapan sambil menyeruput kopinya.
"Iya pak, terimakasih. Saya mohon maaf kalo saya disini jadi merepotkan bapak" kataku.
"Tidak, lagian saya ga pernah punya teman ngobrol sejak lama. Adji hanya bicara seperlunya sama saya." Kini menaruh kopinya.
"Kayanya Adji orangnya dingin dari lahir ya pak?" Tanyaku penasaran.
"Ngga, aslinya ngga begitu dia orangnya. Tapi sejak saya cerai dengan istri saya, dia jadi banyak diem, sering murung. Dia ga pernah makan masakan saya, bicara hanya sekata dua kata, ga pernah ngasih tau apa yang terjadi di sekolahnya, rapotnya atau apapun itu. Dia mendam semuanya sendirian. Mungkin kalau kamu bisa membuka kotak kecil itu, isinya bakalan meledak kaya soda kocok.
Saya tau ini kesalahan saya juga, gagal membina rumah tangga," jawabnya santai."Maaf, jadi bahas topik yang ga enak begini. Maaf ya pak," kataku cepat-cepat.
"Gapapa, itu ga masalah, lagian kamu mungkin juga harus tau kan, selain penasaran? Ahahaha...." ia tertawa. Seperti tanpa beban mengatakan hal pahit dalam ranah hidupnya. Tapi dibalik tawa itu ada sepasang mata yang menahan pilunya masa lalu.
"Kalau begitu, saya harus nyiapin buat dagang hari ini, maaf ya ga bisa lama ngobrolnya." Ia membakar sebatang rokok sambil masuk kedalam.
Aku meneguk teh yang diberikan oleh beliau. Rasanya aneh, tak seperti teh buatan ibu. Apa itu yang Adji rasakan?
Kehilangan sosok ternyata sangat berat. Tapi, mungkin banyak tahun yang akan datang aku akan tersenyum mengingat momen ini. Sebagai peristiwa bersejarah yang akan mengubah jalan hidupku. Dari semata wayang, menjadi sebuah layar besar. Mulai sekarang aku akan menentukan haluan kapalku sendiri.
Ibu lihat aku dari surga.
----------------
Vote
Comment
Kritik, saran, pertanyaan, sanggahan, bakal aku tanggapi.
Tinggalkan jejakmu!

KAMU SEDANG MEMBACA
Langkah Pergi Hati
AcakDalam langkah kucoba melupakanmu. Karena ku tahu, kita tidak akan pernah bersatu.