Aku suka ketinggian, walau beberapa orang takut terhadapnya. Aku bisa melihat sesuatu yang luas, dan mengamati sesuatu dengan baik.
Tubuhku basah terguyur hujan sore ini, ketika aku pulang dari rumah sakit. Tak apa, aku sering berbasah-basahan. Ini membuatku mengingat masa kecilku bersama Aini, kami sering berlari-lari dibawah siraman air semesta. Bedanya kini aku sendiri, berjalan dibawah sinar remang lampu jalanan.
Sampai seorang wanita berpayung merah menabrakku, kemudian berlalu pergi begitu saja. Sekilas melihat wajahnya membuatku tau ia sedang merana.
Aku terpaku ditempat wanita itu berdiri. Baru kali ini melihat pemandangan dari bawah ternyata terlihat hebat. Air sungai memantulkan cahaya dari pencakar langit kota. Gelombangnya membuat itu seperti hanyut, tenggelam lalu timbul kembali.
Seperti dirinya, muncul dan hilang dalam ingatan. Sosoknya yang menyayangi lelaki lain. Betapa bodohnya dia yang tak melihat ketulusan seorang laki-laki. Wanita yang mencampakkan harapan seorang pria, tidak layak diperjuangkan. Dan lelaki yang memperjuangkannya lebih layak untuk dikatai 'pecundang'.
Ketahuilah, lelaki itu adalah aku. Aku masih mengejarmu setelah sekian lama. Berharap kita dapat bicara walau hanya sebuah kata "hai". Memandangmu dari jauh, mengamati setiap gerikmu. Menunggu kamu sadar bahwa membuatkan kopi setiap malam adalah kesalahan terbesarmu.
Senyum simpulmu selalu membuat distorsi ruang waktu. Tak sadar sudah bermusim-musim berlalu. Dan aku masih berharap kamu melirik barang sejenak, sosok hina yang selalu menanti penyembuh dahaga kasih.
Sadarlah, aku disini menantimu.
----------------
Vote? Comment?
Don't be a silent reader
KAMU SEDANG MEMBACA
Langkah Pergi Hati
CasualeDalam langkah kucoba melupakanmu. Karena ku tahu, kita tidak akan pernah bersatu.