(Namakamu) menangkupkan tangannya. Membekap isaknya yang sesekali mengerang.
'Tap'
Sebuah tangan kuat mencengkram lengan (namakamu), menghempaskan (namakamu) dalam dekapannya. Dada siapa kini yang ia sandari? (Namakamu) tak tahu. Kini gadis itu menangis lebih histeris dari sebelumnya.
"Jangan nangis. Maaf." Ucap laki-laki itu.
Dengan mata berair (namakamu) mendongakan wajahnya. Masih sedikit tak percaya dengan suara yang ia dengar tadi. Suara yang ia kenali.
"Iqbaal." (namakamu) terkaget. Seketika melangkahkan kakinya mundur satu langkah menjauhi Iqbaal.
"Maaf kalau tadi gue terlalu kasar sama lo. Gue gak ngerti, gue bingung. Gue..." Iqbaal menatap (namakamu) yang kini mulai menahan tangisnya.
"Gue tahu, gue ngerti." (Namakamu) memutar tubuhnya, mengayunkan kakinya kembali untuk menjauhi Iqbaal. Tangis yang ditahannya kembali meleleh. Kembali tak tertahan.
'Gue ngerti lo gak sayang sama gue. Lo sayang sama Salsha, gue tau!!!' (Namakamu) menjerit dalam hati. Benar-benar merasakan sudah tak berguna lagi dirinya kini.
Harus kemana ia kini? Dengan wajah dihiasi tangisan seperti ini. Apakah ia harus pulang menunggu Bis dengan air mata yang terus-terusan tak berhenti meleleh.
Dengan wajah tertunduk (namakamu) setengah berlari. Melangkahkan kakinya untuk keluar dari koridor ini.
'BRUK'
Tubrukan keras itu benar-benar mengalahkan tubuh ramping (namakamu). Membuat tubuh (namakamu) terpental ke belakang dan akhirnya terjatuh.
"(Namakamu)." Pekiknya begitu khawatir melihat (namakamu) yang kini terduduk di lantai.
"Lo gak apa-apa?" Tanyanya lagi.
(Namakamu) hanya menggeleng, masih menundukkan wajahnya, dan berusaha menepis air matanya agar sosok di hadapannya ini tak melihat tangisnya. Masih duduk di teras tikungan koridor.
"(Namakamu)?" Ucapnya lagi, semakin khawatir melihat tingkah gadis ini.
"Gue gak apa-apa Al." (Namakamu) mencoba menyeimbangkan suaranya yag terdengar sangat parau. Aldi, ya pria itu yang kini ada di hadapan (namakamu).
Aldi hanya tersenyum. Mata sembab, hidung memerah, pipi yang basah. Bagaimana bisa ia berkata bahwa dirinya baik-baik saja.
Laki-laki itu kini ikut duduk di samping gadis cantik namun bodoh itu, sudah menyia-nyiakan air matanya secara berlebihan. Sepertinya ia hari ini. "Gue gak akan nanya kenapa, ada apa sama lo, atau pertanyaan apapun."
Aldi memutar posisi duduknya, menyilangkan kakinya, dan menghadap bahu kiri (namakamu).
"Sepi kok gak ada orang. Kalo mau nangis nangis aja." Ucapan Aldi membuat (namakamu) menoleh ke arahnya.
Aldi tersenyum. Menepuk-nepuk dada kanannya.
'BRUK'
(Namakamu) menghambur memeluk Aldi, membuat Aldi sedikit terjengkang. Tangis (namakamu) kembali meledak, lebih hebat dari sebelumnya, memang saat ini yang ia butuhkan adalah seseorang yang mengerti dirinya. Seseorang yang mau memberikan dadanya untuk tempatnya menghamburkan tangis.
Aldi merasakan dada kanannya hangat dan basah. Sederas itu kah (namakamu) menangis? Sesakit apa hatinya kini sehingga bisa membuatnya menangis hebat seperti itu.
Tangan kiri Aldi mengusap-usap lembut rambut (namakamu). Tangan kanannya menepuk-nepuk pelan pundak (namakamu). Tak berkata satu patah katapun.
"Boleh nangis sepuasnya. Tapi... Setelah ini lo janji sama gue gak akan nangis lagi ya?" Aldi memiringkan wajahnya agak menunduk, meminta respon dari gadis yang di dekapnya kini.
KAMU SEDANG MEMBACA
OPPOSITE
Teen FictionTerkadang sesuatu yang berlawanan itu menjadi musuh dan dijauhi... Tanpa sadar sebenarnya, sesuatu yang berlawanan itu bisa membuat kita terasa lebih nyaman. . @citranovy PRIVATE STORY # 706 dalam teen fiction