Part 17

22.5K 1.7K 206
                                    

Aku membuka satu persatu data yang harus ku tanda tangani. Membacanya, mengecek semuanya dan jika ada yang salah aku perbaiki. Proyekku harus berhasil. Proyek pertama kali sejak aku masuk ke perusahaan ini. Aku juga harus bisa melakukan sesuatu, bukan hanya bermain saja.

Suara ketokan pintu, membuat aku otomatis menjawab masuk. Aku tahu siapa yang akan masuk. Siapa lagi kalau bukan sekertarisku.

"Ada jadwal baru?," tanyaku tanpa melinatnya.

"Bu, sebaiknya ibu sendiri yang melibat," kata Rena hati-hati.

Aku menatapnya tidak mengerti, mengambil Ipadnya dan membacanya. Apa-apaan ini. "Kenapa jadwal saya selama 2 minggu ini kosong? Bukannya kemarin jadwalnya masih penuh? Kalau seperti ini, gimana proyek saya?."

"Rena menatapku ragu, "Itu Bu."

Aku menaikkan satu alisku, "Ada apa? Ada sesuatu yang salah?."

"Saya yang membatalkan semuanya," ucap Kak Irene yang tiba-tiba masuk, "Rena, kamu keluar saja. Biar saya yang menjelaskan semuanya."

Rena langsung mengangguk, "Saya permisi dulu."

"Ada apa kak?," tanyaku langsung, kenapa juga semuanya di batalkan?

"Masih nanya lagi ada apa," jawab Kak Irene kesal.

Aku mengerutkan keningku tidak mengerti, "Memang Adlina gak tahu apa-apa."

Kak Irene mendengus, dia berdiri tepat di depan mejaku. "Atas persetujuan satu rumah dan semuanya, terutama Papa, Mama dan Revan. Jadwal kamu selama 2 minggu ini, di kosongkan."

"Kenapa gitu kak? Kenapa gak bilang dulu ke Adlina? Terus proyek Adlina gimana? Adlina gak mau," protesku langsung.

"Adlina, kamu udah gak istirahat sama sekali selama sebulan ini," ucap Kak Irene lembut.

"Tapi kan Kak, Adlina lagi ngerjain proyek kak. Ini proyek Adlina pertama kali. Adlina juga sehat-sehat aja," ucapku tidak terima.

Kak Irene ingin menjawab, tapi dia kembali diam karna kak Revan datang. "Kalau kamu mau ngerjain proyek boleh, asal jangan buat orang lain khawatir."

Aku ikut berdiri, "Memangnya Adlina buat khawatir apa? Adlina sehat-sehat aja."

"Kamu udah sebulan jarang istirhat. Kerjaan kamu cuman duduk di meja sama pergi ketemu rekan kerja. Kamu gak pulang ke rumah, gak tahu alasannya kenapa. Kamu tiba-tiba pindah ke hotel, kamu pikir keluarga gak ada yang cemas?," jelas Kak Revan.

Aku menatap kak Revan, memohon. "Ya udah Adlina pulang ke rumah, tapi gak ada pembatalan atau apapun itu."

"Gak, keputusan kakak mutlak. Sekali itu ya tetap itu. Kamu istirahat aja," ucap kak Revan dingin.

"Terus siapa yang ngurusin proyek Adlina? Adlina gak mau batal gitu aja kak," mohonku, walau memang sudah tidak ada harapan.

"Irene yang akan ngelanjuti semuanya sementara kamu isitirahat," jawab Kak Revan.

"Kakak pasti ngelaporin ke kamu, tenang aja," tambah Kak Irene.

Ayolah, 2 minggu itu kelamaan. Aku juga tidak punya jadwal mau kemana, "Kak Revan, kak Irenekan lagi hamil besar. Kakak gak kasihan apa kalau kak Irene yang ngerjain? Kan kak Irene lagi hamil anak kakak."

"Kakak juga bisa bantu, kalau bisa kakak yang ngerjain semuanya," jawab kak Revan tetap pada pendiriannya.

"Kalau gitu, kan kerjaan kak Revan udah banyak terus kak Irene juga lagi hamil. Gimana kalau Adlina istirahatnya seminggu aja ya? Adlina juga gak ada kegiatan kalau sampai 2 minggu," tawarku lagi.

All We Had To Do Was StayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang