Setiap malam aku selau merenung. Ingin ku ulangi sekali lagi. Rasa indah yang pernah ku alami.
Aku merasakan kehampaan. Aku mengingikan kehangatan.
Cintai aku lagi, seperti waktu itu. Tak bisa ku hindari. Hati selalu merindu.
Sayangki aku lagi. Tak mampu aku sendiri. Tanpa hadirmu. Tanpa cintamu.
Agatha suci - cintai aku lagi.
●●●●
"Hubungan kalian gimana? Masih baik-baik saja?," tanya Ayah membuka pembicaraan setelah makan.
Mark langsung mengenggam tanganku kuat dia menjawab dengan senyumnya, sebelum aku menjawab dengan jujur.
"Hubungan kami baik-baik aja."Aku langsung menoleh ke arahnya, menatapnya tidak setuju. Bukannya merespon, Mark malah mengenggam tanganku lebih kuat. Aku menahan untuk tidak melakukan sesuatu yang membuat mereka curiga. Sakit, tapi tidak sesakit kebohongan ini.
Mata Bunda berbinar mendengar jawaban Mark, "Benarkah?"
Mark menoleh ke arahku dengan senyumnya, "Iya Bunda, percaya dengan kami."
Aku mendengus mendengar jawabannya, melihat senyum palsu itu. Dia memegang kendali. Ingin aku melepaskan genggamannya, hanya saja tenagaku tidak kuat melepaskannya. Dia terlalu kuat mengenggam tanganku. Mengambil alih semuanya, agar aku tidak jujur. Rasanya, aku sudah muak duduk disini. Aku mau berdiri, tapi Mark terus menahanku.
Aku mencoba bersikap manis di depan mereka, "Semuanya, Adlina ke toilet sebentar ya."
Dengan terpaksa, Mark melepaskan tanganku. Mungkin dia juga ingin aku menjaug dari mereka semua, agara dia bisa merasakan aman. Dia ingin aku menutupi semuanya. Dia berbohong dan bersandiwara. Berarti, dia sadar tentang diriku. Sadar kalau aku sudah mengetahui semua sifat busuknya. Sadar kalau selama ini, aku sudah tahu apa yang dia lakukan di belakangku.
Bukannya ke toilet, aku menuju ke dapur. Aku minum beberapa gelas, ingin melegakan perasaan ini. Menyenderkan badanku ke dinding dan memejamkan mata. Aku ingin menumpahkan semuanya, tapi tidak disini. Ini bukan tempat juga waktu yang tepat.
Seseorang menyentuh tanganku, membuat aku terkejut. Saat melihat siapa yang menyentuhku, aku langsung menghela napas malas. Biasanya, kalau dia yang menyentuh pasti aku mengetahuinya. Sekarang? Sudah tidak lagi. Kenapa juga dia kemari?
"Ikutin gue," ucapnya tegas.
Aku memasang ekspresi datar. Lalu, berlalu begitu saja darinya. Tapi dia menahanku, memegang pergelanganku cukup kuat. Dia menatapku tajam, membuat aku meringis karna sakit. Sakit di tangan juga hatiku. Sejak kapan dia seperti ini? Sejak kapan dia menjadi kasar?
"Jangan buat gue ngelakuin kekerasan buat lo," ancam Mark.
Aku menatapnya balik, menantangnya. "Lo mau semua kelakuan lo terungkap sekarang?"
Dengan satu tarikan, dia menarikku. Memaksaku untuk jalan, "Lo yang maksa."
Dengan terpaksa, aku mengikutinya pelan. Tangga menuju ke atas rumahnya, ada di dapur. Jadi, keluargaku atau keluarganya tidak ada yang curiga. Dia membawaku atau lebih tepatnya, menarikku ke lantai paling atas di rumahnya. Di atap rumahnya, yah rumahnya memang sangat cocok jika mau tiduran sambil ngelihat bintang. Dulu kami sering melakukan kegiatan itu, dulu bukan sekarang.
Aku langsung menarik tanganku, "Lo kenapa sih?"
"Gue mau ngelurusi semuanya," jawab Mark.
Aku menaikkan satu alisku, "Ngelurusi apa lagi? Semuanya udah jelas juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
All We Had To Do Was Stay
Romance"Kita hanya ingin bahagia, kenapa kita menyakiti satu sama lain?" - Adlina Alexis Legnard "it's just too late...." - Mark Logan Bart Catatan sebelum membaca : Tanda baca masih berantakan