Dari 17 Maret 2016 sampai hari ini, 15 Desember 2018 dan sebentar lagi akan masuk 2019. Cerita ini terus-menerus mengusik pikiran aku. Disaat aku ingin istirahat menulis dalam konteks serius, meninggalkan wattpad dan menjauh dari hal-hal yang berhubungan dengan mereka, cerita ini benar-benar membuat aku nggak bisa melakukan itu. Janji yang sudah aku buat memang harus ditepati, karena janji dibuat untuk dilakukan makanya aku nggak pernah bisa lepas dari mereka bahkan sudah mau masuk tahun 2019. Walaupun aku mungkin pembaca yang menyimpan ini diperpustakaan mereka sudah nggak ada, sudah dihapus karena aku kelamaan, tapi aku akan menepati janji itu, walau nggak dalam waktu dekat ini. Mungkin, aku akan kembali membagi versi baru itu di sini kalau memungkinkan. Banyak hal yang belum dijelaskan. Banyak kejadian yang belum ada. Maka, aku akan menjelaskan di sini untuk menepati janji dan membuat perasaan aku lega. Walaupun mungkin sebagian dari kalian sudah tidak menyimpan ini lagi:')
Untuk kalian, pembaca lama maupun baru. Yang selalu setia dengan cerita ini. Terima kasih sebanyak-banyaknya sudah mendukungku dengan selalu bertanya, memberikan komen dan vote. Love you all! Dan terakhir, jika masih ada yang membaca di sini doakan aku bisa mengakhiri cerita ini, nggak seperti sebelumnya yang berhenti di tengah cerita:') doakan cerita ini bisa mendapatkan hati di salah satu penerbit yaaa:') terima sekali lagi kasih untuk kalian semuaaa💕
Salam sayang,
Clara AmandaWaktu terus beranjak. Tidak ada tanda-tanda akan turun hujan, bahkan mendung tak juga terlihat. Langit masih terlihat cerah, hal itu didukung dengan matahari yang semakin terasa terik. Orang-orang mulai berdatangan untuk menikmati makan siang. Kafe, restoran dan kedai di pinggir jalan mulai dipenuhi oleh pekerja kantoran yang bekerja di sekitarnya. Namun, ada satu kafe yang terlihat sepi, kafe yang berada di depan gedung paling tinggi di antara gedung lainnya. Bukan karena tak ada yang berkunjung, namun kafe itu mendadak tutup saat jam makan siang.
Kafe itu tutup, tapi masih ada satu pengunjung yang terlihat di dalam kafe itu. Berada di lantai dua, duduk di paling pojok, jauh dari kaca dan benar-benar tak bisa terlihat dari luar. Sinar matahari tak banyak mengenai pengunjung itu, terik panasnya tak terlalu terasa karena pendingin ruangan dan tempatnya yang tertutup. Lampu l tidak dinyalakan semuanya, hanya beberapa lampu kecil, karena pemilik kafe lebih memilih menggunakan sinar matahari sebagai penerangan membuat satu-satunya pengunjung itu mendapatkan sedikit penerangan.
Strawberry Milkshake merupakan pesanan yang dipesan sejak pertama kali datang ke kafe ini, setelah 1 jam lebih berada di kafe ini, pengunjung itu kembali memesan Black Tea Macchiato. Setelah itu, satu-satunya pengunjung di kafe ini tak melakukan banyak kegiatan. Di tempat duduknya, pengunjung itu hanya diam, sesekali menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya secara perlahan, terkadang memejamkan mata, meremas ujung bajunya dan terkadang mengaduk-aduk minuman yang belum diminumnya itu. Tidak banyak mendapat cahaya, bukan berarti pengunjung itu tak terlihat.
Satu-satunya pengunjung itu merupakan wanita yang memancarkan sebuah aura yang cerah, namun terdapat banyak kesedihan di sekelilingnya. Kecantikannya terlihat jelas, sama sekali tidak tertutup dengan cahaya yang sedikit. Ketegasan terlihat jelas dari dalam dirinya, anehnya beberapa kali wanita itu terlihat bimbang. Semua yang terlihat itu menguap, hilang begitu saja saat bunyi lonceng pertanda pintu masuk dibuka terdengar.
Tring.
Bunyi lonceng itu seakan menjadi pertanda penantiannya akan segera datang. Semua persiapan yang sudah dipersiapkannya harus dilakukan dengan sebaik mungkin. Kesedihan, bimbang dan apa pun yang menganggunya selama ini harus dilupakannya. Tak boleh ada keraguan. Tak boleh ada kegagalan lagi, hari ini ia harus berhasil. Ia harus tegas, terlihat kuat dan bahagia. Keputusan yang dibuatnya ini sepadan dengan rasa sakit yang sudah dirasakannya.
Sementara wanita itu memantapkan dirinya, seseorang yang baru saja masuk itu terlihat mengambil langkah pelan untuk menuju lantai dua. Matanya berulang kali berpindah fokus antara ipad yang dibawanya dan tangga. Beberapa pelayan kafe mulai saling berbisik mengungkapkan kekagumannya akan paras tampan yang dimiliki pengunjung baru mereka. Saat pengunjung baru mereka melangkah mendekati satu-satunya pengunjung yang ada di kafe mereka, pelayan di sana menahan teriakan mereka. Pria tampan dan wanita cantik, benar-benar pasangan yang sempurna.
Wanita itu menyunggingkan senyumannya saat melihat orang yang ditunggunya, "Hi."
"Hi, sudah lama nunggunya?" Pria itu mengambil tempat duduk di depannya, fokus utamanya masih terarah ke ipad yang dipegangnya.
"Lumayan." Senyuman manis masih tersungging di bibirnya. "Aku sudah pesan minuman kesukaan kamu."
"Makasih ya."
"Sama-sama. By the way, makasih sudah luangkan waktu buat ketemu sama aku hari ini."
Kening pria itu mengerut, merasa aneh dengan ucapan yang baru saja didengarnya. Namun, ia mengabaikannya "Kenapa kafenya sepi? Kamu sewa?"
Senyuman itu menghilang sesaaat. Sebuah palu memukul perasaannya. Inilah saatnya. Walaupun sakit, ia harus mengatakan semuanya. "Ada yang harus aku bicarakan dengan kamu. Pembicaraan yang harus dibicarakan berdua saja, tanpa keramaian."
"Apa?" Tiba-tiba jantungya berdetak cepat. Ia sama sekali tidak mengerti, perasaan cemas tiba-tiba menyelebunginya. Ia meletakkan ipad-nya, fokusnya kini hanya tertuju ke wanita yang duduk di depannya.
"Aku ingin rencana pernikahan kita dibatalkan. Pertunangan kita disudahi. Aku ingin kita putus."
"Jangan bercanda! Acara pernikahan kita dua bulan lagi."
"Aku nggak bercanda, aku ingin semuanya selesai," ucap wanita itu mantap, tak ada keraguan di nada bicaranya.
"Apa maksud kamu?" Ia masih belum mengerti.
Tangan yang dari tadi saling menggenggam akhirnya terbuka, di sana terdapat cincin dan kalung yang diberikan pria di depannya ini. "Cincin ini tanda aku setuju menikah sama kamu. Kalung ini saat kamu mengajak aku bertunangan. Aku kembalikan semuanya." Ia meletakkan cincin dan kalung di tangan pria itu. Senyum tipis tersungging di bibirnya. "Aku ingin hubungan kita selesai, sampai sini saja. Nggak ada lagi ikatan di antara kita berdua. Benar-benar selesai. Terima kasih untuk segalanya, pemberian, waktu dan kenangan yang sudah kamu berikan. Sekali lagi terima kasih. Aku harap kamu mengerti, ini adalah akhir dari kita dan aku harap, aku menyelesaikan akhir ini dengan baik-baik."
15 Desember 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
All We Had To Do Was Stay
Romance"Kita hanya ingin bahagia, kenapa kita menyakiti satu sama lain?" - Adlina Alexis Legnard "it's just too late...." - Mark Logan Bart Catatan sebelum membaca : Tanda baca masih berantakan