Aku merasakan rasa sakit yang amat sangat di tenggorokanku saat aku baru saja bangun. Tak hanya itu, aku pun mulai sadar jika tubuhku terasa panas. Aku bangkit dari kasur dan teringat jika kemarin aku baru saja pulang dari Luna Park bersama Calum dan teman temannya. Aku bahkan sudah tidur selama 12 jam, tepat saat aku baru tiba di rumah.
Aku berjalan ke arah cermin dan melihat diriku yang memang sudah tidak karuan. Aku sama sekali belum mengganti baju ini dari kemarin, karena begitu aku sampai di kamar, aku langsung tertidur.
"Sial, dingin sekali." Gumamku seraya memeluk tubuhku sendiri dengan kedua tangan.
Aku mengganti baju dan celana menjadi sepasang piyama. Ya, sekarang sudah pukul delapan pagi dan aku lebih memilih piyama untuk kukenakan. Tak lupa, akupun memakai hoodie merah muda karena aku sangat kedinginan saat ini.
Saat aku sudah berpakaian layaknya anak balita yang akan pergi ke dokter, akupun keluar dari kamar dan mulai mencari Calum.
Aku berjalan ke arah pintu kamarnya yang terbuka, dan melihatnya yang sedang bersiap untuk pergi ke kampusnya. Dengan pakaian flannel hitam-merahnya, dan sebuah celana hitam yang ketat tersebut. Ia sudah sangat menawan.
"Hey." Sapanya saat ia tersadar jika aku disini, namun ia belum juga melihatku.
"Kau akan pergi kuliah?" Tanyaku bersandar di ambang pintu seraya melipat kedua tanganku di dada.
Tangan Calum tak henti hentinya memasukkan semua benda yang bergeletakan di kasur dan mejanya ke dalam tas. Sepertinya ia sibuk sekali.
"Seperti yang kau lihat, Clem." Balas Calum dengan tergesa gesa.
Aku mendengus berat karena aku sama sekali tidak mau ia pergi dari sini, walaupun ia pasti akan kembali lagi kesini saat ia pulang dari kampusnya nanti.
Calum langsung menoleh kearahku, menunjukkan wajah sedikit terkejutnya.
"Kau akan kemana?" Tanya Calum bingung seraya menahan tawanya. Ya, dia pasti sedang mentertawakan pakaianku saat ini.
"Aku tidak kemana mana." Jawabku, berjalan masuk ke kamarnya dan mulai membanting tubuhku di kasurnya yang berukuran king-sized.
"Kau tidak pergi ke sekolah?" Tanya Calum untuk kedua kalinya seraya bercermin lalu memakai deodorant-nya.
"Kurasa tidak, aku tidak enak badan." Jawabku, memeluk salah satu bantal Calum.
Calum beralih menuju rambutnya. Kini ia memberinya sedikit gel dan menatanya.
Cukup Calum, kau sudah sangat tampan. Sungguh.
"Kau tidak berbohong kan?" Calum menoleh ke arahku dan tersenyum curiga.
Aku memutar bola mata. "Aku bersumpah, Calum"
Ia menghampiriku yang masih terbaring di kasur, lalu memukul pantatku dengan sengaja.
Aku menendang tangannya pelan dengan kakiku, seraya bangkit dan duduk di sampingnya. Ah, aku selalu menyukai momen ini.
Calum dengan tiba tiba mendaratkan punggung tangannya di dahiku, merasakan jika tubuhku benar benar panas atau aku hanya berpura pura. Lalu tangannya beralih ke leherku.
"Lihat? Aku benar benar sakit." Ujarku bangga karena aku memang tidak berbohong.
"Ya, okay, lebih baik kau istirahat di rumah." Balasnya seraya berdiri dari kasur lalu menggendong tas hitam bermerek vans tersebut.
Aku mendengus kesal karena ia tidak bereaksi saat mengetahui aku benar benar sakit. Kakak macam apa.
"Hah? Hanya itu?" Tanyaku tak percaya seraya melihatnya berjalan keluar kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
brother complex // calum
Fiksi PenggemarIni hanyalah kisah seorang gadis yang mencintai kakak lelakinya sendiri, Calum Hood. 2016 by cakebooty.