dua belas

2K 97 26
                                    

Singkatnya, sudah lima hari Calum dirawat dan kemarin malam ia baru diperbolehkan pulang. Malam ini, Ayahku berada di rumah. Ia memutuskan untuk tinggal lebih lama sebelum kembali bertugas lagi di Jerman. Dan sepertinya, dewi fortuna sedang berpihak kepadaku sekarang karena untuk sementara aku tidak lagi berduaan dengan Calum di rumah ini.

"Sudah berapa kali aku mengingatkanmu agar jangan melebihi kecepatan 80 kilometer per jam?" Ujar Ayahku dengan tangan yang sibuk membelah steak sapi di depannya.

Calum menghela nafas, terlihat bosan dengan perbincangan seorang lelaki paruh baya yang sedang duduk di meja makan tersebut. Calum ingin bangkit dari sofa, namun sepertinya ia tahu jika ia berdiri dari sana, Ayah akan murka saat itu juga.

"Dad, sejak saat kau menjengukku aku sudah mendengar kalimat itu ribuan kali." Gerutu Calum sembari tangannya menggonta-ganti channel dengan asal.

Aku yang terduduk di sebelah Calum dengan sebuah buku ensiklopedia hanya mendengar, tanpa ikut masuk ke dalam perbincangan dua orang lelaki ini.

"Aku hanya mengingatkanmu agar kamu tidak mengulanginya lagi. Itu sudah menjadi tugasku sebagai orang tua."

Lelaki berambut abu abu itu sedikit tersentak saat mengetahui ponselnya berbunyi. Ia lantas bangkit dari kursi lalu mengambil ponselnya, meninggalkan sisa steak sapi di meja.

"Apa saja yang kau ceritakan pada Ayah?" Tanya Calum tiba tiba sesaat tahu jika Ayahku sudah tidak ada disini.

Aku menoleh. "Apa maksudmu? Aku tidak bilang apa apa pada Ayah." Jawabku jujur.

Calum kembali menghela nafasnya, seakan masih belum puas oleh apa yang baru saja kukatakan. "Kenapa senang sekali berbohong, sih."

Lelaki ini kemudian memainkan ponselnya, mengetik sesuatu dengan jari-jarinya disana. Serius sekali.

"Apa maumu, sih. Terserah, mau percaya, mau tidak. Tidak ada masalah bagiku." Gerutuku kesal seraya ikut-ikutan membuka ponsel dan mendapati notifikasi disana.

From: Harry

Kau dirumah?

Mau menemaniku beli buku tidak?

Entah mengapa, seuntai senyum mengembang di wajahku. Dengan cekatan aku membalas mengiyakan ajakan Harry.

Aku bangkit dari sofa dan berjalan menaiki tangga.

"Mau kemana?" Tanya Calum sedikit berteriak, namun tidak ada niat sama sekali untuk menggubrisnya.

Setelah mencuci muka dan mengganti baju, akupun kembali menuruni tangga, menunggu Harry yang katanya sudah dekat dengan rumahku.

Aku melihat Calum masih terduduk di sofa, kali ini dengan gitarnya dan film Star Wars yang masih terputar di hadapannya.

"Hey, kau belum menjawab pertanyaanku." Ucap Calum lagi yang tersadar jika aku sudah berada di bawah.

Aku diam, melewati ruang tv, hendak berjalan menuju dapur untuk mengambil segelas air putih.

Tiba tiba hentakan kaki terdengar dengan jelas, perlahan mendekatiku. Lalu sebuah tangan mulai mencengkram lenganku.

"Mau pergi?" Tanya Calum.

Aku hanya mengangguk dan menengguk segelas air sebelum melepas cengkraman tangan besarnya dengan pelan.

"Dengan siapa?" Tanyanya lagi. Kenapa dia begitu menyebalkan, sih.

"Oh, Harry lagi? Ada hubungan apa sebenarnya antara kau dan si sok tampan itu?"

brother complex // calumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang