sebelas

2.7K 111 20
                                    

Aku terbangun dengan posisi tengkurap. Cukup aneh karena seingatku tadi malam aku tertidur dengan posisi terlentang. Sinar mentari itu seolah memaksaku untuk membuka tirai kamar ini yang masih tertutup rapat.

Aku meregangkan otot-ototku, sebelum akhirnya berdiri dari sofa dan berjalan menuju tirai yang berukuran cukup besar. Sesaat membuka kain putih tersebut, sinar itu perlahan mulai menerangi ruangan. Memancar ke setiap sudut tempat ini dan tentu saja, mengenai wajah Calum yang matanya masih terlelap.

Calum terbangun, mulai mengerang karena cahaya hangat telah menyilaukan matanya. Ia kemudian membalikkan tubuhnya ke posisi dimana ia tidak terkena sinar. Aku menghampirinya dan membuka selimut yang ia kenakan.

"Cal." Panggilku.

"Cal, sudah pagi. Kau harus meminum obatmu." Kataku lagi, kini dibarengi dengan pukulan kecil di lengannya.

Matanya masih terpejam. Aku menghela nafas. Tidak disangka jika aku akan menghabiskan waktu pagiku hanya untuk membangunkan bayi besar di depanku ini.

"Calum! Bangun! Kebakaran!"

Aku berteriak seraya menepuk nepuk punggungnya dengan cukup keras. Nihil. Ia tidak juga bangun, bahkan kedua matanya pun tidak terbuka sama sekali.

Aku mendengus, kesal. Mengusap kasar wajahku dengan kedua tangan. Bagaimana bisa Calum tidur sepulas ini?

Akupun berjalan menuju kamar mandi dan mengambil air ke dalam sebuah gelas, lalu berjalan cepat ke arah Calum dan mulai menuangkan cairan itu ke wajahnya.

Berhasil. Calum terbangun dan duduk dengan wajah terkejutnya.

"What the fuck?" Ujarnya, melihat ke arahku dengan kesal sebelum mengusap wajahnya dengan kedua tangan, berusaha menghilangkan air-air yang ada disana.

"Kau tidak juga bangun, jadi aku membanjurmu dengan air." Balasku seraya menaruh beberapa butir obat di meja sebelah ranjangnya.

"Kau telah merusak mimpiku."

Calum menguap lalu mengambil ponselnya, mengetik sesuatu disana. Kejadian kemarin cukup hebat karena ponsel Calum bahkan tidak lecet sedikitpun.

Aku tertawa kecut. "Lol, memangnya kau bermimpi apa? Seorang princess menciummu?" Tanyaku seraya mengambil segelas air putih untuk Calum minum.

Calum menaruh ponselnya, dan mengambil gelas ini dari tanganku. Ia meminum butir-butir itu dengan sekali tegukan.

"Yeah, god, dia sangat cantik." Ujar Calum seraya membayangkan seorang princess yang ada di dalam mimpinya tersebut, walaupun aku tahu ia berbohong.

"Terserah." Kataku seraya menaruh gelas yang telah kosong ke tempat semula, lalu kemudian terduduk di sebelahnya.

Calum menatapku dengan rambutnya yang sedikit basah karena kejadian tadi. Ia lucu.

"So, kau akan berkuliah dimana?" Tanya Calum tiba tiba. Ia seolah sangat mengharapkan jawaban dariku.

Aku menggeleng bingung. Entahlah, aku belum memikirkan ini sebelumnya. How dumb. Padahal kurang dari sebulan sekolahku akan mengadakan acara kelulusan.

"Entahlah, mungkin, University of Adelaide?" Jawabku asal.

Calum menautkan kedua alis tebalnya, tidak puas dengan perkataanku. "Kenapa ingin disana? Itu sangat jauh." Balas Calum.

Aku menggeleng lagi. "Aku tidak tahu. Kurasa itu kampus yang cocok untukku." Aku tersenyum tipis.

Calum menghembuskan nafasnya berat. "Kenapa tidak University of Sydney? Kau bisa berangkat pagi bersamaku, atau Luke eh–tidak, tidak, mungkin bersamaku saja." Jelas Calum, perkataannya terdengar memaksa.

brother complex // calumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang