Part #14. Hukuman Belalang Sembah

33.1K 2.2K 68
                                    

“Airi, jangan berisik di kelas saya kalau kamu tidak mau saya keluarkan!” ancam Pak Marvel sambil melotot dan berkacak pinggang ketika menatap Airi yang asyik ngedumel tentang perdebatannya sama Aqsal tadi.

Airi mengalihkan pandangan  ke Pak Marvel, guru tampan berusia sekitar 25 tahun dengan tubuh atletis. Seandainya Airi belum punya Aqsal —tunggu, emang Aqsal punya Airi? Oke, abaikan. Kembali ke topik sebelumnya. Seandainya Airi nggak cinta mati sama Aqsal, mungkin Airi bakalan naksir sama Pak Marvel.

“Ah, Bapak nggak usah melotot-melotot gitu dong, Pak. Nggak pantes, muka Bapak terlalu ganteng dan kalem buat pasang ekspresi galak. Nggak cocok, Pak. Yang cocok pasang ekspresi kayak gitu itu Bu Tere, beh cocok banget pasti. Apalagi kalo dikasih background api yang berkobar-kobar sama—”

“Airiana, apa maksud kamu bilang seperti itu?!” Bukan Pak Marvel yang marah-marah, tapi Bu Tere yang kebetulan lewat di depan kelas Airi dan mendengar perkataan kurang ajar Airi barusanlah yang sekarang tengah marah-marah.

Airi yang dimarahi seperti itu hanya nyengir dan menggaruk pipinya yang tak gatal, sambil senyam-senyum nggak jelas dia bertanya pada Bu Tere, “eh, Bu Tere. Udah punya CD EXODUS belum, Bu?”

Muka garang Bu Tere melembut. “Udah dong. Yaampun, Lay ganteng banget di MV Call Me Baby!” Bu Tere malah jadi histeris.

“Bu, katanya sampe kejual lebih dari 1 juta copy ya?”

“Haha, iya dong. EXO emang daebak! Baru ngerilis dua album dan dua-duanya, SUKSES BESAR! Album pertamanya, XOXO, juga terjual lebih dari 1 juta copy!”

“Wah keren dong, Bu. Baby Don’t Cry itu masuk ke album XOXO, kan? Saya suka banget lagu yang itu.”

“Ah, iya. Lagunya so sweet sama mengharukan banget,” Bu Tere mengusap sudut matanya yang basah.

Baby don’t cry tonight jogeumeun eoullijanha

Nunmulboda challanhi bitnaneun i sungan neoreul bonaeya haetdeon

So baby don’t cry cry nae sarangi gieokdoel teni

Saat Bu Tere menyanyikan lagu Baby Don’t Cry-nya EXO. Airi berjalan mengendap-endap menuju depan kelas. Sampai di depan Pak Marvel, Airi berbisik meminta ijin untuk ke kamar mandi. Pak Marvel yang terlalu terpana —mungkin lebih tepatnya syok melihat Bu Tere menyanyikan lagu berbahasa korea dengan begitu fasihnya– sama sekali belum mengiyakan ijin yang Airi minta. Tapi cewek ini sudah berjalan keluar kelas.

Airi menghela napas lega. Bu Tere masih sibuk menyanyi jadi tidak menyadari kalau dirinya sudah keluar kelas. Ah, untung aja Airi pinter menglihkan perhatian, kalau nggak...

“AIRIANA GHANI. KAMU MAU COBA-COBA NGIBULIN SAYA YA!” pekikan Bu Tere terdengar menggelegar, mengalahkan suara petir yang menyambar-nyambar saat hujan deras.

Bahu Airi terkulai lemas. ‘Matilah gue!’ batin Airi menjerit frustasi.

***

“E... eh,” Airi berusaha keras menjaga keseimbangan. Berdiri dengan satu kaki dan kedua tangan saling menjewer telinga adalah hukuman konyol yang paling Airi benci. “Pak, udahan dong dihukumnya. Ntar kalo ada yang lewat kan saya malu,” rajuk Airi pada Pak Marvel yang berdiri di ambang pintu kelasnya. Wajah cemberut Airi menatap guru tampannya itu penuh permohonan.

“Kata Bu Tere, kamu harus berdiri di depan kelas sampai jam pelajaran saya selesai. Dan pelajaran saya baru akan berakhir tiga puluh meniit lagi, artinya kamu masih harus berdiri di situ selama tiga puluh menit,” jawab Pak Marvel kalem. “sekarang, kamu nikmati saja hukuman kamu. Bapak mau ke dalam dulu. Dan ingat Airi, jangan sekali-kali mencoba untuk kabur kalau nggak mau hukuman kamu bertambah berat.”

Me And Ketua Rohis (√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang