Titik-titik putih mulai terlihat saat pertama Airi membuka mata. Pupil mata Airi masih bekerja menyesuaikan penglihatan dengan pencahayaan ruangan berbau obat-obatan itu. Kipas angin di langit-langit berputar pelan menyambut Airi, lalu muncul wajah Naura tepat di atas kepalanya.
"Airi udah sadar?"
Airi mengerjap lagi. Ringisan kecil keluar dari sela bibirnya. Sambil memijat pelipis Airi menegakkan punggung dan duduk bersandar di atas kasur UKS yang sempit dengan bantuan Naura.
"Kak Aqsal mana?" tanya Airi serak.
Bibir Naura mengerucut. "Palingan udah pulang," katanya asal. Tangan Naura meraih air mineral di atas nakas dan menyodorkannya pada Airi sebelum melanjutkan perkataannya. "asal lo tahu, lo pingsan dari jam pelajaran Pak Marvel sampai pulang sekolah. Tunggu," Naura melirik jam tangan di pergelangan tangan kirinya. "Anjrit! Malah lebih sejam!"
"Eh, serius lo?!" Airi menarik pergelangan tangan kiri Naura.
"Nyet! Lo juga pake jam kalik! Ngapain narik-narik tangan gue buat liat jam?!" cecar Naura jengkel. Airi nyengir. "Oh ya, lo tadi pas pingsan yang gendong ke UKS Kak Aqsal loooh."
"Demi Bu Tere yang galaknya kek beruang beranak! Serius lo, Ra?!"
Sementara itu di ruang guru, Bu Tere yang masih mengoreksi lembar jawaban ulangan bersin mendadak.
"Iyalah, masa Naura yang oenyoe bin loecho ini bo'ong sih?"
Airi mesam-mesem mikir mesum. Ah, nggak. Yang terakhir canda.
"Airi," panggil Naura pelan. Cara bicaranya yang hati-hati dan tampang serius yang dia pasang melunturkan senyuman di wajah Airi begitu menoleh padanya. "Lo udah masuk Rohis, udah jadi temen deketnya Kak Aqsal juga. Lo nggak mau pake jilbab? Gini, bukannya gue sok menggurui ato gimana. Gue sendiri juga belum pakai jilbab. Tapi kan kalo lo pakai jilbab...."
"Gue ngerti maksud lo, Ra. Tapi apa pantes gue yang urakan kek Tarzan ini pakai jilbab? Ntar apa kata orang, cewek berhijab tapi tingkah begajulan gitu?"
"Peduli apa sama kata orang? Dosa yang nanggung diri sendiri, pahala juga buat diri sendiri. Kata guru ngaji Naura, berhijab itu kan bukan tentang menjadi terlihat baik di depan banyak orang, berhijab juga bukan tentang selalu bersikap lemah lembut atau masalah menyesuaikan sifat. Berhijab itu kerena sudah menjadi kewajiban sebagai wanita muslim."
Airi menghela napas. "Guru ngaji lo bener, Ra. Cuma kalau cewek berhijab tingkahnya sopan, lemah lembut terus hatinya juga bersih. Ah, betapa sempurnanya cewek itu." Airi tersenyum pedih. "Huaaaa, Kak Adiba banget!"
"Coba aja dulu, Ri. Dimulai dari pakai jilbab ke sekolah. Sambil melaksanakan kewajiban, lo juga sambil berusaha menjadi lebih baik. Masih pecicilan dikit nggak papa. Ntar gue temenin."
"Lo juga mau pakai jilbab?!"
Naura tersenyum malu-malu, dia mengusap tengkuknya lalu mengangguk pelan.
"Hunting jilbab bareng, yuk!"
***
Airi berjalan pelan membuka pagar lalu menutup kembali. Saat berbalik sosok mahluk bertubuh gembul menyembul keluar rumah. Dia berdiri di teras dan meneriakan nama Airi.
"Airi!"
Airi memutar bola mata sebelum melirik malas ke teras. Tempat mahluk menyebalkan itu memanggil namanya. Alfin. Adiknya itu berdiri menatapnya sambil berkacak pinggang.
"Kamu darimana? Kok pulangnya telat? Pasti pergi main dulu sama Kak Naura. Apin kok nggak diajak?"
"Bisa nggak kalo manggil Kakak nggak cuma nama doang?" dengus Airi sebal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me And Ketua Rohis (√)
Teen FictionBersiaplah untuk jatuh cinta! Niat awal Airi masuk Rohis itu Cuma buat PDKT sama ketua Rohis ganteng yang gampang blushing. Apapun Airi lakukan, dari ngehapal Asmaul Husna sampai surah Al Bayyinah. Dari cara yang bener sampai cara sangklek usulan pa...