Anjing! Anjing!
Aku mengutuki tangga-tangga ini yang entah-kenapa-rasanya-tidak-ada-habisnya. Napasku justru hampir habis. Oke, sedikit lagi. You can do this! Aku berhenti sebentar di tengah-tengah tangga sambil bersandar ke pegangan, berusaha mengambil napas.
Ponsel di tanganku berbunyi. Jojo menelepon. Lagi.
"SABAR 'NAPA SIH JO?"
Jojo menyahut dengan nada oke-gue-nggak-mau-cari-masalah. "Oke, oke, Ben."
Aku menyeret tubuhku ke atas. Lututku gemetar. Kulihat pintu kamar Jojo sudah terbuka. Aku terhenti. Keset kaki bergambar monyet itu ada di sana.
"Jo!" Kenapa sih Jojo nggak mengganti keset itu? "Keset digeser bisa?"
"Yaelah, tinggal dilompatin doang, Ben!"
Brengsek.
Anak itu memang payah kalau sudah menyentuh kasur. Aku menarik napas dan mencebik. Monyet. Meski kata Darwin kita asalnya serupa, tetap saja aku ngeri melihat makhluk itu. Dari jutaan spesies dalam dunia fauna, kenapa sih si Jojo memilih monyet sebagai gambar keset kamarnya?
"Jo, serius gue nggak bisa!"
"Manja lo. Tinggal lompat."
"Lo pikir gue penari balet?"
Aku menunggu beberapa saat. Mata si monyet yang tersenyum memelototiku. Seringai lebarnya memamerkan ukuran gigi-giginya yang besar-besar.
Monyet!
Aku menutup mata dan melangkahkan kaki melewati wajah menyeramkan itu. Sumpah, nanti malam aku akan menculik keset itu dan membakarnya hidup-hidup tanpa sepengetahuan Jojo.
Jojo sedang berdiri di dekat pintu kamar mandi, menungguku sambil mengenggam ponselnya. Sialan. Rupanya dari tadi dia sudah bersiap.
"Lo kan tahu gue berat," bentakku pada Jojo. "Gue nggak bisa buru-buru naik ke atas! Lagian kenapa lo nggak pindah ke lantai satu aja, sih? Kan kalau begini repot jadi—"
Jojo menaruh telunjuknya di bibir dan berdesis. Dia memberi isyarat padaku untuk masuk ke apartemennya. Aku mengendap-endap mengikutinya. Jojo menunjuk ke atas sofa berbentuk bibir di seberang tempat tidurnya. Merwin terbaring di situ, hanya mengenakan kaus kutang dan celana jins. Dia tertidur.
Ah. Mr. Worldwide Famous ini kok cuma pakai kaus kutang? "Kenapa dia?"
"Nggak tahu." Jojo mengangkat bahu. "Tadi malam gue jemput dia di bandara. Kondisinya kacau banget. Gue udah WA elo sebelum ke bandara, tapi nggak ada jawaban."
"Sori, gue tadi malam lagi nge-push rank. Nggak ngecek hape. Baru tidur jam tiga subuh."
"Ya ampun, Ben! Lo masih main game juga?"
"Hei, main game itu hiburan, oke?" Aku duduk di tepian kasur yang berukuran single. Pantatku langsung memenuhi sisi depannya. Merwin tidak bergeming dengan kehadiranku. "Ini yang lo maksud emergency?"
Jojo bersedekap, alisnya terangkat. "Memangnya ini nggak keliatan kayak emergency buat lo?"
Aku cengengesan. Merwin kelihatan baik-baik saja. Memang agak aneh melihat Merwin hanya memakai kaus kutang, tapi hei, ini kan Merwin, sang Mr. Worldwide Famous di geng kami—the one and only yang udah mencapai posisi CEO di startup besutan dia. Dan Merwin bisa pamer soal apa pun. Mulai dari startup dia yang udah dapat kucuran dana sekian juta dolar dari sponsor, sampai kaus kutang miliknya. Mungkin kaus kutang itu dibeli di Paris dan harganya sepuluh juta. Who knows...
KAMU SEDANG MEMBACA
THE BACHELORS [TAMAT]
Teen FictionJojo, Merwin, Ben dan Raka pertama kali bertemu saat SMA. Jojo, dulunya cowok kuper semasa SMA, kini bekerja sebagai desainer grafis. Tapi dia nggak puas dengan pekerjaannya dan belum pula menemukan cinta. Merwin - tipe achiever sejati yang kebetul...