Sepuluh

417 53 3
                                    


Tanda loading itu muncul lagi. Tampilan di monitorku membeku.

FUCK!

Pasti tetangga sebelah sedang streaming drama Korea lagi di televisi beresolusi 4K milik mereka. Seriously, orang egois mana yang streaming resolusi 4K di jam sibuk seperti ini? Kalau begini terus, aku tak punya pilihan selain mengendap-endap ke apartemen sebelah nanti malam dan menghancurkan-televisi-keparat-itu-sampai-hancur-berkeping-keping!

Tanda loading itu hilang, dan gim yang kumainkan berlanjut. Slow connection adalah mimpi buruk di saat push rank seperti ini. Karakterku mati dan musuh berhasil mendapat angka. Kolom chat-ku dibanjiri hujatan oleh teman-teman satu timku. Kalau orang-orang merasa mulut netizen Indonesia pada umumnya keji, mereka harus melihat sendiri komentar-komentar di kolom chat-ku. Para gamers yang sedang murka memaki seakan mereka nggak pernah diajari budi pekerti.

Aku mengeklik tombol untuk memulai permainan baru. Empat pemain lainnya muncul untuk menjadi rekan satu timku. Oke, statistik mereka lumayan. Apa? Aku jadi tank? No way. Assassin adalah peranku, dan akan kutunjukkan—

Loading.

FUUUUUCK!

iPad-ku tergelincir dari genggamanku yang licin karena keringat, dan terbanting ke lantai. Terdengar bunyi berderak. Layar dan bodi belakangnya pecah.

FUCK! FUCK! FUCK! FUUUUUUCK! 

Lagu Cheerleader dari OMI mengalun dari ponselku. Tergopoh-gopoh, kuacak kasurku yang berantakan, mencari ponsel. Bisa jadi itu telepon dari Pak Salim, dosen pembimbingku yang akan menanyakan kemajuan skripsiku.

Ternyata Raka.

"Halo?" Mengapa ada begitu banyak gangguan hari ini?

"Hei!" Suara Raka kedengaran ceria. "Sori ganggu. Lagi nge-gym?"

Ha-ha-ha! "Ho-oh. Kardio. 'Napa lo?"

"Pengen ngobrol aja," jawab Raka masih sama cerianya. "Kangen, babe."

"Gue lagi nonton nge-push rank!"

"Oh, ya udah deh. Maaf ganggu. Gue telepon lain kali aja, ya?"

Aku duduk di pinggir tempat tidur dan menangisi nasib sialku. "Nggak apa-apa. iPad gue jatuh terus pecah."

Raka terbahak keras sekali sampai speaker ponselku berdenging. "Karma, tuh! Kemarin kan lo bilang kepingin beli iPad buat skripsi, tapi malah dipakai gaming."

"Sialan lo!" iPad itu memang kupakai untuk skripsiku sekaligus bermain gim untuk merilekskan diri. "Nggak mau nyala, nih! Mana udah nggak garansi lagi."

Raka terbahak lagi. Aku benci sekali padanya! Teman macam apa dia ini? Tapi sudahlah. Aku bakal pinjam uang pada Jojo nanti untuk menyervis iPad ini. "Lo mau ngomong apa sih sebenarnya, Ka?"

"Gue mau kasih tahu sesuatu sama lo..." Raka mulai kedengaran serius. "Gue kemarin baru aja ngobrol sama Ethan juga."

"Oh, si bencong," kataku. "Lo seriusan nganggap dia chic? Menurut gue dia seram. Biar udah di-laser, tapi bekas berewoknya masih ada!"

"Hus! Parah lo!" bentak Raka. "Tega ngatain teman sendiri bencong!"

"Sori, sori. Bukan bencong, deh. Transgender!"

THE BACHELORS [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang