[LA14] It's Time To Give Up

444 35 2
                                    

"Halo? Apakah ada orang?"

Yura mematung begitu masuk ke dalam ruang dance. Matanya tak henti takjub, terpesona karena berbagai lilin berbentuk hati menyebar-membuat ruangan seketika menjadi temaram. Rasanya bagaikan melihat sunset secara langsung, Yura benar-benar terpana dibuatnya.

Karena tidak ada yang menjawab, Yura menelusuri ruangan itu seorang diri. Ia menghampiri meja demi meja yang sudah dipenuhi oleh hamparan lilin. Sesekali menyentuhnya, kemudian tersenyum sendiri. Walaupun ia tidak tahu apa penyebab ruangan ini berubah drastis, keingintahuannya masih kalah dengan rasa terpukau.

Lantas Yura menduduki bangku panjang di sebelah piano. Memutuskan untuk menunggu sampai Jimin datang. Tapi matanya masih belum bisa melepas sekeliling, dan kini seluruh penglihatannya ia pusatkan pada piano di sebelahnya. Jimin pernah memainkan piano ini untuknya. Tanpa sadar Yura tersenyum sendiri.

Bahkan Yura pernah melihat yang lebih hebat dari itu.

Melihat Taehyung bermain seksofon.

Cukup membuatnya kagum sekaligus mengeluarkan air mata. Ya, kejadian itu sudah lama sekali. Saat kelas musik berlangsung-dan Yura pun tidak tahu Taehyung bisa memainkan benda itu.

Tak lama terdengar suara pintu berdesir, membuat Yura sejenak mengalihkan aktivitasnya-mengusap piano. Benar saja, namja bersurai orange yang menyuruhnya datang ke tempat ini langsung berjalan ke arahnya, dengan senyuman tulus seperti biasa.

"Kau menyukainya?" tanyanya begitu berhenti di hadapan Yura. Karena yeoja itu tidak mengerti, dia hanya mengangguk saja-karena sejujurnya ruangan ini memang terlihat keren. Seperti restaurant yang sudah disewa seseorang untuk melamar kekasihnya. Eh?

"Sebenarnya, untuk apa ini semua?" Yura sedikit terjengit begitu mendengar musik klasik mengalun begitu saja. Situasi ini tentu saja membuatnya semakin bingung, belum lagi sedari tadi Jimin hanya menatapnya sambil tersenyum. Padahal yang ia inginkan adalah menagih penjelasan.

Jimin ikut duduk di samping Yura. Wajahnya terlihat berlipat kali lebih tampan bagaikan disinari hangatnya rembulan. Sungguh, bahkan saat ini Yura seperti melupakan caranya berkedip.

"Aku membuatnya untukmu." Jimin tiba-tiba membuka suara. Kedua tangan hangatnya perlahan bergerak menuju tangan Yura, mengusapnya dengan lembut. Yura sampai gugup dibuatnya, kontan langsung melepaskan tangannya dari Jimin.

"Kau tidak perlu serepot ini." Yura merasa, Jimin terlalu berlebihan bila dia melakukan ini hanya karena-sebatas salam perpisahan. Ya, ia tahu kemungkinan tidak akan bertemu dengan Jimin lagi. Namun ia juga tidak akan melupakan namja yang pernah menjadi teman baiknya itu.

"Kali ini, lebih dari itu."

Perkataan Jimin selanjutnya membuat Yura memutar otak lebih keras. Masih belum mengerti, akhirnya Yura memutuskan untuk menuju ke topik utama pertemuan mereka.

"Jadi, apa yang ingin kaubicarakan?"

Jimin terhenyak, mencoba meraih kedua tangan Yura sekali lagi. Kali ini yeoja itu hanya terdiam, membuat Jimin bersorak sorai dalam hati. Untung kali ini dia tidak melepaskannya.

"Sebenarnya... hal ini monoton. Sama seperti sebelumnya." Kemudian Jimin menarik sebelah tangan Yura, mengarahkannya tepat di dadanya. "Aku hanya ingin kautahu, bagaimana isi hatiku."

Lagi, Yura melepas genggaman tangan Jimin tanpa banyak kata. Perlu waktu yang cukup lama baginya untuk mengerti maksud Jimin, dan dugaannya sudah meleset. Ini bukan salam perpisahan.

Ini kebalikannya.

"Jimin-ah, a-apa yang k-kaulakukan." Yura merasa panik begitu wajah Jimin yang semula pias, kini semakin maju ke arahnya. Bahkan saat ini jarak wajah mereka sangat dekat, membuat dugaan-dugaan aneh mulai terbayang di benak Yura.

Luv Affair [BTS FANFICTION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang