Switch

5.5K 398 9
                                    

Lidya bisa merasakan hangatnya sinar mentari mengenai wajah dan lengannya. Kening gadis itu berkerut, dalam hati heran sendiri kenapa bisa ada sinar matahari lolos ke dalam kamar, padahal Lidya adalah tipe orang yang menutup rapat gorden kamarnya ketika tidur.

Perlahan Lidya membuka mata, mencoba menyesuaikan pengelihatannya dengan kamar yang diselimuti sinar mentari itu.

Sedetik, dua detik. Lidya masih terdiam. Sampai akhirnya ia sadar kalau ini bukan kamarnya. Dan sejurus kemudian ia dikagetkan oleh sesuatu yang bergerak di bawah selimut yang masih menutupi tubuh sampai lehernya.

Tapi setelah menghirup harum yang sangat familiar, dan sepasang lengan yang masih merangkul pinggangnya dengan erat, seuntai senyum langsung mengembang di wajahnya.

Dengan tangannya Lidya menyingkap selimut itu, terlihatlah sosok Melody yang masih tertidur lelap. Tidak tahan melihat wajahnya yang sangat manis, jari-jemari Lidya mulai bergerilya dengan jahil, dari mengusap rambut sampai menusuk-nusuk pipi Melody dengan lembut.

Wajah Melody mengernyit karena gangguan-gangguan kecil dari Lidya. Ditambah tawa pelan yang keluar dari bibir Lidya semakin mengusik nyenyaknya tidur Melody. Dengan terpaksa Melody pun membuka matanya, mencoba mencari siapa yang berani mengganggu waktu istirahat yang jarang ia dapatkan.

Setelah mendapati Lidya yang tersenyum lebar kearahnya, Melody malah merenggut kesal. Sambil kembali memejamkan mata, Melody mendorong wajah Lidya dengan telapak tangannya.

"Erghhh." Lidya mengerang karena jalur pernapasannya ikut tertutup. "Kenapa sih dorong-dorong, jahat amat."

"Berisik. Masih pagi, kamu ngapain sih ada disini." Suara serak itu berujar dengan ketus, lalu Melody melepaskan pelukannya dan berbalik kearah lain.

"Dih, yang kemarin nyuruh nginep siapa coba."

Lidya masih memandangi punggung Melody, lalu gadis itu menoleh seolah baru sadar.

"Oh iya." Melody bergumam pelan lalu kembali mendekat kearah Lidya.

"Ngapain? Aku gak terima permintaan ndusel-ndusel lagi ya. Ucapan selamat paginya aja judes banget." Lidya menggeliat untuk menjauhi Melody, sayangnya sudah mepet tepi kasur sampai ia hanya bisa pasrah ketika Melody memeluknya.

Dasar Lidya lemah, dia hanya bisa menghela napas sambil kembali mendekap gadis itu lebih erat.

"Masih ngantuk? Matahari udah nyolot banget loh, aku laper lagian."

Kata-kata dari Lidya hanya dibalas dengan erangan dari Melody, yang langsung Lidya artikan kalau gadis itu belum mau berpisah dengan kasurnya.

"Ya udah kamu tidur lagi, aku nyoba masak ya."

Erangan kali ini terdengar lebih keras, dibarengi cengkraman di lengan Lidya.

"Yakin nih gamau aku masakin? Masakan aku enak loh, kamu juga pernah nyobain bekel buatan Lidy kan? Yang enaknya luar biasa dahsyat itu? Kalah semua chef di Indonesia sama aku tuh, apalagi aku masaknya di tambahin bumbu-bumbu cinta yang gabisa semua orang cicipin, cuma kamu loh Mel yang bisa nyobain, terus nih ya kalo aku masak tuh--"

"Duuuh, Lidya!" Kali ini Melody menekan kedua pipi Lidya sehingga gadis cerewet itu persis ikan buntal. "Berisik banget sih, yaudah masak sana. Aku masih pengen tidur sebentar lagiiii aja."

Lidya melepaskan cengkraman tangan Melody sambil berusaha bangkit. "Nah gitu dong, lagian kamu pasti alesan doang nih buat skip sarapan. Bandel ah gak boleh gitu, mulai sekarang kan program penggendutan Melody-nya dimulai." Lidya kembali membalut tubuh Melody dengan selimut tebal itu, meskipun matahari terlihat terik, udara pagi ini masih terasa dingin.

StarlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang