Apa yang akan kamu lakukan jika kamu sudah tak memiliki waktu untuk mewujudkan impianmu?
Bagaimana perasaanmu ketika kamu mengetahui tentang batas waktu hidupmu?
Menangis atau pasrah, atau bahkan kamu merasakan kesedihan yang tak dapat dilukiskan?
Begitulah apa yang aku alami saat ini. Berat rasanya mengetahui kenyataan pahit ini, tapi inilah hidupku.
Hidupku yang mengajarkan arti kekeluargaan. Hidupku yang mengajarkan arti cinta dan persahabatan. Hidupku yang mengajarkan arti kasih sayang . Hidupku yang mengajarkan arti pengorbanan dan ketabahan.
Maka dari itu, aku sangat menghargai kehidupanku, karena kehidupan inilah yang akan memberiku kesempatan bertemu dengan kebahagiaan untuk kehidupan yang abadi di akhirat nanti.
Pesan terakhirku untukmu, hargailah kehidupanmu. Nikmatilah dan lakukanlah apa yang menurutmu baik selagi kamu masih memiliki kesempatan. Jangan sampai kesempatan yang menghampirimu, kamu lewatkan begitu saja dan jangan sampai hari-harimu meninggalkanmu.
***
Namaku Kania Chairunnisa. Kalian bisa memanggilku Kania. Saat ini aku masih menjadi seorang mahasiswi akuntansi semester akhir di universitas negeri ternama di kotaku. Walau dikenal sebagai mahasiswi dengan berbagai prestasi, aku tetaplah seorang gadis yang biasa-biasa saja. Maksudku bukan seseorang yang patut diidolakan, seperti dalam novel, film, atau sinetron yang kebanyakan menggambarkan seorang gadis cantik, pintar, dan diidolakan.
Ya, betul. Maksudku aku ingin bilang aku pintar, tapi aku tidak cantik. Walau teman-teman banyak yang mengatakan aku cukup manis jika mau berdandan sedikit saja, tapi aku tidak terlalu mempersalahkan hal itu.
Oh iya, aku bisa kuliah di sini karena mendapatkan beasiswa atas prestasiku. Keluargaku bukanlah sebuah keluarga yang mampu untuk membiayai kuliahku. Oleh sebab itu aku berjanji setelah tamat kuliah nanti, aku akan bekerja keras untuk meningkatkan perekonomian dan bisa membahagiakan keluargaku.
***
Seperti biasa pagi ini kelas sudah cukup ramai. Kami menunggu sekitar setengah jam lagi untuk memulai mata kuliah seminar akuntansi. Aku menempati kursi di sebelah Bella, sahabatku. Bella dan teman-teman yang lain ternyata sedang asyik membicarakan berita mengenai kecelakaan maut di Jakarta yang menelan sembilan korban jiwa. Aku yang sudah berkali-kali melihat berita tersebut di televisi jadi agak malas untuk bergabung, apalagi kondisi badanku yang terasa lelah dan sedikit pusing pagi ini. Lebih baik membaca buku saja, pikirku.
Beberapa menit kemudian, kudongakkan kepala dan berpaling dari bukuku sebentar. Aku menyadari kehadiran seseorang. Iqbal lewat di samping tempat dudukku. Ya, aku bisa menyadari kedatangannya lewat bau parfumnya.
Hari ini Iqbal memakai kemeja coklat motif kotak-kotak dengan lengan yang digulung, membuatnya makin segar dalam pandanganku. Saat dia tersenyum kepada teman-temannya, diam-diam senyum itu kusimpan dalam memori kepalaku.
Iya, kalian benar! Aku menyukainya. Ini sebuah rahasia yang kusimpan erat dari semester 6 lalu, saat Iqbal belum bersama Clara. Saat ini ia sudah menjadi milik Clara, seorang mahasiswi yang kabarnya juga satu kampus dengan kami.
Jujur saja aku cukup merasa sedih karena Iqbal sudah memiliki pacar, namun aku juga bahagia jika dia bahagia. Ah, lagi pula yang terpenting bagiku saat ini adalah berusaha sekuat tenaga untuk menggapai cita-citaku demi kebahagiaan orang tua dan dua adikku. Sebuah rasa yang ada di hatiku ini sekadar motivasi untuk menambah semangatku.
Aku pun sadar, Iqbal berasal dari keluarga yang berada. Tak mungkin juga dia menaruh perasaannya terhadap seseorang sepertiku. Lelaki seperti Iqbal memang mudah untuk disukai. Selain dianugerahi wajah yang tampan, Iqbal juga lelaki yang ramah dan bisa bergaul dengan siapa saja. Aku tidak akan sanggup bersaing untuk bisa memiliki hati Iqbal. Iqbal terlalu jauh dari jangkauanku. Aku tidak berani berharap lebih padanya. Sekadar untuk menjadi temannya saja belum bisa, apalagi berharap menjadi jodohnya.
Malah aku ragu, Iqbal tahu namaku. Meski sudah tiga tahun lebih aku dan Iqbal satu kelas, kami tidak pernah sekali pun berbicara atau bertegur sapa. Kalau pun kami bertemu atau tak sengaja bertatap muka, Iqbal hanya tersenyum tipis, bahkan lebih seringnya ia langsung menoleh ke arah lain.
Ah, bagaimana pun sikap Iqbal, aku tetap menyukainya. Apalagi sering kudapati lelaki itu berada di mushola kampus sebelum masuk kelas untuk kuliah. Kata Bella, Iqbal memang sering shalat duha. Keren 'kan lelaki pilihan hatiku?
KAMU SEDANG MEMBACA
GOODBYE MY DAYS
Teen FictionAku harus menghadapi sebuah kenyataan buruk di dalam hidupku setelah kuketahui bahwa penyakit kanker hati bersarang di tubuhku. Penyakit inilah yang membuat hari-hari indahku berubah kelam. Belum lagi aku harus menghadapi kenyataan jika orang tua da...