1

1.3K 65 22
                                    

Aku mengrutuki diri sendiri kenapa bisa bangun telat kaya gini. Padahal aku uda nyiapin weker jam5 pagi.

Setelah perjuangan panjang melewati dan menerobos lautan manusia akhirnya sampai juga aku di sekolah tercinta.

Sesampainya di kelas senyum manis tercetak di bibirku. Melihat muka seriusnya itu seperti ada hiburan tersendiri. Aku duduk di bangku sebelahnya dan dia masih belum sadar.

"Selamat pagi" sapaku dengan gembira. Tapi dia tetap diam saja hfftt kebiasaan dehh.

Kudekatkan bibirku pada telinganya dan berkata dengan lembut.

"Selamat pagi Renokuuu"

Sontak dia kaget dan tersenyum

"Kebiasaan deh ya, kalo uda baca serius banget sampe gasadar"

"Begadang kan, nonton drama korea pasti". Aku cuman nyengir.

Ya emang bener aku telat gara-gara nonton drama korea. Habisnya gimana ya, kemarin itu sayang banget buat di tinggal. Orang cuman 2 episode terakhir. Ya aku lanjutin aja nontonnya hehe

"Habisnya gimana dong, ceritanya itu bagus banget Ren. Kamu sih kalo tak ajak nonton gamau, jadi gatau deh gimana bagusnya drama korea itu."

"Bi, aku kan uda ingetin. Kamu harus fokus belajar. Bentar lagi kan ujian, kamu juga harus jaga kesehatan" ujar Reno dengan nada lembut dan perhatian

Kalo uda kaya gini aku mah gabisa ngomong apa-apa. Selalu hati ini mudah banget tersentuh dengan sikapnya. Aku tersenyum dan menyenderkan kepalaku di bahunya. "Iya Ren, aku selalu ingat kata-katamu kok. Kamu juga selalu jaga kesehatan ya."

"Yang anget yang anget." Itu pasti suara Danu, sahabatnya Reno.

"Yeee sirik aja, mangkanya sana cari pacar biar anget." ledekku

"Gaperlu pacar kok, teh anget juga bisa wekkk." balasnya

Aku membalasnya hanya dengan menjulurkan lidah. Kalau soal begini Reno gamau keluar suara. Dia itu type yang gamau membuang tenaga untuk hal yang tak berguna.

Bel tanda masuk uda bunyi. Guru kiler, Bu Ana uda masuk ke kelas. Sebenarnya dia bukan kiler, itu pendapat Reno. Dia cuman tegas dan disiplin, bagus buat ngedidik murid. Itu juga pendapat Reno. Emang sih gitu tapi tetep aja dia termasuk killer.

"Tugas minggu lalu silahkan dikumpulkan!" perintah Bu Ana

Aku membuka tas dan mencari buku biologi. Tapi hasilnya nihil didalam tasku gaada yang namanya buku biologi. Mampus gimana ini, Bu Ana kalo ngasih hukuman gatanggung-tanggung. Dia tega nyuruh keliling lapangan 5x gapeduli cewe atau cowo.

Keringat dingin membanjiri tubuhku. Tapi gasampe banjir di Jakarta akibat luapan sungai ciliwung kok. Apasih otak ku masih aja gajelas disaat genting seperti ini, abaikan.

"Yang tidak mengerjakan tugas silahkan keluar dan keliling lapangan."

Tuh kan bener Bu Ana uda ngeluarin ultimatum. Huaa gimana ini. Ketika menoleh muka Reno seperti biasa tanpa ekspresi, datar. Itu uda ciri khas Reno. Seakan tidak peka dengan raut wajahku dia kembali membaca bukunya. Sedangkan aku berkomat kamit membaca doa yang aku hafal. Detik berlalu namun tak ada satupun anak yang beranjak untuk keluar itu tandanya semua mengerjakan tugas.

"Bintang"

Deg! Bu Ana manggil namaku? Duh gimana ini, keringat membanjiri wajahku. "Saya bu?" tanyaku gugup.

"Iyalah, emang siapa lagi yang namanya Bintang disini."

Dengan berat hati aku maju dan siap dengan hukuman yang akan diberikan Bu Ana.

"Tolong bagikan, kita koreksi bersama."

Aku melongo mendengar ucapan bu Ana, ada perasaan lega campur bingung. Bagaimana bisa aku ngga disuruh keluar sedangkan aku ngga ngumpulin tugas itu.
Setelah aku ambil tumpukan buku untuk dibagikan aku sedikit terkejut. Buku di tumpukan pertama itu atas namaku. Pantas saja Bu Ana memanggilku. Tapi bagaimana bisa ada buku atas namaku. Sontak aku menoleh pada Reno bertepatan dia juga melihatku. Ah aku tau apa artinya ini. Renoku memang juaranya. Aku pun tersenyum padanya tapi dia hanya melengos. Tak apalah nanti aku akan ucapkan terimakasih padanya.

***

"Ren makasi ya." Ucapku sambil tersenyum dan membawa jus strawberry kesukaannya.

Dia hanya menjawab sambil bergumam. Setelah cukup lama dalam suasana tanpa bicara alias kita diem-dieman aku mendapatkan ide untuk membuatnya tidak marah padaku. Sebenarnya dia gamarah juga sih. Emang anaknya aja yang pendiem tapi ya berhubung aku merasa bersalah dan berniat minta maaf serta ucapan terimakasih atas bantuannya.

"Ren, besok anterin aku ke toko buku ya." Dia menoleh dengan mengerutkan dahi. Tanganku terulur untuk meratakan dahi tersebut.

"Gabaik sering mengernyit kaya gitu, ntar gantengnya ilang." Godaku padanya. Sebenernya dalam keadaan apapun dia tetap ganteng kok hehe.

"Tumben ngajak ke toko buku." Akhirnya dia bersuara juga.

"Ya gpp kan, lagi mood aja kesana. Mau beli buku soal-soal buat persiapan ujian."

"Yauda."

Hanya kata itu yang terakhir dia ucapkan. Aku uda terbiasa dengan sikapnya itu. Ya walau terkadang aku merasa agak sebel tapi mau gimana lagi.

***

"Makasih ya uda nganterin pulang."

"Iya."

"Yauda ati-ati dijalan ya Ren, byee."

Dia menganggukan kepalanya dan tersenyum. Merasa tak ada kalimat selanjutnya yang keluar dari mulutnya, aku membalikkan badan dan berniat membuka pagar namun tanggannya menahanku. Aku menoleh

"Jangan begadang lagi, jaga kesehatan ya Bi. Sholat sama belajarnya jangan lupa. Aku pulang. Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam."

Setelah beberapa menit melihat kepergian Reno, pipiku masih bersemu mendengar kaliamat perhatiannya. Hati ini masi saja berdebar ketika Reno selalu mengucapkan kalimat itu. Di hubungan kami yang uda 3 tahun ini bisa dihitunglah berapa kali dia mengucapkan kata-kata romantis. Tapi ngga bisa dibilang romantis juga. Habisnya dia mengucapkan tanpa ekspresi. Hanya senyuman, gitu.

Jangan ditanya kenapa aku bisa menerimanya menjadi kekasih. Padahal sifatnya itu cuek plus dingin banget. Tapi cinta ngga selalu butuh alasan kan.

---------------^_^--------------

Assalamualaikum my lovely readers

Cerita pertamaku nih...
Maaf kalo kurang ngehh gitu maklum baru pertama. Btw makasi uda baca dan vote:* kalo komen silahkan biar bisa buat semangat dan perubahan pada part selanjutnya

Love
dprcuu

Cinta RenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang