50

2.2K 128 19
                                    

Kepingan 50

MUNGKIN kami telah berjalan di hutan ini selama berjam-jam. Setelah meninggalkan Elber, yang kami temui hanya hutan lebat. Hari sudah gelap dari tadi, sekarang bulan menyinari hutan ini. Sinarnya menyela dari balik dedaunan dan batang-batang pohon besar di sini, membentuk semacam siluet. Sedikitnya cahaya pada hutan ini menambah kesan ngeri pada hutan ini. Jems dan Fel membuat bola-bola cahaya dengan sihir mereka. Namun,cahayanya hanya bisa menerangi beberapa langkah ke depan saja.

Meskipun sudah malam, namun salju di sini mulai cair. Di Elber, salju juga sudah mencair, didukung oleh bola-bola api yang membakarnya. Tetesan air terjatuh dari ranting-ranting kering, dedaunan coklat yang masih tersisa beterbangan mengikuti irama sang angin.

Gaun dan rambutku berkibar diterpa angin. Aku melangkahkan kakiku yang sudah keram ini. Di sebelahku, Raph berjalan pelan sambil melihati benda melingkar seperti arloji itu. Jarum kompasnya bergerak lurus ke selatan. Matanya menyerngit, berusaha untuk fokus pada kompas itu.

Aku tidak perlu merasa kelelahan karena harus mengangkat anak kecil yang kutemukan di Pasar Elber. Jems memantrai Helen dan anak itu untuk melayang. Aku melihat sulur-sulur sihir yang berwarna biru itu melilit tubuh mereka, dan membuat mereka terlentang di atas tanah. Mereka tertidur dan dengkurannya bisa kudengar dari belakang mereka.

Sementara mereka melayang serta tertidur, kami malah sibuk mencari dimana Order itu. Sudah berjam-jam kami mencari dimana kota itu, namun kami malah berputar-putar di hutan ini. Jems berkata bahwa mungkin kota itu ada di balik hutan ini. Dia yakin kalau Order itu tersembunyi. Lagipula, kami belum keluar dari hutan ini. Kami sudah lelah dengan pencarian ini. Termasuk aku.

"Masih lama?" protes Fel.

"Entahlah." Pandangan Raph tidak lepas dari kompas itu. "Jarum ini masih berkata lurus."

"Apa kau yakin?" tanya Jems.

"Ya. Kompas ini adalah kompas ajaib dari ayahku. Dia mendapatkannya di Fume. Jika kau berkata tujuanmu pada kompas ini, maka kompas ini akan menunjukkan jalannya padamu."

"Dan kau mengatakan tujuan kita? Order?" tanyaku tidak percaya. "Yang kuingat dari pertemuan kita di reruntuhan kafe itu, kau mengatakan arah selatan?"

"Aku mengatakan Order waktu itu, Alice. Kau ini, ya. Memang pelupa." Dia menghela napas kelelahan. Aku menyengir pelan.

"Kawan. Aku benar-benar lelah sekarang. Bagaimana kalau kita istirahat sampai besok subuh?" Nada Fel terdengar letih.

Kami memutuskan untuk duduk di bawah pohon cemara yang besar. Batangnya menjulang tinggi sekali hingga ujung pohonnya tidak terlihat. Suasana malam di hutan ini membuatku teringat pada Kota Korch. Suhunya, saljunya, suasananya. Hanya saja, di sini kau tidak akan menemukan tempat yang berubah jadi gurun dan hamparan salju sewaktu-waktu. Di sini lebih menenangkan, tidak ada bayangan Verciel, walau aku tahu Magisterium masih memburuku. Fel bersandar dan tertidur pada batang pohon. Helen dan anak kecil itu masih melayang-layang di dekat kami.

"Apa masih lurus?" Nada mulai Jems terdengar letih. Dia mendesah.

"Entahlah." Aku berjalan dan duduk di antara Jems dan Raph. Jems menyandarkan kepalanya pada sebuah batang pohon yang kecil, lalu dia tertidur. Tidak seperti adiknya, dengkurannya tidak tedengar olehku.

"Bagaimana, Raph?" tanyaku. "Apa kamu menemukan sesuatu?"

"Aku lelah," jawabnya. "Terkadang, aku bingung apa kompas ini benar atau tidaknya."

Aku mengernyit. "Apa maksudmu? Bukankah kau sendiri yang berkata kalah kompas itu ... ajaib?" tanyaku. "Kau bilang ketika kau mengatakan kemana tujuanmu, kompas itu akan menunjukkanmu. Benarkah?" tanyaku memastikan. "Kau mengatakan Order pada kompas itu, kan?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 16, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Hidden CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang