3

53 5 0
                                    

Nabilla masih tidak percaya akan perkataan Dilan siang tadi
Perkataan itu terus menerus terngiang di kepalanya
Ia sampai tidak bisa berfikir jernih
Sementara itu, Dafa juga tidak percaya
Hanya 1 hal yang Dafa dan Nabilla takutkan
"Bagaimana kalau akhirnya kami saling mencintai?"

.

BIANCA bilang padaku bahwa tadi pagi ada pengumuman tentangku dan Dafa. Apa-apaan?! Siapa dia sampai seenaknya menyatukan dua manusia yang 'enggak-bisa-menyatu' sampai maksa gitu. Aku memukul-mukul meja. Sementara itu Bianca memijit pelipisnya.

"Gue nggak tahu harus gimana." ucapku, "gue juga enggak nyangka, sebenci itukah Dilan sama gue?" Bianca menggeleng "enggak mungkin, bil! Oke, mungkin Dilan sakit hati gara-gara ditolak sama lo, tapi lo tau sendiri 'kan kalau Dilan itu enggak suka balas dendam?"

Aku menutup wajahku dengan kedua tanganku. "Rasanya gue mau mati aja, bi. Gue hidup juga buat apa coba? Disekolah gue selalu buat masalah sama Dafa. Sampai-sampai--" aku merasakan sesuatu menarik lenganku. "Ayo ke ruang osis" aku pun membuka tanganku dan melihat Dafa yang sedang menarik lenganku.

"Apa? Buat apa?" tanyaku, "lo tahu sendiri 'kan kalau kita enggak bisa bersatu! Kita tuh macam 'air dan minyak' kalau disatukan, tetap saja enggak bisa menyatu!" Dafa pun tertawa "mungkin saja bisa?" aku pun memukulnya "gak! Gak mau!"

"Udahlah kelarin semuanya di ruang osis." ucap Bianca, "lo gila, ya? Ah males gua" ucapku. Lalu aku merasakan tubuh ku diangkat. Sontak aku langsung memberontak. "Lepasin gue, daf! Lepasin!"

.

Aku memperhatikan kuku jariku sedari tadi. Masa bodoh mereka sebal atau tidak.

"Nabilla.." panggil Dilan, aku pun menatapnya sekilas dan kembali memperhatikan kuku jariku "Nabilla, tolong kerja samanya." aku terkekeh. "Nabilla, tolong." aku merasa terganggu, sontak aku langsung bangkit. "Lo bisa gak stop ngomong 'Nabilla, tolong'? Toh, lu lagi ga didalam bahaya 'kan?"

Dafa mencengkram lenganku, aku pun menepisnya. "Apasih daf? Sakit tau!" ucapku "sekali ini aja, bil." ucapnya. Aku membuang muka. Kenapa Dafa jadi ikut-ikutan?

"HELLO! LU HARUSNYA MIKIR GIMANA NASIB GUE KALAU DEKET SAMA DAFA! BISA-BISA GUE DIKEROYOK GADIS-GADIS PENGGILA DAFA! GUE JUGA GAMAU KALAU RAMBUT GUE JADI BOTAK ATAU KECABUT SATU HELAI AJA GARA-GARA DIJAMBAK SAMA MEREKA." bentakku. Dilan terdiam.

Sementara itu Dafa tertawa

"Trus apa guna-nya gue?" tanya Dafa. "Lo ga berguna" ucapku acuh tak acuh. "Jadi gimana, Dil? gue udah mikir berkali-kali, gue nerima deh." aku terkejut, mulutku menganga. Dilan tersenyum "tinggal kamu, bil. Gimana?"

Dafa pun mendekatkan wajahnya ke wajahku, aku bisa merasakan hembusan napasnya. "Terima sajalah, gue capek masuk BK" bisiknya. Em, sejujurnya aku juga capek. Tapi, aku enggak bisa menerima ini.

Pada akhirnya, aku menjawab "baiklah"

Seketika Dilan tersenyum, sementara aku menghela napas. "Udah, 'kan? Sekarang gue mau pergi."

.

"APA? Jadi lo nerima tawaran Dilan?" aku mengangguk lemas "ya gimana lagi, Bi. Gue cuman bisa pasrah."

Jujur, aku terpaksa menerimanya. Karna aku tidak punya pilihan lain. Aku juga capek dapet hukuman terus.

Tapi, yang aku takutkan jika kita didekatkan yaitu

Aku bisa saja menaruh rasa padanya.

Love?Where stories live. Discover now