14

21 2 0
                                    

Aku menunggu Steven datang bersama Nina. Aku ingin bertanya kepadanya mengenai diriku sendiri. Nina menghampiriku dengan wajah panik, "Ban belakang sepeda motor Steven bocor!" Aku terkejut.

"Lalu bagaimana?" Tanyaku, Nina menggeleng "Ia sedang mencari tukang tambal ban. Jika ia tidak ketemu tukang tambal ban, maka secara terpaksa ia tidak bisa kemari." Jawab Nina. Semoga saja Steven bisa datang karna banyak pertanyaan yang ingin kutanyakan padanya. Jujur saja, aku tidak bisa memendam rasa ingin tahuku. Nina terus menyuruhku untuk bersabar. Bagaimana bisa aku bersabar jika kondisi hati dan fikiranku sedang bergejolak?

Jam menunjukkan pukul 12 siang. "Bentar, ku panggil ibumu." ucap Nina lalu berjalan keluar dan memanggil nama-nyonya Henny? Siapa nyonya Henny? Lalu, orang yang dipanggil Nina pun datang. Ia segera menghampiri diriku. Nina menutup kembali pintunya lalu tersenyum kearahku, "Ini ibumu, kau tahu 'kan?" Aku menggeleng, "Aku tidak-tahu siapa dia. Ak-aku tidak mengenalnya." Aku memang tidak mengingat siapa wanita itu. Sang wanita menggenggam tanganku dengan erat, ia tersenyum, "Ibu senang kau sudah sadar." Tunggu, Ibu? Dia ibuku? Aku melepaskan genggamannya, kepalaku terasa sakit jika aku sudah mulai "mengingat" sesuatu. Sangat aneh. Nina menghampiri wanita tersebut. Lalu berbisik kepadanya. Setelah itu, sang wanita pergi.

Apa baru saja dia mengusirnya?

Nina menghampiriku lalu tersenyum, "Aku ingin cerita." ucapku. Dia mengangguk, "silahkan." Aku menghela napas lalu mulai bercerita. "Belakangan ini aku mengalami mimpi buruk. Aku terus bermimpi kejadian di saat pandanganku mulai buram dan nafasku tersengal-sengal. Tetapi, aku tidak mengingat apa yang terjadi selanjutnya. Aneh, bukan?" Nina tampak sedang berpikir. Lalu, ia mulai berbicara.

"Mungkin kau sudah mulai mengingat ingatan yang hilang dari otakmu." ucapnya dengan suara yang tenang.

"Apa aku akan baik-baik saja?" Tanyaku. Aku takut semua ini akan memperburuk keadaanku. Ia menggeleng. "Tentu." Jawabnya. Sisi dari diriku mengatakan semuanya akan menjadi tambah buruk. Semuanya akan mempersulit keadaanku. Dimana aku akan terus bertanya-tanya apa yang terjadi selanjutnya dan aku akan merasakan resah sepanjang hidupku sampai aku benar-benar mengingat semuanya. Tapi, sisi lain dari diriku memercayai perkataan Nina. Lalu, aku harus memercayai sisi yang mana?

"Ingin makan apa?" Tanya Nina, membuyarkan fikiranku. Aku menatapnya, "aku tidak lapar. Terimakasih." Jawabku. Nina menatapku dengan tatapan penuh tanda tanya. "Kau yakin? Kau harus makan setelah itu kau akan minum obat lalu istirahat."

Aku tetap menggeleng. "Bagaimana kalau aku istirahat sekarang? Aku lelah." Nina tampak sedang berfikir. "Aku benar-benar lelah hari ini, Nina. Sedari tadi aku terus berfikir yang membuat kepalaku terasa sakit. Aku butuh istirahat." Lalu Nina mengangguk. "Baiklah, kau boleh istirahat." Lalu ia menjauh dariku.

Aku memejamkan mataku dan berharap kali ini aku tidak bermimpi seperti itu lagi.

.

Love?Where stories live. Discover now