8

33 3 1
                                    

"Papa, apa itu cinta?" tanya seorang gadis berumur 13 tahun. "Cinta itu rasa yang tiba-tiba datang dan sangat sulit dimengerti." jawab ayah dari gadis tersebut. "Apakah aku akan mengalami rasa itu?" ayah nya mengusap rambutnya. "Pasti."
"Apakah cinta bisa menyakitkan?" ayahnya terdiam. "Ya, sakit adalah bagian dari cinta."

.

AKU merapihkan semua buku-buku ku dan memasukan nya kedalam loker. "Well, selamat nona maharanie. Harris terpukau sama lo" aku terkejut. Aku menengok kebelakang. Julie tersenyum kecut kearahku. Sementara itu Regina hanya asyik dengan ponselnya. "Sekarang, mari kita bermain game." ujarnya

"Game? Game apa?" tanyaku. "game nya easy kok. Asalkan lo ngikutin semua rule yang ada. Maka, lo bakalan jadi winnernya." jawab Julie. Aku segera menolaknya. Aku menutup lokerku lalu segera pergi tetapi Julie segera mencegatku.

"Kalo lo lari, lo bakalan kalah." ucapnya. "Gue gamau mainin game konyol lo!" ucapku. Ia tertawa. "Oops, sorry, game nya sudah dimulai. Rule nya cuman 1 loh, lo gaboleh curang. Siapa yang dapat menaklukan hati Harris itu pemenangnya." aku diam. Julie tersenyum lalu pergi bersama Regina yang tetap asyik dengan ponselnya.

Aku berusaha mencerna kata-kata yang dilontarkan dari mulut Julie. Astaga. Dia gila. "Woi!" ucap Dafa. "Apa?" tanyaku. "Gue mau ngajak lo main. Mau gak?" tawarnya. Main apa lagi? Jangan-jangan ini salah satu dari rencana jahat Julie. Aku menggeleng. "Udah, gue udah muak sama permainan idiot nya Julie. Sekarang, permisi ya, gue mau pulang." ucapku. Ia tertawa. "Pemainan idiot nya Julie? Apaan tuh? Gue mau ngajak lo ke game master bego, bukan main ala-ala cewek-cewek alay." aku tertawa lepas.

"Sekarang, lo tetep 'enggak' atau berubah fikiran?" tunggu.. jarang-jarang ya Dafa ngajak aku main. Hmm, lebih baik aku tetap waspada.

Aku mengangguk, "sip. yodah, yuk langsung pergi." ucapnya

.

Dafa fokus mengambil boneka kelinci. Dia tidak bisa diam. Daritadi dia berjalan ke arah kanan dan kiri nya. "Daf, bisa ga sih lo diem ditempat aja? Gue pusing liatnya."

"Lo mau boneka nya ga? Gue lagi berusaha nih. Hargain napa." lagi-lagi aku tertawa olehnya. "Sok-sok an ya lu. Udah ah, gue gamau ngerepot--" tiba-tiba boneka kelinci yang ia incar tadi sudah berada di tangan kirinya. "Nih, hasil perjuangan gue. Jangan sampe ilang ye, mahal nih perjuangan nya." ucapnya lalu aku mengambil boneka itu dari tangan kirinya

Aku merasa ada yang janggal dari sesosok Dafa yang selalu membuat masalah. Kali ini dia berbeda 180 derajat dari Dafa yang kukenal. Siapa dia? Dafa 2016? Tidak mungkin.

"Main basket yuk. Gue denger-denger sih yaa lo pernah dapet juara 1 gara-gara lomba basket antar sekolah. Gue siih gak percaya, makanya sekarang gue pingin dapet bukti kalo lo beneran jago basket." aku mencubit lengan nya. "Lo nantang gua? Okey, nih pegang kelinci sialan lo itu." aku menggesek kartunya dan permainan pun dimulai.

Aku terkekeh, aku tidak mencetak gol sekali. Dafa pun tertawa. "Haha, gamungkin. Ini lo nge cheat, ya? Wah, curang ya lo. Parah parah parah." ucapnya. "ih apaan sih. Sirik lu yaa."

Dafa tertawa dan ekspresinya seperti sedang meremehkan aku. "Hmm, nggak sih. Gue ngalah aja sama lo, kasihan aja gitu kalo lo gak menang. Tampang gue sih emang bad boy, tapi jangan salah! Hati gue lembut kek cewek tau." Lalu ia tersenyum. Dafa, dia beda dari yang lain. Entah mengapa, hatiku mulai berdebar saat ia tersenyum. Ia bukan lagi Dafa yang menyebalkan, melainkan Dafa yang sedang menc–ah lupakan saja. Ini tidak penting.

Dafa berpindah ke alat yang menyuruh kita untuk menginjak-injak sesuai dengan yang ditampilkan di layarnya. Aku lupa namanya apa, hehe.

Ia mulai menggesek kartunya dan menghentakkan kakinya untuk memulai game tersebut. Dafa melirik kearahku, "ngapain diem disitu? Sini lah temenin gue main." Aku menggeleng "gue gabisa, Daf. Mending gue main balap mobil, nggak nguras tenaga soalnya." Dafa mendecak, "Ck, payah."
"Lah, ya terserah gue dong mau main apa juga. Siniin kartunya, gue mau main." Dafa turun dari “panggung” game tersebut, ia membawa kartunya.

"Ayo balap mobil sama gue!" Tantangnya, aku memicingkan mataku.
"Yakin lo?" Tanyaku, ia mengangguk.
"Gue yakin. 100% yakin." Jawabnya semangat lalu duduk di tempat game balap mobil. Aku duduk di sampingnya.

Aku melihat kearah Dafa, ia layaknya seorang pembalap beneran! Aku tertawa lalu ia langsung melihatku, "kenapa ketawa?" Tanyanya "hm? Gaboleh, ya?"

"Ya nggak lah." ucapnya.
"Apa? Kenapa?" Tanyaku, ini aneh sekali. Memangnya siapa dia? Mengapa dia melarangku untuk tertawa?
"Karena, kalo lo ketawa, otomatis lo senyum lah ya,"—tiba-tiba berhenti lalu tersenyum—"dan lo itu manis banget kalo lagi senyum. Bayangin dong kalo lo ketawa? Bisa-bisa diabetes gua haha."

Aku diam. Semuanya seakan berhenti. Berhenti tepat dimana Dafa mengeluarkan kata-kata itu dari mulutnya sendiri. Jantungku berdegup kencang. Kupastikan pipiku memerah saat ini juga! Ya tuhan, aku malu.

"Ayo ih main. Malah diem aja lu. Baper ye?" Canda-nya. Aku menggeleng lalu menggesek kartunya dan memulai gam tersebut. "Berisik lo." Ucapku sarkas.

Dafa memilih mobil mana yang akan ia gunakan. Sementara aku sedang memilih track yang bagus.
"Gue punya ide bagus nih." ucapnya secara tiba-tiba.
"Apa?" Tanyaku.
"Kalo lo kalah, lo jadi pacar gue ya."
"Kalo enggak?"
"Tetep jadi pacar gue."

Aku mencubit lengannya, ia langsung merintih kesakitan.
"Kok lo gitu sama gue? Bilang aja lo mau sih ya hahaha." Godanya. Ahh, Dafa dia habis mabok amer atau gimana? Aku jadi salah tingkah seperti ini.

Aku langsung memulai permainan-nya. Mataku fokus menghadap layar dan tanganku fokus mengemudikan nya. Aku terus menginjak gas-rem-gas-rem. Sesekali aku melirik kearah Dafa, ia sangat fokus dengan permainan ini. Matanya menghadap layar, tangannya sesekali memindahkan gigi. Oh, iya, dia memilih manual sementara aku matic.

Dafa ganteng, jujur saja dia ganteng. Tetapi ulah jahilnya membuatku jijik dengannya. Sekarang? Dia seperti kerasukan roh romantis. Aku bingung dengan nya sekarang.
Tanpa kusadari, mobilku kehilangan arah lalu menabrak mobil-mobil lainnya.

"Makanya fokus. Jangan lihatin gue terus. Gue tau kok kalau gue ganteng. Dah dari lahir gini," Aku membelalakan mataku. "Lihat? Aku memenangkan permainan konyol ini dan kau kalah! Poor you."

Aku langsung bangkit. "Dah ya, gue laper. Mending sekarang udahan dulu mainnya. Gue mau makan." Ia mengangguk "Anything for you, Billa."

Aku menginjak kakinya. Ia terkekeh lalu menggandeng tanganku sembari keluar dari game master. Aku mencoba untuk melepaskan tanganku tetapi genggamannya terlalu erat.

Dia ini kenapa?

Love?Where stories live. Discover now