4

52 5 0
                                    

Hari ini adalah hari pertama mereka menyatu.
Nabilla gugup. Ia tidak pernah merasakan segugup ini.

.

Dafa- lu dimana? Gue didepan
Dafa- Woi cepet! Bentar lagi gerbang ditutp!

Me- iyaiyaa sabar gue lagi sarapan.

Dafa- sip. Ditunggu

AKU mengambil tas ransel-ku dan segera mengecup pipi ibuku "ma, aku pergi dulu, ya!" ibuku pun tersenyum lalu mengangguk "jangan buat masalah, okey?" aku mengangguk lalu pergi keluar. Aku melihat Dafa sedang bersandar di kap mobil-nya.

Sekarang aku tahu mengapa gadis-gadis mengincarnya. Tapi, sifatnya yang nyebelin itu susah dihilangin.

"Udah nunggu lama?" tanyaku, Dafa pun melirik kearahku. "Udah, ya, selamat. Gerbang udah ditutup" jawabnya santai. Seketika aku membeku, apa? Selama apakah aku sarapan?

"Ta--tapi gue 'kan enggak lama." ucapku, Dafa pun langsung menjitak jidatku "enggak lama? Gue udah nunggu 1 jam disini Nabilla." ucapnya. "Tapi ya mau gimana lagi? Gerbang udah ditutup. Lo masih mau maksain buat masuk, hm?"

"1 jam? Enggak mungkin, haha" lalu Dafa pun menyodorkan ponselnya. "Nih, coba lu cek sms gue ke lo yang paling atas." aku pun menuruti perintahnya.

1 jam yang lalu..

Dafa- Woi bangun
Dafa- gue otw ya
Dafa- nabillaaaaa bangunnn
Dafa- heh

Mulutku menganga. Lalu aku terkekeh sembari menutup wajahku. Aku baru sadar, aku terbangun jam 7.00 sedangkan gerbang ditutup jam 7.05

"Yah, trus gimana dong?" tanyaku. Dafa menyeringai. "Kita ke café belakang sekolah aja, gimana?" tawarnya. Sontak aku langsung memelototinya. "Lo mau bunuh diri, ya? Haha" café belakang sekolah selalu ramai dengan murid-murid di sekolahku. Oh, itu juga tempat nongkrongnya guru bagian kesiswaan. Ya, mereka bagaikan cctv. Tapi, lumayan tidak banyak murid yang menyadari-nya.

"Gue laper." ucapnya. "Lo gak kasian sama cacing-cacing di perut gue?" aku pun memasang ekspresi jijik. "Gue gak peduli" ucapku acuh tak acuh. "Oh, ayolah! lo mau gue aduin ke ibu lo kalau lo gamasuk sekolah?" aku pun terkekeh "silahkan, toh, ibu gue juga enggak akan peduli."

.

Dafa terus merengek ingin masuk ke café itu. Tentu aku menolaknya! Dia gila? Aku enggak mau kena masalah lagi.

Aku terus memandang kearah luar. Aku juga ingin kesana, sih. Tapi apa daya? Jika aku kesana, sama saja dengan aku bunuh diri.

"Ayolah, bil. Tar gue traktir deh. Sumpah" ucapnya sambil menarik-narik lenganku. Aku tetap menolak dan terus-terusan menepis tangan-nya. Jika begini terus, kesabaran ku bisa habis.

"BISA GAK SIH LO GAK TERUS-TERUSAN MERENGEK? INGET UMUR. LAGIAN JUGA GUE KALO SEKALINYA GAK MAU YA TETEP ENGGAK MAU!" bentakku. Ia terdiam. "Aku gak suka dipaksa. Kalo kayak gini, mending turunkan aku saja. Aku mau pulang." ucapku. Ia tetap terdiam. "Enggak, gue gabakalan izinin lo pulang." ucapnya, ia menatapku dengan tatapan kosong.

"Kalo gitu, yaudah. Gue mau telefon pak Yaya buat ngejemput gue disini." Aku pun mengambil ponselku tetapi sialnya Dafa langsung mengambil ponselku. "Entar gue anterin pulang. Sekarang, ayo masuk." ucapnya. "Gue enggak bisa, Daf. Lo aja sendiri. Maksa banget sih jadi orang" ucapku sambil mendecak sebal.

Dafa terdiam. Keheningan menyelimuti kami. Duh, kok aku jadi merasa bersalah, ya?

Aku pun menghela napas, "baiklah. Ayo ke dalem." ucapku sambil tersenyum kearahnya. "Enggak ah, gak jadi. Lo bener. Maaf ya gue maksa. Sekarang mau kemana? Lo suka burger gak?" akupun mengangguk. "Yaudah, kalau gitu kita ke burger king, okey?" Astaga, burger king!

Rasanya aku ingin menjerit. Sudah 1 bulan aku tidak kesana. Oh,sialan. Aku sangat merindukan nya.

Kuperhatikan, sedari tadi Dafa tersenyum. Ada apa dengan nya? Ia gila?

"Daf, fokus nyetir. Gue belum mau mati." ucapku lalu ia tertawa "tenang aja."

.

Aku melahap makanan ku dengan rasa sebal. Dafa sialan ini tidak membawaku ke burger king, ia malah membawaku ke sushi tei. Ia enggak tahu kalau aku alergi makanan mentah. Aku yakin, pasti aku akan merasakan yang namanya 'gatal-gatal'

"Kenapa? Enggak suka, ya?" tanya nya. Karna aku merasa gak enak kalau jujur sama dia, terpaksa aku harus berbohong. "Suka kok, Daf"

Dafa memicingkan matanya kearahku, ia pun segera bangkit dari kursinya. "Sedari tadi gue merhatiin lo, kayaknya lo gak nafsu gitudeh. Napa? Kecewa gara gara enggak jadi ke burger king?" apa? Jadi sedari tadi ia merhatiin aku?

Aku menyimpan sumpitku, "daf, gue..alergi makanan mentah." ucapku lalu menunduk. "Kenapa lo gak ngasih tau gue?" tanya nya. "I'm sorry, Daf."

Dafa pun langsung meminta bil, "makanan nya enggak akan dihabisin, eh?" tanyaku. "Gak, gue bungkus aja buat orang-orang dirumah." jawabnya.

.

Hari sudah menunjukkan pukul 17.45

Astaga! Berarti lama juga ya aku jalan dengan-nya. Dari awal, aku enggak nyangka kalau ternyata Dafa asik juga orangnya.

Aku merebahkan diriku diatas kasur. Aku lelah. Aku pun mengambil ponselku dan seketika tersenyum saat melihat pesan dari Dilan.

Dilan- hey
Dilan- kok ga masuk?
Dilan- sakit? stress? depresi?
Dilan- maafkan aku, ya?
Dilan- aku gaakan lagi nyatuin kamu sama dafa
Dilan- semuanya udah aku batalkan, aku rela ko dipecat jadi ketua osis garagara hal itu,yang penting kamu seneng kan sekarang?:)

Rasanya aku ingin menjerit sekarang. Aku meloncat-loncat diatas kasurku. Seketika aku terdiam, pintuku terbuka, ibu datang.

"Kamu kenapa? Sudah makan?" tanya nya lembut dengan senyuman diwajahnya. "Tumben mama masuk kekamarku dan menanyaiku. Biasanya tidak." sontak senyuman ibu memudar. Aku tahu, itu menyakitkan. Tetapi--yasudahlah.

"Maaf kalau mama jadi jarang perhatian sama kamu. Mama sibuk, kamu tahu 'kan kalau mama single parent? Harusnya kamu ngerti sama mama." ucapnya. Iya, aku tahu. Tapi ya seenggak nya sesibuk apapun seorang ibu pasti tetep harus kasih perhatian dan kasih sayang ke anaknya, 'kan?

Aku hanya terdiam. "Mama pusing sama kerjaan dikantor, seandainya ayah kamu--" emosiku memuncak. Sontak ibu tidak melanjutkan kalimatnya. "Ma, maaf, aku lagi butuh waktu untuk menyendiri."

Ibu mengangguk lalu segera pergi dari kamarku. Aku pun membanting ponselku ke lantai. Menenggelamkan wajahku di bantal dan terisak.

.

Love?Where stories live. Discover now