13

29 4 0
                                    

Sudah seminggu tetapi sang gadis masih tidak kunjung bangun. Detak denyut nadi miliknya masih berfungsi normal. Masih menandakan bahwa sang gadis masih hidup. Diluar ruangan ICU, terdapat wanita paruh baya beserta lelaki tampan duduk di ruang tunggu. Mereka menunggu sang gadis. “Andaikan dengan satu kecupan, lo bakalan bangun.” batin sang lelaki yang sedari tadi membayangkan jika dirinya dan sang gadis akan seperti di film Sleeping beauty. Sang gadis tertidur lalu sang lelaki datang menghampiri nya dan mengecup tepat di bibir mungilnya dan sang gadis terbangun lalu mereka menikah. Tetapi, pada kenyataannya, tidak segampang itu.

Henny sudah tertidur. Sementara sang lelaki masih terjaga. Ia mengintip kedalam ruang ICU. Malam ini, ruang tunggu benar-benar mengerikan. Sepi, tidak seramai saat siang hari dan udara yang dingin pun mulai menyelimuti mereka.

23.00

Dafa mengambil selimut tipis yang ia sengaja bawa lalu menyelimuti Henny. Aiden, kakak sang gadis, harus pergi ke keluar kota karena ada keperluan. Maka, Dafa yang menggantikan posisi Aiden.

....

I know you can do it. I know you'll survive.” Aku tersenyum.

Kau ini anak yang baik. Jaga ibumu. Jangan pernah kau menyakiti dia, karena dia yang melahirkanmu dan kakakmu.

Aku tahu kamu anak yang tangguh.

Sekarang, pergilah, mereka menantikan dirimu.

Mataku terbuka. Aku melihat ke seluruh penjuru ruangan. Terdapat suster dan dokter yang masih terjaga. Mereka menghampiriku.

"Kau tidak apa?" Tanya dokter. Aku menggeleng. Kepalaku terasa sangat sakit. Aku meletakkan tangan kananku di kepala lalu merintih kesakitan. "Kepalamu sakit?"

Aku hanya mengangguk. Mulutku masih tidak mau terbuka. Lalu mereka mulai mengambil sesuatu. Aku tidak tahu apa yang mereka ambil. Suster dan dokter tersebut mulai memeriksa diriku. "Coba katakan a." ucap suster.

Aku mengikutinya. "A-a-a." mulutku sudah mulai terbuka. Mereka tersenyum. Lalu sang dokter berbisik-bisik kepada suster tersebut. Lantas, sang suster langsung berjalan kearah pintu dan mengintip keluar. "Mereka tertidur kecuali satu lelaki yang masih terjaga." ucap sang suster. Ada apa ini?

"Aku senang kau mau bertahan." Ucap sang dokter sembari mengelus kepalaku dengan lembut. "Aku punya pasien seperti dirimu. Tetapi, ia gagal. Ia kalah di medan perangnya. Kau tahu? Kau hebat! Aku dan Nina selalu mendoakan kesehatanmu."

Nina? Nina siapa?

"Nina, bisa kau panggil lelaki tersebut? Jika memang iya dia keluarga sang gadis." Suruh sang dokter. Nina berarti nama sang suster. Suster Nina membuka pintu ruangan ICU lalu berjalan keluar. Sementara itu, sang dokter masih tersenyum menatapku. Tangam hangatnya masih mengelus-elus kepalaku dengan lembut. Sang dokter terlihat masih muda. Kutebak, mungkin usia nya sekitar 30 tahun. Lalu, Nina kembali dengan sang lelaki. Sang lelaki tersebut memakai masker dan segala macam. Buat apa?

Mereka mendekati ranjangku. Tunggu, sepertinya aku mengenali lelaki tampan ini. "Kau mengenalinya?" Tanya sang dokter. Aku mencoba untuk membuka mulutku. "A–ku ti–dak i–i–ngat." jawabku terbata-bata, layaknya bayi yang sedang belajar berbicara. Aku melihat raut wajah sang lelaki tampan. Bisa terlihat bahwa dia sedang bersedih dan ia benar-benar mengantuk. Dia menggenggam tanganku lalu mengusapnya lembut dengan ibu jarinya. Ia tersenyum kearahku. "Hai, bil." Aku menjawab sapaannya, "Hai." Singkat. Aku tidak ingat namanya.

Senyuman di wajahnya memudar. Sontak aku langsung melepaskan genggamannya. Aku takut. Sang dokter langsung membawa sang lelaki ke sudut ruangan. Aku memerhatikan mereka berbincang. Aku melihat air mata menetas dari mata sang lelaki.

Love?Where stories live. Discover now