Our Misery

408 16 4
                                    

Would you be my girlfriend? Would you be my girlfriend? Girl.... Friend??

Come on Kira! Think fast!

Aku bahkan tidak bisa membuka mulutku dan mengatakan sesuatu untuk orang di depanku. Kutolak, ia pasti merasa kecewa, kuterima, juga aku belum tahu apa alasan aku menerima. Hey, aku terlalu banyak pikir dan, yah sudah jelas jawabannya tidak. Sebodolah dengan dia kecewa. Memangnya kenapa kalau dia kecewa? Lagipula aku bukan mamanya. Arrrgh kepalaku berdenyut keras membuatku memijat pelipis.

"Kira, are yo-".

Brakkkk

Pintu putih di depan kami terbanting keras membuat mataku dan Harry tertuju pada pelakunya. Terlihat Paul menggendong Zayn dan menidurkannya di sofa sebelahku. Aku menghampiri Zayn dan berlutut di sebelahnya. Lumuran darah yang jatuh membuatku menutup mulut. Blazer yang dipakainya bernoda merah membekas. Kemeja putihnya mencetak darah yang tidak bisa dibendung. Zayn hanya bisa tersenyum dan menekan perutnya.

Tanganku meraih rambut Zayn yang basah-mungkin karena keringat. Tangan satunya menggenggam tangan Zayn. Ini parah. PARAH!

"Pauulll!! Where is the doctor!!!!!!!". Bentakku pada Paul yang sedari tadi keluar-masuk melalu pintu.

"Ia sudah di depan Kira. Tenanglah". Paul berusaha menenangkanku.

Tidak lama setelah Paul mengatakannya padaku, dokter itu menggantikan posisiku dan merawat Zayn. Aku bahkan tidak tahu apa-apa. Dan kau tahu, aku merasa aku adalah orang terbodoh yang hanya bisa mengulur-ulur waktu. Aku merasa lebih hina dari orang yang paling bodoh di dunia ini.

Handphone-ku bergetar dan dengan segera aku mengambilnya dari saku.

From : Leah

Hey, have a nice day? I told you, the'll never feel safe. Whoops, kecuali kau menjauhi lima laki-laki itu. You're the misery xxo

Aku menaruh handphone-ku ke saku celana. Dan dengan cepat aku berlari ke kamarku yang disusul dengan teriakan teriakan pertanyaan dari mulut semua orang. Tanpa peduli apapun aku mengemasi barangku ke tas. Semua baju yang kubawa dan beberapa barang yang kusimpan. Tas ini tidak terlalu muat, tapi dengan penuh kesabaran aku menatanya ulang.

Setelah mengemasi semuanya dan merapikan-bekas-kamarku, aku bergegas ke bawah untuk membawa Chelsea dan aku beranjak dari rumah ini. Sudah jelas bahwa aku-lah penyebab kasus ini semakin membesar. Membuat Zayn terluka dan Danielle meninggal. Aku membuat luka di setiap hati mereka. Terutama Liam.

"Chels, ayo! Kau bawa tas ini". Aku menggandeng Chelsea dengan paksa untuk keluar dari rumah. Semua mata menatapku bingung-tak terkecuali sang dokter yang sedang merawat Zayn.

"He-hey, kau mau ke mana?!". Harry dengan agresif menarik tanganku.

"Bukan urusanmu Styles!". Kataku dingin.

"Beritahu aku! Bukankah besok aku akan menemanimu untuk pergi ke pawn shop itu lagi?".

Aku hanya diam menatap jalanan sepi di depan. Menjelang sore begini udara menjadi dingin tiba-tiba. Mungkin ini hanya perasaanku, atau bahkan ini yang nyata. Aku tak tahu.

"Kira, setidaknya kau memberitahuku kenapa kau pergi". Lanjut Harry melunak.

"Karena aku ingin pergi. Tenanglah Harry, setiap kalian membutuhkanku aku pasti ada di sekitar kalian. Entah itu berwujud kucing, Batman, atau bahkan cacing sekaligus. Aku bisa melindungi kalian dari jauh". Aku mencoba tertawa di bagian ini. Menahan tumpahan air yang akan keluar dari mataku terasa sangat susah. Saanggaaattt susah. Kalian tahu?

DaydreamerWhere stories live. Discover now