[1] Reunion?

30.2K 2K 66
                                    

"Ma, Shasa ada di Gramedia, ya."

Setelah mengucapkan kalimat tersebut dan bercakap beberapa kalimat melalui ponselnya, Shasa mengakhiri panggilannya lalu menyimpan alat komunikasinya ke dalam tas. Saat ini dirinya memang sedang berada di salah satu mall, berangkat seorang diri setelah dirinya mengurus pendaftaran ulang di kampusnya yang akan menjadi tempatnya berkuliah beberapa bulan lagi. Hitung-hitung membiasakan diri untuk pulang-pergi jika dia sudah berkuliah nanti.

Penantian yang begitu lama, akhirnya dia akan merasakan yang namanya berkuliah. Mungkin ini agak terlambat mengingat dirinya sudah menginjak usia 20 tahun, bahkan akan naik satu tahun tak lama lagi. Haruskah dia merasa menyesal karena dia pasti akan menjadi mahasiswi baru dengan usia paling tua nanti? Yah, meski beberapa orang selalu mengatakan bahwa dia terlihat masih berusia 17 tahun. Banyak saudara jauhnya yang terkejut bahwa dia sudah berusia dua puluh tahun dan mengira dirinya masih menjalankan Sekolah Menengah Atas-nya. Bahkan kakak maupun adiknya juga tercengang ketika dia berulang tahun yang ke-20 kala itu.

"Ya ampun, kamu udah dua puluh tahun?!"

"Aku ngira Kakak ultah ke delapan belas, loh!"

Shasa tersenyum sendiri mengingatnya. Merasa dirinya masih awet muda. Meski kondisi fisiknya tampak sebaliknya.

Sebenarnya, alasan dia menunda kuliah hampir tiga tahun lamanya ini karena kondisi fisiknya yang selalu mengkhawatirkan. Padahal, jika dia bisa memanfaatkan kesenggangan panjang itu, Shasa bisa saja mengisinya dengan melakukan banyak kegiatan seperti kerja sampingan. Tapi sayangnya di tahun pertama dirinya mencoba melakukan hal tersebut, kondisinya semakin tampak mengkhawatirkan.

Dia cukup iri dengan teman-teman sekolahnya yang bisa melakukan banyak pengalaman dan lebih maju darinya. Dia juga malu jika bertemu dengan mereka, di saat mereka membanggakan diri tentang profesinya masing-masing entah itu berkuliah maupun yang sudah bekerja, bahkan ada yang sudah berumah tangga, Shasa tidak memiliki apapun yang bisa dibanggakan.

"Kalau begitu, mendingan Mama jodohin kamu aja, ya?" pernah sekali mamanya berkata demikian yang jelas ditolak Shasa. Karena saking khawatirnya beliau terhadap dirinya, sampai berpikir untuk mencarikan pendamping untuk Shasa lebih cepat. Bagaimana pun Shasa masih ingin merasakan masa muda dengan berkuliah dan mencari kerja. Jika dia memilih untuk—err ... menikah, dia tidak mungkin merasakan hal-hal yang bisa dilakukan oleh perempuan lajang kebanyakan.

Itulah mengapa dia berusaha keras untuk tidak sakit. Selama menjalankan masa penundaannya, beberapa kali Shasa memilih untuk pulang ke kampung halaman, membantu neneknya yang tinggal berdua dengan pamannya yang sudah sukses dengan usahanya di sana. Di sana Shasa merasa lebih berguna karena banyak membantu usaha pamannya. Dan sekarang, Shasa berharap bahwa rencana ingin berkuliahnya tidak ditunda lagi.

Karena ini sudah mendekati akhir pekan dan kebetulan semua ada di rumah, Shasa berencana menunggu keluarganya yang baru akan menyusul. Rencananya, mama dan juga kakak-adiknya akan pergi, sedangkan papanya memilih untuk menunggu saja di rumah. Mungkin karena beliau justru akan bosan karena kebiasaan mama juga anak-anaknya yang lebih senang shopping jika sudah berada di mall.

Beda dengan Shasa yang lebih memilih untuk pergi ke toko buku seperti ini. Di saat yang lainnya berkeliling untuk berbelanja, Shasa lebih betah menekuri buku-buku yang terpajang di tempat ini. Terutama mencari-cari novel keluaran terbaru mengingat akan kegemarannya dalam membaca.

Ketika dirinya mulai bosan di rak kumpulan fiksi terjemahan, dia bergerak kembali ke rak yang lain. Dia sudah berniat untuk berpindah ke bagian fiksi lokal ketika dirinya hampir saja menabrak seseorang yang hendak berlalu. Spontan saja matanya yang terbiasa menyorot ke bawah langsung mendengak dan mendapati orang itu juga terkejut melihatnya.

(un)Expected 21stTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang