[4] Semi-Formal Dinner

23.9K 1.6K 35
                                    

Flashback

"Nggak suka acar, ya?"

Merasa suara itu tertuju padanya, Shasa mendongak dan mendapati wajah Adiran. Lelaki itu menatapnya sejenak sebelum melirik ke bawah, menunjuknya yang segera menggerakkan Shasa untuk menunduk mendapati sepiring nasi gorengnya yang sudah habis setengah. Tepatnya pada apa yang sedang dibicarakan Adiran.

"Iya," jawab Shasa pelan, tidak kembali mendongak. Dadanya berdesir pelan karena mengetahui bahwa Adiran memerhatikannya yang belum lama ini menyingkirkan kumpulan acar ke bagian pinggir piring nasi gorengnya.

"Kenapa? Acar 'kan enak. Bagus juga buat daya tahan tubuh." Adiran menyendok nasi gorengnya, berkata lagi, "Harusnya Shasa sering makan acar," lalu menyuapnya ke dalam mulut.

Shasa hanya tersenyum, ia semakin menunduk demi menyembunyikan wajahnya yang sudah tersipu malu. Memilih untuk tidak membalas ucapan Adiran dan hanya menggerak-gerakkan sendoknya lagi.

"Beneran nggak mau, nih?" Suara Adiran terpaksa membuat Shasa mendongak, lalu menggeleng-geleng pelan. Shasa melihat Adiran mengangguk-angguk sebelum kemudian mengambil acar dari piring Shasa dengan sendoknya, memindahkannya ke piringnya sendiri. "Ya udah, biar Diran aja yang makan."

Wajah Shasa memerah melihat Adiran tersenyum samar sambil menyuap beberapa acar tersebut.

"Ciee, Diran perhatian banget nih sama Shasa." Dian yang sedari tadi mengamati percakapan mereka memang sudah tersenyum lebar. Tidak hanya Dian, bahkan yang lainnya juga ikut menonton adegan yang menurut mereka sangat menarik itu.

"Mau juga, dong, diperhatiin. Adiran nggak adil, nih, cuma perhatian sama Shasa," sahut Salma yang juga ada di sana.

Mereka memang tengah berkumpul di suatu foodcourt di sebuah mall. Di akhir pekan ini, tepatnya di Sabtu malam, beberapa dari mereka berencana menonton film bersama. Saat ini sedang hangat-hangatnya seri terakhir dari Harry Potter rilis, mereka harus memesan tiket menonton sejak pagi secara perwakilan karena saking banyaknya peminat maupun penggemar dari film yang amat fenomenal itu.

Sebenarnya Shasa bukanlah penggemar berat film tersebut. Dia bisa saja memilih menunggu versi DVD atau mengunduh dari situs online yang lebih praktis dan hemat. Tapi, beberapa hari lalu ketika mereka merencanakan hal ini, Shasa tidak bisa menolak karena tidak hanya yang lain, bahkan Adiran juga turun tangan mengajaknya.

Mana mungkin Shasa bisa menolak kalau Adiran yang membujuknya?

"Buat apa Adiran perhatian sama yang lain? 'Kan pacarnya suma Shasa," celetuk Dea yang langsung dibalas senyum menggoda oleh yang lain.

"Pacar apa, sih?" Shasa berusaha mengelak. Wajahnya kembali tersipu malu.

"Ya ampun, Diran! Lo belum nembak Shasa? Mau sampai kapan lo gantungin Shasa mulu?!" Dian langsung menggebu-gebu. Gadis yang satu ini memang tergolong dekat juga dengan Adiran, tapi semua orang tahu bahwa Dian sudah punya pacar yang bersekolah di SMA lain.

"Kalo ditembak, nanti sakit," ujar Adiran sok polos. Namun jawabannya justru membuat satu meja itu riuh.

"Alasan! Bilang aja lo nggak punya nyali buat nembak Shasa," ejek Hilman, lelaki selain Adiran yang datang hari ini. "Sini, biar gue aja yang nembak!"

"Coba aja kalau berani."

Hilman langsung cengengesan mendengar nada menantang dari Adiran, mengangkat kedua tangannya tanda perdamaian. "Peace, Diran. Gue cuma bercanda."

"Tuh, kan? Lihat kelakuan lo itu. Masih aja nggak mau nembak Shasa jadi pacar," celetuk Widhy, gadis yang memiliki postur tubuh tinggi itu melirik jahil dua sejoli yang sedari tadi digoda oleh yang lain.

(un)Expected 21stTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang