[8] Feels (not) Good

17.1K 1.3K 37
                                    

Di pukul enam pagi, Shasa akhirnya keluar dari kamar, dalam kondisi kantung mata sedikit menggelap disertai pening mulai menyerang. Dia benar-benar kesulitan tidur semalam. Terus terjaga hingga waktu menunjukkan pukul tiga pagi dan bisa dihitung berapa lama dia tertidur.

Ini semua gara-gara Adiran.

Shasa tidak dapat memastikan akan perilaku Adiran yang sukses membuat otaknya kosong seperti kemarin malam. Dia sungguh tidak mengerti apa yang sedang dipikirkan lelaki itu. Meski dia menyadari bahwa Adiran tidaklah melakukan seperti yang bisa dilihat oleh orang, tapi tetap saja Shasa tidak bisa melupakannya.

Adiran hampir menciumnya.

Lelaki itu dengan gerakan mulusnya, menempelkan ujung hidung mancungnya di pucuk kening Shasa, hembusan napas halusnya sudah cukup membuat Shasa mematung dan tidak bisa berpikir jernih. Shasa bahkan hampir tidak bisa menggerakkan kakinya untuk pulang ketika Adiran kembali mengatakan agar dia kembali ke rumah dengan pengawasannya.

"Pantas aja dia minta nikahin kamu cepat. Ternyata dia udah nggak kuat mental di dekat kamu. Dasar, main cium-cium aja."

Adalah yang dikatakan Elvan kala menyambutnya kembali masuk ke dalam rumah. Kakaknya itu jelas menyaksikannya mengingat dia terus mengawasi di balik gerbang. Mana mungkin Elvan membiarkan Shasa keluar malam-malam begitu saja meski hanya untuk mengantar Adiran di depan sana.

Tapi kenapa harus dengan melakukan itu?

Ini adalah pertama kalinya Adiran melakukan hingga sejauh ini terhadapnya.

Kenapa Adiran selalu bisa masuk ke dalam teritorinya dan membuatnya tidak mampu mengelak seperti ini?


****


Dan siang ini Adiran datang kembali ke rumah Shasa, dengan penampilan sedikit rapi meski ada gurat letih di wajahnya. Kemeja putihnya sudah ia lipat di bagian lengan hingga batas siku, dengan bawahan hitam serta sepatu santai, cukup membuat lelaki itu terlihat menawan.

"Kok lo jadi demen banget ya, datang ke sini? Lo nggak punya kesibukan lain?" Shasa bertanya dengan raut heran. Sedangkan yang ditanya hanya mengedikkan bahu.

"Gue cuma sibuk mondar-mandir ke kantor. Tahu sendiri 'kan kalau gue udah di semester akhir."

"Apa hubungannya kantor sama semester akhir? Lo jadi mengabaikan kuliah dan lebih milih main-main saham, gitu?"

Adiran mendengus geli mendengar cibiran Shasa. Si gadis polos ini, benar-benar tidak tahu, ya? "Gue sibuk magang, Sha. Jadi sekarang gue cuma ke kantor daripada kampus. Palingan sesekali aja kalau mau konsul."

"Ooh..." Shasa manggut-manggut. Dia mana tahu soal seperti itu? Dia 'kan baru mau kuliah nanti. "Terus sekarang lo mau ngapain?" lanjutnya dengan tampang bodoh. Tidak sadar bahwa dia sudah membuat Adiran ingin tertawa.

"Jemput lo."

"Hah? Jemput? Mau ke mana lagi? Nggak capek lo ngajak gue pergi-pergi?"

"Shasa," Adiran mendesah geli, gemas dengan cara bertanya Shasa yang polos. Tangannya tidak bisa diam lagi, mengacak-acak rambut gadis itu begitu saja. "Lo nggak lupa kalau kita harus siap-siap, 'kan?"

Ugh ... Adiran, bisa nggak sih, nggak bikin Shasa berdebar-debar sekali saja?

"Siap-siap apa?"

"Prewedding."

"Hah?!" Shasa membeo. Dia hampir mengorek sebelah telinganya karena kaget mendengar lelaki itu berbahasa Inggris dengan cepatnya. "A-apa?"

(un)Expected 21stTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang