[5] Just in One Night!

24.3K 1.5K 27
                                    

Beberapa kali Shasa hampir tersandung karena mengikuti langkah-langkah lebar Adiran. Dalam hati dia hanya bisa merutuki sepatunya yang memiliki hak cukup tinggi sehingga dia kesulitan untuk mengimbangi langkah lelaki di depannya itu.

Acara makan bersama keluarga mereka sudah selesai. Orangtua mereka memilih untuk pulang bersama setelah Adiran meminta izin untuk pergi ke suatu tempat dan mengajak Shasa. Karena mengajak Shasa, mereka rela pulang dengan taksi mewah yang sempat Shasa lihat kala mengantar mereka tadi. Beruntung sekali bahwa sepertinya keluarga Adiran cukup royal, segala sesuatunya malam ini ditanggung oleh pihak Adiran. Sampai-sampai pihak Shasa hanya membawa diri dan mengeluarkan modal biaya taksi keberangkatan tadi.

"Lo mau ke mana, sih?" Shasa akhirnya melontarkan kebingungannya tepat ketika mereka masuk ke area parkir. Sejak orangtua mereka meninggalkan mall ini, Adiran-yang-sempat-bersikap-manis itu kembali menjadi lelaki acuh layaknya tengah berjalan seorang diri. Mengabaikan kehadirannya di belakang yang mulai tersungut akibat tidak pekanya lelaki itu akan kondisinya saat ini.

Barulah Adiran menoleh. Dia langsung menghentikan kaki-kakinya begitu melihat Shasa yang berjarak beberapa langkah di belakangnya, tertatih-tatih dengan raut kecut. Adiran terdiam mengamati gadis itu sedikit bernapas lega begitu berhasil sampai di dekatnya, lalu melirik ke bawah di mana kaki-kaki yang terlihat kecil itu dibalut oleh sepatu bermodelkan wedges.

"Ke mana aja asal nggak pulang sama orangtua gue."

"Trus urusannya sama gue apa?"

"Temenin gue aja," mengedikkan bahu, Adiran kembali melanjutkan langkah. Meninggalkan Shasa yang sudah ternganga.

Itu cowok maunya apa, sih?! Shasa menggerutu di dalam hati, lalu kembali mengikuti langkah lebar Adiran dengan berlari-lari kecil.

"Kalau lo mau pergi ke tempat asing, gue nggak ikut!" ujar Shasa begitu sampai di dekat mobil Adiran. Dia melihat lelaki itu berbalik memamerkan sebelah alisnya yang terangkat.

"Yakin?"

Shasa meneguk saliva. Kalau dia menjawab iya, Adiran pasti akan meninggalkannya di sini. Tapi jika tidak, sama saja Shasa ketahuan labilnya.

Adiran memeriksa arloji di tangan kirinya yang sudah menunjukkan pukul delapan malam. "Kalau lo memilih pulang naik kendaraan umum, gue nggak jamin lo bakal pulang tepat waktu."

"Pulang bareng lo juga nggak menjamin bakal tepat waktu."

Tanpa diduga bahwa Adiran akan terkekeh akan cetusan Shasa. Dia mendekati Shasa, matanya tidak beralih dari wajah yang kini dipoles sedikit riasan itu masih menunjukkan raut kecutnya. Membiarkan tubuh tingginya menjulang di hadapan gadis itu.

"Itu lebih baik dibandingkan lo pulang tanpa gue yang nganterin. Lo udah dititipkan ke gue sama orangtua lo, kalau lo lupa itu."

Baru saja Shasa hendak berbicara ketika Adiran justru meraih pergelangan tangannya, menuntunnya untuk mendekati mobilnya, dan tanpa memberi kesempatan langsung menitah Shasa untuk segera masuk setelah ia membukakan pintu.

Pada akhirnya Shasa memilih pasrah, masuk ke dalam mobik Adiran, duduk dengan perasaan tidak tenang disertai satu tangannya memegang pergelangan tangan. Dia sendiri tidak mengerti mengapa sentuhan kecil dari Adiran terasa membekas hingga sekarang.

...

Perjalanan dengan suasana hening itu akhirnya berakhir begitu mobil Adiran terparkir di salah satu restoran cepat saji yang masih dikenali lokasinya oleh Shasa. Hanya sekitar 15 menit dari sini untuk sampai ke rumahnya. Tapi lelaki itu justru berhenti di sini untuk...

(un)Expected 21stTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang